Upacara Wetonan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 3:
Slametan Wetonan dalam kegiatan ini dilakukan pada saat hari lahir ketika 35 hari sekali. Bagi Masyrakat Jawa tradisi ini sangatlah perlu untuk mengena ''weton'' seseorang yang lahir, hal ini dilihat dari Kalender Jawa. Masyarakat Jawa perlu mengetahui tanggal, bulan dan tahun lahir, entah dilihat dalam kalender Masehi atau Kalender Jawa dikarenakan hal ini untuk melihat tanggal sebagai tanda Weton seseorang tersebut. Hari dan tanggal seseorang yang lahir dalam kalender Jawa atau disebut dengan weton ini terjadi ketika ''selapan'' hari. Masyrakat Jawa biasanya melakukan upacara wetonan ini ketika setelah pukul enam sore, hal ini berkaitan tentang kepercayaan masyarakat Jawa jika sistem penanggalan dilhat dari kalender sistem rembulan. <ref>{{Cite web|url=http://blog.iain-tulungagung.ac.id/pkij/2018/04/12/slametan-wetonan-dan-simbolnya-yang-hilang/|title=Slametan Wetonan dan Simbolnya yang Hilang {{!}} Institute for Javanese Islam Research|language=en-US|access-date=2019-04-27}}</ref>
Hari ulang tahun sama halnya dalam masyrakat Jawa disebut juga dengan istilah Wetonan, namun berbeda dengan hari ulang tahun yang diselenggarakan satu tahu sekali. Upacara Wetonan atau Slametan ini bisa terjadi dari 9 kali hingga 10 kali dalam setahun. Sesuai dengan paragraf sebelumnya jika tanggal wetonan terhitung dalam kalender sistem rembulan atau penanggalan jawa. Siklus dalam penanggalan Jawa ini berlangsung setiap 36 hari. Kelima hari di kalender Jawa terdiri dari Pon, Wage, Kliwon, Legi dan Pahing. Misalnya, akan ada Senin Wage, Selasa Wage, Selasa Legi dan seterusnya. Jika lahir pada hari Kamis Kliwon, Anda merayakan wetonan Anda setiap Kamis Kliwon, yang akan ada setiap 36 hari.
Orang Jawa percaya tiap weton memiliki karakteristik yang berbeda, mirip seperti zodiak Cina. Tradisi ini sudah ada sejak masa-masa sangat lampau dan didasarkan oleh kepercayaan Kejawen.
▲Orang Jawa percaya tiap weton memiliki karakteristik yang berbeda, mirip seperti zodiak Cina. Tradisi ini sudah ada sejak masa-masa sangat lampau dan didasarkan oleh kepercayaan Kejawen. Apa sajakah yang dilakukan pada saat perayaan wetonan? Ya.. setiap orang berbeda-beda. Ada yang merayakannya sendiri dengan cara meditasi, mengheningkan diri dan berdoa kepada Tuhan. Ada yang mengundang beberapa teman dekatnya, berdoa bersama dan menyantap makanan bersama. Kadang perayaan wetonan yang lebih besar adalah sebuah acara sosial di mana orang-orang berbagi cerita, saran, saling mendengarkan dan saling tertawa. Pada saat mereka berdoa, mereka mendoakan kelancaran hidup, kesehatan, rejeki, dan kebahagiaan untuk orang yang sedang merayakan wetonannya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa slametan wetonan adalah untuk menemui saudara yang berjumlah 9 yang lahir dari rahim ibu, ''kesatu sampai'' ''empat'' 1-4 menghadap kiblat, ''kelima dan keenam'' sedulur tuwo dan kawah putih (bayi lahir kedunia), ''ketujuh'' ari- ari, ''kedelapan'' raga, ''kesembilan'' Jiwa. untuk memperingat,mengenang hari kelahiran, bersyukur kepada Allah karena sudah diberi keselamatan dan kesehatan. ''Slametan wetonan'' merupakan rasulan, rasulan sendiri adalah bancaan atau slametan, yang terdiri dari golong dan tumpeng, pisang, ayam ingkung, gudangan yang terbuat dari sayuran dan pelas serta jenang abang, putih juga untuk ''sing momong jiwa, raga. Faktor internal'' dalam ''slametan'' ''wetonan'' yaitu mempertahankan adat istiadat, bersedekah, adanya kepercayaan jika tidak melakukan slametan wetonan akan terjadi hal yang buruk, untuk menjauhkan dari tolak bala atau musibah, keinginan untuk tetap sehat dan panjang umur, keinginan diberi kemudahan dalam mencari rejeki, keyakinan mendapatkan berkah, keyakinan bahwa dengan melakukan ''slametan wetonan'' akan memberi dampak positif dimana keyakinan ini dipengaruhi oleh pengalaman hidup masyarakat tentang slametan wetonan yang pernah dialami, dan merupakan bentuk rasa syukur yang merupakan wujud dari pengakuan akan adanya Tuhan YME dan ''faktor eksternal'' yaitu lingkungan sekitar yang mendukung yakni masyarakat sekitar masih mempertahankan ''slametan wetonan'' dan sering dilaksanakan pada bulan suro.
|