Salah satuk konsekuensi penting dari [[standardisasi bahasa|standardisasi linguistik]] adalah terbentuknya ide salah-benarnya bahasa dalam masyarakat. Dalam budaya bahasa standar, ada anggapan umum yang biasanya tidak dipertanyakan bahwa bentuk-bentuk bahasa tertentu bersifat benar dan yang lain salah. Pandangan populer ini dianut oleh sebagian besar masyarakat, termasuk orang-orang berpendidikan. WargaKhalayak umum yang menuruti ide salah-benarnya bahasa umumnya tidak memperhatikan motivasi ideologis yang melatarbelakanginya – konsep tersebut biasanya dianggap akal sehat dan berfondasi pada fakta [[linguistik]]ilmiah. Namun, para ahli [[linguistik]] berpendapat bahwa masalahkaidah keberterimaanbahasa normatifbaku (kebakuan)bukanlah bentuk bahasaaturan yang berbeda-bedaterdapat bersifatdi arbitrer,dalam yaitubahasa tidakatau menunjukkanditentukan ketergantunganoleh padailmu bentuklinguistik, satuan-satuanmelainkan bahasakonvensi tersebutyang ditegakkan secara sosial. James Milroy menyatakan bahwa argumentasi linguistik yang digunakan untuk membuktikan superioritaskeunggulan unsur-unsur bahasa baku dan mengambarkannya sebagai varietas bahasa yang "paling benar" dibuat secara post hoc, danserta menegaskan bahwa cara mempersepsikanpenilaian bentuk linguistikkebahasaan yang berbeda-beda sebenarnya tergantung pada faktor sosialnonlinguistik.<ref>{{harvp|Milroy|2001|p=535–539}}</ref> Salah satu karakteristik lain dari budaya bahasa standar adalah ketidaksadaran terhadap sifat konvensional [[Ortografi|norma ejaan]] dan kepercayaan bahwa bentuknya dikondisikan oleh faktorkaidah linguistik.<ref>{{harvp|Milroy|2007|p=134–135}}</ref>
Ahli linguistik Kroasia Mate Kapović menggambarkan [[Preskriptivisme (linguistik)|preskripivisme]] sebagai konsekuensi negatif yang timbul dari preskripsi (kodifikasi normatif) dan mengartikan ideologi bahasa standar sebagai elemen konstitutifnya. Dia mendefinisikan preskriptivisme sebagai praktik yang berusaha menggambarkan preskripsi, yaitu kodifikasi isolek tertentu sebagai bahasa baku demi alasan praktis, sebagai kegiatan ilmiah yang bisa dijelaskan argumen linguistik.<ref>{{harvp|Kapović|2013|p=391–400}}</ref>