Wildan Abdul Chamid: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 30:
Menginjak usia remaja, Wildan pertama kali nyantri di Pondok Pesantren Lirboyo yang diasuh oleh K.H. Mahrus Ali. Dikarenakan merasa kurang kerasan, tiga bulan kemudian beliau pindah ke Pondok Pesantren al-Fattah, Setinggil, Demak, asuhan K.H. Abdullah Zaini bin Uzair. Sebagaimana lazimnya tradisi santri, Wildan nyantri posonan atau mengaji di bulan Ramadan ke Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta, dibawah asuhan K.H. Ali Maksum. Namun justru pada bulan Ramadhan tersebut Kiai Abdullah Zaini bin Uzair wafat, dan akhirnya Wildan memutuskan untuk boyong kembali ke rumah.
 
Tak lama kemudian, Wildan diantar kakaknya KyaiKiai Achmad Abdulchamid untuk mondok di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, asuhan K.H. [[Bisri Mustofa]]. Uniknya, saat sowan, Kiai [[Bisri Mustofa]] bilang kepada K.H. [[Achmad Abdul Hamid Kendal]], ''adikmu opo kerasan mondok neng Rembang sing panase koyo neroko''? (Adikmu apa betah mondok di Rembang yang panasnya seperti neraka). Terbukti, justru di Leteh-lah Wildan betah menghabiskan waktu di pesantren selama kurang lebih 7 tahun.
 
Tidak seperti santri lainnya, tiap 3 bulan sekali, Wildan selalu disuruh pulang oleh Kiai [[Bisri Mustofa]], tujuannya tak lain agar ia berziarah ke makam abahnya (K.H. Abdulchamid). Alasan Kiai [[Bisri Mustofa]], agar Wildan menyadari bahwa ayahandanya adalah ulama besar, sehingga agar menambah motivasinya dalam menimba ilmu-ilmu agama. Bahkan Mbah [[Bisri Mustofa]] tak bosan-bosan selalu mengingatkan ke Wildan bahwa sosok K.H. Abdulchamid adalah seorang ulama besar. Diantara pepeling Kiai [[Bisri Mustofa]]; ''Kiai Jowo sing karangane Bahasa Arab angel digoleki salahe yo Abahmu'' (Kiai Jawa yang karangannya berbahasa Arab sulit ditemukan kesalahan sintaksis dan gramatikanya yaitu Abahmu), yang dimaksud Kiai [[Bisri Mustofa]] ialah karya ''magnum opus''-nya Kiai Hamid, Syarah Manaqib yang diberi nama ''Jawahirul Asani fi Manaqibi Syaikh Abdul Qadir al Jailani'' yang dicetak di Mesir, dimana sampai sekarang kitab tersebut dapat ditemukan di Perpustakaan Leiden, Belanda.