Upacara Wetonan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bagusypa (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Bagusypa (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 2:
 
Upacara Wetonan dalam slametan ini diperingati ketika hari lahir setiap 35 hari sekali. Untuk orang Jawa tradisonal sangat penting untuk mengetahui ''weton'', sesuai dengan kalender Jawa. Dengan mengetahui tanggal, bulan dan tahun kelahiran menurut kalender Masehi, bisa diketahui ''weton'' seseorang. Hari kelahiran menurut kalender Jawa atau ''weton'' terjadi setiap ''selapan'' hari. ''Slametan Weton'' ini dilakukan sesudah jam enam sore, karena hari Jawa mengikuti kalender sistem rembulan.
 
 
''“Slametan iki kanggo dongakne wong sing di ton;i ben slamet, waras, pinter lan opo wae sing dilakoni iso lancar”''
 
''Slametan Weton'' ini bertujuan untuk mendo’akan seseorang yang diperingati hari kelahirannya agar diberi keselamatan, kesehatan, kepintaran dan apapun yang dilakukannya bisa berjalan dengan lancar tanpa ada halangan suatu apapun. Secara garis besar tujuan ''slametan'' ini adalah untuk menciptakan keadaan yang sejahtera, aman, dan bebas dari gangguan makhluk yang tampak maupun yang halus, sehingga tercipta suatu keadaan yang disebut ''slamet''.
 
 
Pada masyarakat Jawa do’a ini di bacakan dalam bahasa Jawa atau hampir sama dengan niat dan keinginan yang ingin mereka peroleh ketika melakukan ''Slametan Weton.''
 
 
''“Niki sampeyan sekseni nggeh, asale pasang jenang pethak jenang abrit niki ngleresi tone erna diweruhi mbok’e ibu bumi bapa’e kuasa, asale pasang jenang pethak jenang abrit lan sedoyo buceng niki dongakne sageto angen-angen asale sekolah anak erna niki pinter nggeh, mugi-mugi sedoyo buceng niki saget jejeg mantep bakale angen-angen si erna lan diparingi seger kewarasan anak kulo erna sing sekolah niki saget disekseni nggeh, dongane kabul slamet”''
 
Semua orang yang ada atau mengikuti ''Slametan Weton'' sebagai saksinya, bahwa pembuatan ''jenang'' putih dan ''jenang'' merah ini karena untuk memperingati hari lahirnya Erna (orang yang diperingati hari lahirnya) yang diketahui oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, semua yang ada seprti ''tumpeng, bothok pelas'' dan ''jenang'' ini semoga sebagai simbol untuk mendo’akan Erna agar pintar dalam bersekolah, mempunyai pendirian yang kuat, selalu diberi kesehatan, semoga do’a yang dipanjatkan bisa terkabulkan.
 
Ketika do’a ini dibacakan oleh salah satu anggota keluarga yang tertua, maka anggota keluarga lainnya menjawab setiap do’a yang dibacakan tersebut dengan jawaban ''nggeh'' atau secara sederhana adalah mengucapkan amin.
 
 
'''Kepercayaan'''
 
Masyarakat Jawa sangat kental dengan tradisi yang tetap terjaga. Mereka menganggap tradisi nenek moyang adalah warisan yang sangat bernilai dan harus tetap dipertahankan. Menurut Budiono Heru sutoto (dalam Siti Fatimah, 2013) mengatakan bahwa suku bangsa Jawa pada zaman purba mempunyai pandangan hidup Animisme, suatu kepercayaan adanya roh atau jiwa pada semua benda, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan juga manusia sendiri.
 
Menurut Koentjaraningrat (1984:355) Orang Jawa masih mengadakan suatu upacara yang penting, yaitu yang diadakan pada waktu seorang bayi berumur 35 hari. Upacara ''nyelapani'' (dari kata ''selapan'' = tigapuluh lima) jatuh pada hari ''weton'' yang pertama, yaitu kombinasi dari suatu hari tertentu dalam pekan lima hari dan suatu hari tertentu dalam pekan tujuh hari, yang berulang setiap 35 hari. bagi orang Jawa ''weton'' itu kelak akan sangat penting untuk mengadakan perhitungan, antara lain untuk menentukan tanggal pernikahan dari hari-hari penting lainnya, tetapi juga dalam hal aktivitas ilmu ghaib.
 
