Inayatullah dari Banjar: Perbedaan antara revisi
[revisi terperiksa] | [revisi terperiksa] |
Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
Alamnirvana (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 102:
== Surat tanggal 23 Agustus 1636 ==
Sebuah surat dikirim ke Batavia oleh Sultan Inayatullah dari Martapura (Kesultanan Banjar).<ref>https://sejarah-nusantara.anri.go.id/id/search_letters/?ruler=Sultan%20Inayatullah</ref>
== Perang Anti VOC tahun 1638 pada Masa Sultan Inayatullah ==
Pada tanggal [[4 September]] [[1635]] telah dilakukan kontrak dagang antara VOC dengan kesultanan Banjar. Isi kontrak itu, antara lain, bahwa selain mengenai pembelian lada dan tentang bea cukai, VOC juga akan membantu kesultanan Banjarmasin untuk menaklukkan Pasir, dan melindungi Kesultanan Banjar terhadap serangan Mataram.
Namun kedatangan kapal Pearl Inggris di Banjarmasin, Tewseling dan Gregory tanggal [[17 Juni]] [[1635]] menambah masalah baru, sebab Inggris juga meminta diperbolehkan secara resmi, untuk ikut berdagang dan mendirikan loji, yang bagi VOC tentunya membahayakan eksistensinya di Banjarmasin.
Sultan memberi izin pada VOC membangun loji, sedangkan terhadap Inggris Sultan sangat marah. Hal ini disebabkan Inggris telah menghasut orang Makassar, agar menyerang Banjarmasin. Penolakan Sultan atas Inggris tidak seluruhnya disetujui kerabat istana Banjarmasin, sehingga menimbulkan klik-klik istana. Sebagian anggota Dewan Mahkota memihak Inggris seperti Pangeran Marta Sahary<ref>Pangeran Dipati Martasari bin Pangeran Mangkunagara bin Sultan Hidayatullah</ref>, Raja Kotawaringin<ref>Pangeran Dipati Anta-Kasuma bin Sultan Mustain Billah bin Sultan Hidayatullah</ref> dan Raja [[Kerajaan Tanjungpura|Sukadana]]<ref>Gusti Kesuma Matan atau Giri Mustika atau Sultan Muhammad Syaifuddin (1622–1665) menantu Pangeran Dipati Anta-Kasuma</ref>.
Klik pro Inggris ini bertambah besar karena didorong keinginan terhadap perdagangan yang bebas, sehingga sikap ini menyebabkan munculnya Contract Craemer Opperkoopman VOC yang memaksakan agar kontrak tahun [[1635]] tetap diberlakukan.
Pelayaran perdagangan Banjar ke Batavia diberi VOC surat pas, sedangkan ke Cochin Cina tidak diberikan meskipun Sultan Banjar memintanya. Keadaan ini menunjukkan sikap VOC telah memaksakan monopoli perdagangannnya, hingga tidak mengizinkan bagi pedagang Jawa, Cina, Melayu, Makassar untuk menjalankan perdagangannya dengan kesultanan Banjarmasin.
Ketika Contract Craemer menolak permintaan Sultan Banjar untuk mengirimkan lada ke Makassar, pecahlah perang anti VOC, pada tahun [[1638]]. Sebanyak 108 orang [[Belanda]], 21 orang [[Jepang]] dibunuh, dan loji VOC dibakar serta penghancuran terhadap kapal-kapal VOC. Peristiwa ini sangat merugikan VOC. Kerugian VOC ditaksir sebesar 160.000,41 real. Dalam hal ini hanya 6 orang Belanda di [[Martapura]] yang selamat, karena mau di-Islamkan secara paksa. Pembantaian terhadap orang-orang Belanda dan Jepang tersebut, selain dilatarbelakangi faktor ekonomi juga karena faktor perbedaan agama dan adat-istiadat orang-orang Belanda yang tidak beradaptasi dengan adat-istiadat di Banjarmasin. Dan juga perilaku VOC yang selalu ingin monopoli (bahasa Banjar : ''kuluh'') dalam perdagangan lada.
