Upacara Wetonan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bagusypa (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Bagusypa (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 9:
Dalam sebagain masyarakat Jawa kuno atau masyarakat Jawa tradisional meyakini bahwa wetonan ini merujuk pada upacara atau slametan bagi menemui saudaranya yang berjumlah 9 yang terlahir dari rahim seorang ibu. Kesembilan itu yakni ''kesatu sampai'' ''empat'' menghadap kiblat, ''kelima dan keenam'' sedulur tuwo dan kawah putih (bayi lahir kedunia), ''ketujuh'' ari-ari, ''kedelapan'' raga, ''kesembilan'' Jiwa. Pada daerah-daerah tertentu upacara ini juga disebut dengan istilah rasulan yang memiliki arti Upacara Wetonan atau Slametan Wetonan. Upacara wetonan tidak hanya berdoa dalam permohonan keselamatan dan kelancaran dalam kehidupan kedepan, namun juga rasa syukur atas hari kelahiran yang diberikan dari Tuhan Yang Maha Esa dan memperingati kenangan akan hari kelahiran.
 
Dalam upacara wetonan terdapat beberapa sajian makanan yang umumnya di suguhkan bagi para tamu yang diundang dalam acara wetonan tersebut diantaranya terdapat tumpeng, pisang, ayam ingkung, gudangan yang terbuat dari sayuran dan pelas serta jenang abang, putih juga untuk ''sing momong jiwa, raga.'' Masyrakat suku Jawa memperingatin acara wetonan ini secara faktor internal sebagai sarana dalam melestraikan adat istiadat suku Jawa, walaupun beberapa masyrakat suku Jawa ada yang telah melupakan acara wetonan ini. Acara wetonan ini juga diartikan sebagai sarana untuk bersedekah. Terdapat juga suatu kepercayaan jika masyarakat suku Jawa tidak memperingati upacara wetonan maka akan terjadi suatu hal-hal yang tidak diinginkan seperti suatu hal yang buruk, dalam menjauhkan dari suatu kejadian buruk dan sebagai benteng atau tolak bala, maka masyrakat suku Jawa mengadakan acara wetonan. Namun seiring dengan perkembangan jaman dan perkembangan agama seperti dalam kalimat pada tujuan sebelumnya jika wetonan sebagai sarana untuk sedekah. Wetonan bagi masyrakat suku Jawa sebagai suatu faktor yang memiliki arti terhadap pengakuan adanya Tuhan Yang Maha Esa dikarenakan terdapat keyakinan dalam berdoa untuk memohon suatu kemudahan ataupun keselamatan dan keberkahan.
 
.
 
.
 
.
 
''Weton'' juga berkaitan dengan kosmologi Jawa. Dalam hal itu, Endraswara menggambarkan ''weton'' mempunyai hubungan dengan perhitungan hari (''numerology'') Jawa berjumlah tujuh, lalu disebut dengan ''dina pitu,'' dan ''pasaran'' berjumlah lima disebut ''pasaran lima.'' Atau sering disebut dengan ''dina lima dina pitu.'' Keduannya akan menentukan ''weton dina'' (hidupnya hari dan pasaran) (Endraswara, 2016: 103).
 
''Faktor internal'' dalam ''slametan'' ''wetonan'' yaitu mempertahankan adat istiadat, bersedekah, adanya kepercayaan jika tidak melakukan slametan wetonan akan terjadi hal yang buruk, untuk menjauhkan dari tolak bala atau musibah, keinginan untuk tetap sehat dan panjang umur, keinginan diberi kemudahan dalam mencari rejeki, keyakinan mendapatkan berkah, keyakinan bahwa dengan melakukan ''slametan wetonan'' akan memberi dampak positif dimana keyakinan ini dipengaruhi oleh pengalaman hidup masyarakat tentang slametan wetonan yang pernah dialami, dan merupakan bentuk rasa syukur yang merupakan wujud dari pengakuan akan adanya Tuhan YME dan ''faktor eksternal'' yaitu lingkungan sekitar yang mendukung yakni masyarakat sekitar masih mempertahankan ''slametan wetonan'' dan sering dilaksanakan pada bulan suro.
 
Kaitannya ''slametan wetonan'' dengan Allah, yang paling utama adalah sebagai ucapan rasa syukur terhadap Tuhan yang telah melimpahkan rejeki, keselamatan, kesehatan, dan sebagai sarana untuk memberikan sedekah kepada masyarakat sekitar, Walaupun ''slametan wetonan'' tidak ada dalam Hadist dan Alquran. Namun yang melaksanakan dan yang diundang beragama Islam karena islam tidak melarang umatnya untuk bersedekah. Asal mula slametan wetonan hanya berawal dari cerita- cerita dari para sesepuh dan para kyai- kyai. Meminta keselamatan tidak harus melalui slametan wetonan yang terpenting adalah doa kepada Allah.
 
''Weton'' juga berkaitan dengan kosmologi Jawa. Dalam hal itu, Endraswara menggambarkan ''weton'' mempunyai hubungan dengan perhitungan hari (''numerology'') Jawa berjumlah tujuh, lalu disebut dengan ''dina pitu,'' dan ''pasaran'' berjumlah lima disebut ''pasaran lima.'' Atau sering disebut dengan ''dina lima dina pitu.'' Keduannya akan menentukan ''weton dina'' (hidupnya hari dan pasaran) (Endraswara, 2016: 103).
 
Pada perayaan slametan, pasti identik dengan angka tujuh. Kenapa harus tujuh? Karena tujuh dalam arti Jawa ''pitu,'' mengandung sinergistas harapan akan mendapat ''pitulungan'' (pertolongan) Tuhan. Angka tujuh yang dimaksud dalam ritual ini seperti, bubur 7 rupa yaitu, bubur merah, bubur putih, bubur merah silang putih, bubur putih silang merah, bubur putih tumpang merah, bubur merah tumpang putih, dan ''baro-baro'' (bubur putih ditaruh ''sisiran'' (irisan) gula merah dan parutan kelapa secukupnya).