Menurut orang Jawa, seseorang yang sering dibuatkan s''lametan'' ''weton'' secara rutin sesuai waktunya, biasanya hidupnya lebih terkendali, lebih berkualitas atau bermutu, lebih hati-hati, tidak liar dan ceroboh, dan jarang sekali mengalami sial. Menurut Sainem (Wawancara, 2 Desember 2015):
 
“''Kabeh wong iku duweni wetone dhewe-dhewe lan kudu di ton’i,'' ''nak ora di ton’i wong iku bakal loro”''
 
Setiap orang itu mempunyai ''weton'' sendiri-sendiri dan mereka harus memperingatinya dengan melaksanakan ''slametan weton,'' karena jika tidak orang tersebut pasti akan sakit. Biasanya ini terjadi ketika seseorang lupa melakukan ''slametan weton'' untuk dirinya sendiri. Sainem (Wawancara, 2 Desember 2015) juga mengatakan bahwa:
 
''“Yen wong iku loro amergo wes kelalen ora di ton’i, sekaren kembang kerah macan ono ning gone lah mendem ari-arine”''
 
Apabila seseorang itu sakit akibat lupa tidak melaksanakan ''slametan'' ''weton,'' maka salah satu anggota keluarga harus ''nyekar'' dengan ''kembang kerah macan'' di tempat ''ari-ari'' orang yang sakit itu dikubur. ''Kembang kerah macan'' ini terdiri dari bunga mawar, bunga kantil, daun pandan dan bunga kenanga.
 
 
'''4.'''   '''Filosofi'''
 
Tradisi Jawa yang banyak berkembang saat ini sebenarnya merupakan tradisi turun temurun dari nenek moyang dengan segala kepercayaannya yang begitu kental. Mungkin bagi orang yang kurang terbiasa mengenal, masyarakat Jawa dianggap sebagai masyarakat yang ''kalem'' atau lemah lembut, dan dianggap terlalu mengutamakan tata krama dibandingkan dengan hal lainnya. Akan tetapi tata krama merupakan hal dasar yang harus dimiliki oleh setiap orang. Sainem (Wawancara, 2 Desember 2015) mengatakan bahwa:
 
''“Wong jowo kwi mesti slametan, pasang sajen wes awit biyen. Kabeh di slameti, brokohan, sepasaran, selapanan, neloni, slametan wong mati. kanggo donga jaluk slamet marang sing Kuasa, uripe ben ayem lan tentrem”''
 
Orang Jawa melakukan tradisi ''slametan,'' pasang ''sesaji'' sudah dari jaman dahulu. Semuanya di ''slameti'' mulai dari ''brokohan, sepasaran, selapanan,'' ''neloni, slametan'' untuk orang yang meninggal dan lain sebagainya. Semua itu untuk mendo’akan dan meminta keselamatan kepada Yang Maha Kuasa agar hidupnya aman dan damai.
 
Menurut Suseno (dalam Sony Sukmawan) Dalam ''Slametan'' terungkap nilai-nilai yang dirasakan paling mendalam oleh orang Jawa, yaitu nilai kebersamaan, ketetanggaan, dan kerukunan. Pencapaian nilai-nilai ini menjadi gambaran pencapaian kehidupan yang ideal bagi masyarakat Jawa.
 
''“Sampun nggih derek-derek kula Sedaya, ingkang sepuh miwah ingkang enem, ingkang ageng miwah ingkang alit, ingkang samar miwah ingkang gaib: Baiklah saudara-saudaraku semua, tua maupun yang muda, besar maupun yang kecil, yang tersamar maupun yang gaib.''
 