Taktik yang dilakukan kesultanan Banjarmasin untuk melepaskan diri dari politik VOC, dan menghindar dari pedagang-pedagang Inggris serta Portugis, menyebabkan hubungan Banjarmasin dengan Mataram menjadi normal kembali. Karena taktik tersebut, sehaluan dengan sikap Mataram yang anti terhadap para pedagang asing, khususnya VOC.
== Surat Belanda ==
Kejadian tahun [[1638]] sangat merendahkan martabat bangsa Belanda dan Belanda berusaha menghancurkan Kerajaan Banjar sebagai balas dendam terhadap pembantaian orang-orang Belanda tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan Belanda adalah menyebarkan surat kepada Raja-raja Nusantara yang selama ini bersahabat baik dengan Belanda.
Surat yang ditujukan kepada Raja-raja Nusantara itu berbunyi, antara lain isinya : Gubernur Jenderal dan Dewan Hindia (Raad van Indie) dengan ini memberitahukan kepada Raja-Raja Nusantara, terutama di daerah-daerah VOC menjalankan perdagangan, bahwa :
# Antara VOC dan Kerajaan Banjar pada tahun 1635 telah diadakan suatu kontrak dagang.
# Kontrak itu menyatakan diberikannya monopoli lada kepada VOC dengan penetapan harga 5 real sepikul dan bea cukai 7% untuk Sultan. Di Martapura dibuat sebuah loji yang dengan orang-orang VOC beserta barang dagangannya dibawah perlindungan Sultan. VOC mengerahkan sebuah kapal perang untuk menjaga muara sungai Banjar terhadap serangan Mataram.
# Bahwa Sultan telah melakukan tindakan mengingkari kontrak 1635 itu dengan tindakan kekerasan pada tahun 1635 menghancurkan loji di Martapura serta membunuh orang-orang Belanda serta merampas milik VOC 100.000 real.
# Karena itu VOC akan membalas dengan segala kekuatannya dan minta bantuan kepada raja-raja Nusantara yang bersahabat dengan dia, bukan menghentikan bantuan senjata saja, melainkan diminta pula agar raja-raja Nusantara ini melarang rakyatnya berdagang ke Martapura, sebelum kota itu menjadi puing-puing dan hancur berantakan dan dinasti raja-raja musnah. Barulah sesudah itu VOC akan berdamai dengan rakyat Kerajaan Banjar.
== Utusan ke Makassar ==
Tindakan Kerajaan Banjar dengan cara yang spesifik ini untuk melepaskan diri dari segala ikatan monopoli, dilanjutkan dengan usaha mengajak Sultan Makassar bekerjasama menghancurkan perdagangan Belanda. Sultan mengirim utusan ke Sultan Makassar dipimpin oleh nakhoda Bahong.
Belanda sangat marah atas tindakan Kerajaan Banjar ini, dan membuat maklumat yang ditujukan kepada Raja-Raja Nusantara yang disebut insinuasi mengenai pembunuhan orang-orang Belanda oleh Raja Martapura.
Kata-kata yang kasar dan kemarahan mendalam disebutkan dalam surat itu :
{{cquote|''...seperti pembunuh dan manusia binatang tetapi juga sebagai si kikir yang tak berperikemanusiaan dan perampok barang-barang milik orang asing. Darah mereka terbunuh menangis di muka Tuhan....sehingga mereka tidak mungkin berdamai, kecuali Martapura hanya tinggal tumpukan-tumpukan puing dan Sultan yang terkutuk itu dan turunannya diusir atau dibunuh oleh rakyatnya sendiri.''
