Huma Talun: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
←Mengganti halaman dengan '{{Sedang ditulis}} <br />'
Tag: Penggantian VisualEditor
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{Sedang ditulis}}'''Huma Talun''' adalah sistem [[Pertanian|pengelolaan pertanian]] yang masih diterapkan di [[masyarakat adat]] [[Suku Sunda]] [[Jawa Barat]]. Beberapa yang masih menggunakan sistem Huma Talun ketika mengolah dan mengurus [[pertanian]] yaitu [[masyarakat adat]] [[Baduy]] dan [[masyarakat]] Desa Kemang, [[Cianjur, Cianjur|Cianjur.]] Kata ''Huma'' berasal dari [[bahasa Sunda]] yang mempunyai arti [[Ladang|ladang.]] Ada beberapa sebutan bagi jenis ''huma,'' menurut [[masyarakat]] [[Baduy]]. Huma yang sudah lama ditinggalkan hingga tumbuh semak disebut ''reuma,'' sedangkan huma yang baru saja ditinggalkan disebut ''jami.'' [[Masyarakat adat]] percaya bahwa konsep mengurus [[ladang]] sangat erat kaitannya dengan sikap dan perilaku [[manusia]]. [[Masyarakat adat]] fokus menanam [[padi]]. Alasannya karena [[padi]] merupakan [[simbol]] tanaman yang mulia. Proses mengolah tanah dengan konsep huma, dipercaya bisa memberikan kesuburan bagi [[tanah]] dan menghindari [[Erosi|erosi.]] Dari proses pengelolaan [[pertanian]] dengan cara huma, juga merupakan bagian dari mitigasi bencana. [[Urang Kanekes|Orang Baduy]] sudah pandai memilih [[tanah]] agar [[tanah]] yang digunakan bukan lahan yang menyebabkan [[Tanah longsor|longsor]]. Selain memilih tanah, [[Orang Baduy]] juga membakar tanah untuk [[ladang]] dengan alasan agar menghindari [[Kebakaran|kebakaran.]]
{{Sedang ditulis}}
 
== Jenis Huma ==
<br />
[[Suku Baduy|Masyarakat Baduy]] mengenal beberapa jenis huma, yaitu:
 
* Huma Serang, yaitu lokasi ladang adat, sifatnya milik bersama dan terletak di [[Baduy Dalam]]. Daerah yang menjadi lokasi huma serang yaitu Cikeusik, Cikartawana, dan Cibeo.
 
* Huma Puun, yaitu ladang khusus untuk puun yang sedang menjabat. Puun adalah ketua yang dipercayakan di daerah tersebut. Letak ladang puun, berada sangat dekat dengan rumah puun.
 
* Huma Tangtu, merupakan [[ladang]] yang dikhususkan untuk keperluan [[masyarakat]].
 
* Huma Tuladan, yaitu yang dikhususkan untuk keperluan [[Tradisi|upacara adat]].
 
* Huma Panamping, yaitu ladang untuk [[masyarakat]] di daerah Baduy Panamping.
 
== Pengelolaan Tanah ==
Ketika memilih lahan untuk dijadikan ladang, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Hal yang harus diperhatikan itu yaitu, jenis tanah, kandungan humus, dan kemiringan lereng. Pertama mengenai jenis tanah, hal ini bisa dilihat berdasarkan warna, kandungan air, dan udara. Kedua, mengenai warna tanah. Warna tanah dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu ''taneuh hideung'' (tanah hitam), ''taneuh bodas'' (tanah putih), dan ''taneuh beureum'' (tanah merah).
 
== Tahapan ==
Dalam mengolah huma, ada beberapa tahapan yang harus secara rinci dilaksanakan secara turun-temurun. Sifatnya tidak boleh dihilangkan, harus secara urut dan tidak boleh diacak. Selalu ada upacara adat disetiap tahapannya. Hal dasar yang menjadi pantrangan ketika melaksanakan huma yaitu, merokok, kentut, meludah, berkata kasar, untuk laki=laki wajib menggunakan iket dan perempuan mengenakan kebaya. Tahapannya adalah sebagai berikut:
 