''Menurut Yudi Setiyadi (2014) Weton memperkirakan kepribadian, sifat dan nasib seseorang. Meski tidak bersifat mutlak, weton digunakan sebagai pengingat bagi orang Jawa untuk berhati-hati dalam menjalani hidup. Filosofi hidup eling lan waspada (ingat dan selalu waspada) menjadi unsur penting dalam pemahaman tentang weton dalam kehidupan sehari-hari orang Jawa.''
 
 
'''Menyiapkan Bahan dalam Upacara Wetonan'''
 
Memasak nasi untuk dibuat ''tumpeng,'' banyaknya beras yang dimasak dikira-kira saja mencukupi untuk minimal 1 keluarga. Menurut Sumarni (Wawancara, 2 Desember 2015):
 
Setelah nasi matang lalu dicetak menggunakan ''kukusan'' agar berbentuk kerucut seperti ''tumpeng'', tapi sebelumnya dilapisi dulu dengan daun pisang agar nasi tidak menempel pada ''kukusan'' dan mengeluarkannya dari cetakanpun mudah.
 
Bahan lainnya yang dibutuhkan adalah sayuran. Sayuran yang dibutuhkan pada umumnya terdiri dari kacang panjang, kangkung, kubis, kecambah/tauge yang panjang, bayam, dll. Sayuran ini akan di buat ''keleman'' atau ''kulupan'' yang dimasak dengan cara direbus sampai matang hanya dengan air saja tetapi jangan sampai terlalu matang. Agar tidak terlalu matang atau teksturnya menjadi terlalu lembek, maka setelah diangkat langsung disiram dengan air dingin biasa, sehingga sayuran masih tampak hijau segar tetapi sudah matang. Kemudian membuat sambal ''kambil'' atau kelapa sebagai pasangannya.
 
Selanjutnya adalah membuat ''bothok'' dan ''pelas. Bothok'' ini dibuat dari tempe yang di potong-potong membentuk balok kecil-kecil lalu dicampur dengan daun ''brambang'' yang telah di iris-iris terlebih dahulu. Tidak lupa juga ditambahkan garam yang telah dihaluskan sebelumnya. Setelah selesai semuanya dibungkus dengan daun pisang lalu di masak. Untuk ''pelas'' dibuat dari kedelai yang ditumbuk halus, ditambahi garam lalu di bungkus seperti ''bothok'' dan di masak. Bahan terakhir adalah ''Jenang,'' menurut Sumarni (Wawancara, 2 Desember 2015):
 
''Jenang'' yang dimaksud adalah dua buah nasi putih yang dibuat membentuk sebuah gundukan dan di taruh dalam sebuah piring dimana yang satu dibiarkan nasi putih polos dan yang satunya diberi tambahan gula merah diatasnya.
 
Orang Jawa biasa menyebutnya sebagai ''jenang merah'' dan ''jenang putih.'' Setelah selesai ''tumpeng'' diletakkan dalam sebuah wadah, bisa berupa ''tampah'' atau ''leseran'' kemudian dikelilingi oleh sayuran dan ''bothok pelas.''
 
 
'''Prosesi'''
 
Tahapan pertama dari proses pelaksanaan ''Slametan Weton'' ini adalah orang yang paling tua di dalam keluarga biasanya kakek atau nenek akan membacakan niat atau do’a dalam bahasa jawa atau orang Jawa biasa menyebutnya ''ngujupne.'' Pembacaan niat ini berisi permintaan perlindungan kepada Yang Maha Kuasa, agar orang yang diperingati ''weton'' atau hari lahirnya diberi kesehatan lahir dan batin.
 
Tahap kedua adalah makan secara bersama-sama dengan anggota keluarga, menurut Sainem (Wawancara, 2 Desember 2015): ''“wong sing di ton’i kudu mangan jenang pethak supaya diparingi akas kewarasan saking Gusti sing kuasa”''
 
Sebelum makan bersama orang yang dibuatkan ''slametan weton'' harus memakan ''jenang'' putih agar diberi kesehatan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Baru kemudian setelah itu semua anggota keluarga makan secara bersama-sama.