|4
|5=}}
Kepada pemimpin ekspedisi penghukum Banjarmasin diberikan instruksi cara menyiksa yang seteliti-telitinya dan perintah itu ditutup dengan kalimat:
{{cquote|''Tuhan melindungi perjalanan tuan dan memberikan kemenangan atas penghianat-penghianat jahat itu Amin''
|4
|5=}}
== Ekspedisi Penghukuman I ==
[[Ekspedisi]] penghukuman atas Banjarmasin itu berupa [[blokade]] yang tak berarti dalam melakukan tugasnya. Mereka hanya menemukan dan menangkap [[27]] [[orang Banjar]] laki-laki dan perempuan yang tak mengerti persoalan [[politik]] dari perahu nelayan yang sedang berlayar. Orang-orang yang ditangkap inilah yang menerima instruksi penyiksaan itu dengan siksaan yang paling keji tak berperikemanusiaan sesuai dengan instruksi Batavia yaitu dengan membunuh dan menyiksa tanpa membedakan laki-laki, perempuan maupun anak-anak. Mereka disiksa dengan cara memotong hidung, telinga, tangan kanan, kaki kiri, mencungkil mata kanan, memotong sebagian lidah, memotong kelamin dan merampas yang dilakukan oleh awak kapal de Serpant. Setelah disiksa orang-orang ini dikirim ke darat, sehingga menimbulkan panik penduduk setempat.<ref>{{id}} Gusti Mayur, Perang Banjar, Rapi, 1979</ref>
== Ekspedisi Penghukuman II ==
Pada tahun [[1638]] itu pula VOC-Belanda mengirim ekspedisi penghukuman yang kedua dengan tugas yang sama, tetapi juga gagal karena perlawanan Kesultanan Banjarmasin cukup kuat. [[Tragedi]] [[pembantaian]] terhadap orang-orang Belanda ini terjadi pada masa pemerintahan Sultan Saidullah atau Ratu Anom ([[1637]]-[[1642]]). Ancaman Belanda terhadap [[Kesultanan Banjarmasin]], [[Kerajaan Kotawaringin]] dan [[Kerajaan Sukadana]], hanya tinggal ancaman belaka, Belanda tidak mampu berbuat lebih banyak. Kemudian Belanda mengubah taktik untuk menutupi kekalahannya dengan mengajukan tuntutan kepada [[Sultan Banjar]] sebesar 50.000 real sebagai ganti rugi atas tragedi tahun [[1638]] itu, namun ditolak [[Sultan]].
== Penghentian permusuhan ==
[[Berkas:Avandiemen.jpg|ka|jmpl|Antonio van Diemen]]
Karena beberapa cara yang dilakukan tidak berhasil, maka pada tahun [[1640]] [[Gubernur Jenderal]] [[Antonio van Diemen]] memerintahkan agar permusuhan dengan Kesultanan Banjar dihentikan.
Usaha Belanda mendekati Kesultanan Banjar dengan hanya menuntut 50.000 real sebagai ganti rugi kejadian tahun [[1638]] serta akan melupakan apa yang terjadi, sama sekali tidak mendapat layanan dari Kesultanan Banjar, sehingga akhirnya Belanda mengalah agar kontrak dagang yang lebih menitik-beratkan pada keuntungan dagang daripada lainnya, yang penting bagi Belanda hubungan dengan Kesultanan Banjar perlu dipulihkan agar lada kembali diperoleh.
Lebih-lebih Belanda merasa khawatir dengan kehadiran [[Inggris]] di [[Banjarmasin]], kalau Belanda tetap berpegang pada prinsip semula untuk menghukum Banjarmasin. Sikap lunak Belanda inilah yang menyebabkan Belanda berhasil membuat kontrak dagang dengan Kesultanan Banjar, pada [[18 Desember]] [[1660]]. Kontrak dibuat dan ditandatangani oleh sultan sendiri yang saat itu dijabat oleh [[Pangeran Ratu]] (Sultan [[Rakyatullah]]).
== Rujukan ==
|