'''''Narawas,''''' adalah proses pembukaan dan suatu tanda bahwa huma akan dimulai. Narawas merupakan kegiatan pembukaan huma yang telah lama ditinggalkan. Kondisi huma pada tahapan narawas dipenuhi dengan rumput yang lebat ditambah pohon yang tumbuh sangat besar. Pelaksanaan Narawas dilaksanakan pada bulan Sapar atau hari pertama dalam penanggalan Baduy. Waktu pelaksanaan dari pagi hari hingga siang hari, atau sesuai arahan ketua adat ketika musyawarah. Tempat pelaksanaan dilakukan di huma serang. Tempat ini tidak bisa dipindahkan atau diganti. Ketua yang memipin pelaksanaan Narawas disebut ''girang seurat.'' Ketua ini ditetapkan langsung oleh ''puun.'' Pelaksanaan Narawas dimulai dengan pembacaan doa, acara kedua yaitu membersihkan huma yang sudah lama ditinggalkan dengan cara memotong rumput dan ranting pohon yang lebat.
 
'''''Nyacar''','' merupakan kegiatan kedua yang dilaksanakan setelah Narawas. Nyacar berasal dari bahasa Sunda yang berarti ''memotong.'' Kegiatan memotong di sini kelanjutan dari kegiatan membersihkan ladang ditahap awal. Tujuannya agar dahan yang semula panjang, setelah dibersihkan pada tahap ini bisa bersih dan mengering. Sebelum melakukan kegiatan Nyacar, harus mempersiapkan kemenyan dan sesajen karena akan digunakan sebagai media dalam upacara ini.
 
'''''Nukuh,''''' merupakan kegiatan ketiga dari runtuyan kegiatan mengolah ladang. Nukuh berasal dari bahasa Sunda yang berarti menebang pohon. Tujuan dari kegiatan ini yaitu, menebang pohon agar sinar matahari bisa memberi asupan untuk tanaman yang akan ditanam. Ketua yag memimpin kegiatan ini adalah puun.
 
 
Perlengkapan upacara yang dipersiapkan selain peralatan kerja yang berupa golok, juga sesaji. Sesaji yang disediakan terdiri atas congcot ’nasi yang dibentuk kerucut’, telur ayam, bungabungaan, kain kafan, pisau kecil, dan kemenyan. Acara diawali dengan meletakkan sesaji di sudut huma. Selanjutnya, pu’un membaca mantera di hadapan sesaji sambil memakan sirih. Setelah menyelesaikan pembacaan mantera, pu’un dan masyarakat Baduy yang hadir mulai melakukan pekerjaan menebangi pohon-pohon besar hingga pekerjaan selesai. Pekerjaan ini relatif menghabiskan waktu lama karena pohon-pohon besar ditebangi hanya menggunakan golok. Namun pekerjaan ini harus dilaksanakan sampai selesai. Sesaji yang dipersembahkan menunjukkan penghormatan kepada para dangiang atau para makhluk halus yang menempati pohon-pohon besar untuk tidak terusik dan tidak mengganggu kepada pengolah huma dan tanaman yang ditanam. Oleh sebab itu, perangkat sesaji merupakan kesenangan atau benda-benda yang disukai oleh para dangiang. Dari upacara ini terkandung makna konservasi menyeluruh terhadap semua pendukung kelangsungan ekosistem (Senoaji, 2012: 283).
 
== Mitos Padi ==
Penghargaan kepada tanaman padi erat kaitannya dengan mitos padi. Masyarakat Jawa Barat percaya bahwa tanaman padi merupakan perwujudan dari Nyi Sri atau Nyi Pohaci Sanghyang Asri atau Dewi Padi. Jenis penghormatan itu dimulai dari tahap mengurus ladang, panen, hingga padi bisa menjadi nasi. Sosok Nyi Pohaci Sanghyang Asri atau Dewi Padi sudah ada dan didokumentasikan dalam naskah Wawacan Sulanjana. Naskah itu bercerita, bahwa asal-usul padi berasal dari seorang Dewi yang sangat mulia bagi tokoh-tokoh yang dianggap mulia pula. Tokoh-tokoh yang dianggap mulia itu di antaranya, Batara Guru, Prabu Siliwangi, dan Semar. Hingga kini, mitos mengenai Dewi Padi telah menjadi kearifan lokal dan harus tetap dilestarikan