Nyalawena: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 15:
[[Legenda]] ini berkembang di masyarakat [[Sindangbarang, Cianjur|Sindangbarang]], [[Kabupaten Cianjur]]. Cerita ini diawali dengan kedatangan seorang yang mau bekerja di daerah [[Sindangbarang, Cianjur|Sindangbarang]]. Orang tersebut menurut masyaratakat bekerja tanpa mengenal waktu di daerah dekat pantai<ref name=":0" />. Dia tidak mengindahkan peringatan masyarakat agar berhenti dahulu ketika waktu [[salat]]. tidak bekerja pada [[hari Jumat]], dan jangan bekerja menjelang [[Magrib (disambiguasi)|magrib]]. Namu peringatan ini tidak dipedulikan oleh orang tersebut, sehingga pada suatu hari orang tersebut hilang tanpa bekas, dan yang tertinggal hanya sebuah ''pacul'' di [[sawah]]. Kejadian tersebut dipercaya oleh masyarakat [[Sindangbarang, Cianjur|Sindangbarang]] sebagai kejadian luar biasa, dan menghilangnya orang tersebut dipercaya telah dibawa ke Negara di bawah sagara laut untuk dijadikan pengawal [[Nyi Roro Kidul]] yang terkenal penguasa sebagai Ratu Pantai Selatan<ref name=":0" />.
 
Tokoh ''Si Pacul'' merupakan gambaran tentang seseorang yang tidak patuh terhadap [[Adat|aturan adat]]. Sebagai bentuk pengingat, maka masyarakat di [[Sindangbarang, Cianjur|Sindangbarang]] sering memberikan [[sesajen]] untuk ''Si Pacul.'' Oleh karena itu, masyarakat dan para pendatang ([[Wisatawan|wisatawa]]<nowiki/>n) diharapkan patuh terhadap adat di tempat tersebut dan jangan melanggaar aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh masyaraka tokoh adat. Karena sudah jelas, setiap yang melanggar pasti ada ganjarannya dan disetiap pelaksanaan Nyalawena tidak ada yang berani melanggar aturan-aturan yang ada di [[pantai Apra]], [[Sindangbarang, Cianjur|Sindangbarang]]<ref name=":1">{{Cite journal|last=Setiawan|first=Irvan|date=2009-06-01|title=MITOS NYI RORO KIDUL DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT CIANJUR SELATAN|url=http://ejurnalpatanjala.kemdikbud.go.id/patanjala/index.php/patanjala/article/view/248|journal=Patanjala : Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya|language=ID|volume=1|issue=2|pages=188–200|doi=10.30959/patanjala.v1i2.248|issn=2598-1242}}</ref>.
 
== Geografis ==
Nyalawena dilaksanakan di [[Pantai Apra]], Cianjur Selatan. [[Pantai Apra]] merupakan salah satu pantai yang terletak di [[Sindangbarang, Cianjur|kecamatan Sindangbarang]], Cianjur Selatan<ref>{{Cite web|url=http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=455&lang=id|title=Pantai Apra-Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat|website=www.disparbud.jabarprov.go.id|access-date=2019-04-28}}</ref>. Apabila patokannya dari [[Sindangbarang, Cianjur|Alun-Alun Sindangbarang]], jarak tempuhnya hanya berkisar 300 meter. Selain dari Alun-Alun Bandung[[Sindangbarang, Cianjur|Sindangbarang]], untuk menuju tempat ini ada beberapa alternatif dari berbagai rute. Bila berangkat dari arah [[Jakarta|Jakarta,]] jarak tempuhnya sekitar 150 km. apabila berangkat dari [[kota Bandung]], jarak tempuhnya 120 km. sedangkan, bila berangkat dari [[kota Cianjur]] jarak yang ditempuh sekitar 20 km. Para [[wisatawan]] biasanya datang ke [[Pantai Apra|patai Apra]] untuk [[berenang]], berjemur, olahraga pantai, atau sekadar menyalurkan hobi [[fotografi]] dengan objek pemandangan di sekitar [[pantai Apra]]. Selain digunakan untuk [[ritual]] adat ''Nyalawena,'' pantai ini juga terkenal sebagai tempat yang bersejarah. Pantai ini merupakan tempat terjadinya pemberontakan Angkatan Perang Rakyat Semesta (APRA). Selain bersejarah dan berbudaya, tempat ini juga menyimpan kekayaan yang sangat berpotensi bagi [[Indonesia]]. Potensi tersebut berupa [[pasir besi]] yang sangat banyak. [[Pasir besi]] yang terdapat di [[pantai Apra]] memiliki kualitas yang sangat baik, oleh karena itu disebutkan bahwa [[pantai Apra]] merupakan pantai yang sangat berpotensi. Latar belakang pelaksanaan Nyalawena sangat berhubungan dengan letak [[Geografi|geografis]] di sepanjang [[Pantai Apra|pantai Apra.]] Ombak di pantai Apra sangat tinggi, oleh karena itu meskipun masyarakat tinggal di daerah pantai jarang sekali yang berprofesi sebagai [[Nelayan|nelayan.]] Jumlah nelayan di tempat ini bisa terhitung. Jumlah perahunya pun masih ada satu. Masyarakat di sini lebih tertarik menjadi [[petani]] atau [[pedagang]]<ref name=":1" />. Cara melaut dan menangkap ikan masih menggunakan teknik [[Tradisi|tradisional]]. Mereka percaya bahwa [[pantai Apra]] sangat angker. Untuk para [[Pariwisata|wisatawan]] juga diharapkan berhati-hati karena posisi pantai yang curam<ref name=":0" />.
 
<br />