Tarian Pitu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 52:
== ''Si-Tempoan'' ==
''Si-Tempoan'' merupakan merupakan salah satu jenis peradilan adat ''Tarian Pitu'' yang berbentuk saling menyumpahi atau ''Menggata'' satu sama lain antar pihak yang berselisih. Sebelum dimulai, Penghulu [[Aluk Todolo]] melakukan sumpah dan doa terhadap dua pihak yang saling berselisih tersebut. Pelaksanaan peradilan ''Si-Tempoan'' mirip dengan pelaksanaan pengambilan sumpah dalam [[Pengadilan Negeri]]. Setelah selesai, kedua pihak akan mengucapkan sumpah dihadapan keluarga pihak masing-masing dengan ulangan dari arahan doa dan sumpah dari Penghulu [[Aluk Todolo]]. Adapun sumpah tersebut berbunyi sebagai berikut:{{sfnp|Bararuallo|2010|p=132a|ps=: "Sitempoan merupakan salah satu bentuk Tarian Pitu, dimana ada dua orang (pihak) yang sedang berselisih, setelah disumpah dan didoakan oleh Penghulu Aluktodolo, keduanya mengucapkan sumpah di hadapan seluruh anggota keluarga kedua belah pihak dan Penghulu Aluktodolo. Isi sumpah yang diucapkan lebih dahulu oleh Penghulu Aluktodolo lalu diulang oleh wakil kedua belah pihak yang sedang bersengketa (berselisih)."}}
 
{{cquote|''Puang Matua, Deata To Tallu Esunganna Tomembali Puang laun rimpi' na' lan Tangnga Padang sia tang laana pasitirona' kameloan sia kamananmanan sae lakona ketanggumpokadana' tang tongan anna... seterusnya''}}
 
Arti sumpah tersebut adalah sebagai berikut:
{{cquote|''Tuhan Sang Pencipta, Dewa Sang Pemelihara tiga serangkai dan Leluhur akan menghancurkan penghidupan dan akan mengutuk selama-lamanya kalau saya tidak berkata benar... dan seterusnya...''}}{{sfnp|Bararuallo|2010|p=132b|ps=: "Puang Matua, Deata To Tallu Esunganna Tomembali Puang laun rimpi' na' lan Tangnga Padang sia tang laana pasitirona' kameloan sia kamananmanan sae lakona ketanggumpokadana' tang tongan anna... seterusnya.<br/>Artinya,<br/>Tuhan Sang Pencipta, Dewa Sang Pemelihara tiga serangkai dan Leluhur akan menghancurkan penghidupan dan akan mengutuk selama-lamanya kalau saya tidak berkata benar... dan seterusnya..."}}
 
Ketika pengucapan sumpah tersebut harus disertai dengan tempo atau jangka waktu yang sudah disepakati kedua belah pihak yang tengah berselisih. Rentang waktu yang dipilih biasanya 3 (tiga) hari, 6 (enam) hari atau disebut sebagai ''Sang Pasa' '', 30 (tiga puluh) hari atau disebut sebagai ''Sang Bulan'', atau ''Sang Tahun'' yang rentang waktunya dihitung dengan waktu sekali panen. Ketika tempo yang ditentukan telah tiba, isi sumpah tersebut biasanya akan terjadi kutukan dari ''Tuhan, Deata, dan To Membali Pulang'' atau kematian salah satu pihak untuk membuktikan mana pihak yang salah dan mana pihak yang benar. Ketika salah satu pihak mendapatkan kutukan atau kematian, Ketua Adat segera mengumumkan pemenang dalam gugatan tersebut yang hasilnya sudah pasti mutlak. Biasanya sumpah dan doa yang dipanjatkan oleh Penghulu [[Aluk Todolo]] sudah terbukti terjadi pada kedua belah pihak yang tengah berselisih.<ref name{{sfnp|Bararuallo|2010|p=132-133|ps=: "buku1Ketika mengucapkan sumpah tersebut maka pengucap harus menyebutkan jangka waktu (tempo) yang sudah disepakati. Biasanya 3 (tiga) hari, 6 (enam) hari (sang pasa'), 30 (tiga puluh) hari (sang bulan), atau sang tahun (rentang waktu sekali panen). Setelah sampai waktunya dan terbukti terjadi sesuai dengan isi sumpahnya (ada yang mati atau mendapat kutukan dari Tuhan, Deata, dan To Membali Pulang), maka diumumkanlah pemenangnya. Umumnya apa yang diminta Penghulu Aluktodolo dalam sumpah dan doanya selalu terbukti (sudah banyak kejadian) terjadi kemudian."/>}}
 
Semenjak masuknya pengaruh dari eksternal [[Suku Toraja]] seperti pendudukan Hindia Belanda serta pengaruh Islam ke [[Tana Toraja]] mengakibatkan status peradilan ''Si-Tempoan'' ini berubah yang tadinya bersifat mutlak menjadi sebagai pembukti pernyataan saja karena rentan terhadap sumpah palsu untuk mengelabui masyarakat. Selain itu dinilai ''kejam'' karena masih terkena kutukan terus menerus. Saat ini peradilan ''Si-Tempoan'' tersebut dilakukan di pedalaman daerah [[Tana Toraja]] saja.<ref namedengan tata cara pengambilan sumpah mirip dengan tatacara pengambilan sumpah di Pengadilan Negeri.{{sfnp|Bararuallo|2010|p=133-134a|ps=: "buku1"c. Peradilan Sitempoan ini mulai mengalami perubahan sewaktu pengaruh-pengaruh dari luar Toraja masuk, karena dianggap terlalu kejam karena jikalau kalah dalm peradilan Sitempoan berarti kalah dua kali yaitu sudah korban dikalah lagi maka waktu pengaruh Islam mulai masuk dan kemudian datang lagi Pemerintah Hindia Belanda yang menyatakan bahwa pengambilan sumpah adalah hanya membuktikan kebenaran dan jikalau seseorang bersedia disumpah maka sumpahnya itu dipercaya dan ketidak benarannya sudah ditebus dengan pertarungan nyawanya dengan adanya sumpah itu.<br/>d. Karena peradilan sitempoan sudah berubah statusnya sejak beberapa puluh tahun di Tana Toraja maka peradilan ini tidak ditakuti lagi oleh masyarakat karena dianggap bahwa adlah jangan dikalah biarlah saja, namun ada pula akibat-akibatnya, dan terjadinya sumpah palsu menjadi-jadi.<br/>e. Pada peradilan Adat Toraja masih sering pula adanya pengambilan sumpah seseorang yang bersengketa tetapi pelaksanaannya sama dengan cara-cara pada Peradilan Negeri."}}
 
== ''Si-Rari Sangmelambi'' ==
''Si-Rari Sangmelambi'' merupakan merupakan salah satu jenis peradilan adat ''Tarian Pitu'' dalam bentuk perang yang dilaksanakan pada waktu subuh atau dalam [[Bahasa Toraja]] disebut sebagai ''Sirari Sang Melambi' atau Perang Sepagi''. Umumnya bentuk peradilan ''Si-Rari Sangmelambi'' dilakukan oleh Penguasa Adat atau Bangsawan yang berselisih paham dalam menentukan daerah kekuasaan masing-masing. Perang antar Penguasa Adat atau Bangsawan dimulai ketika ayam mulai berkokok sampai matahari mulai terbit. Peradilan ''Si-Rari Sangmelambi'' sering terjadi ketika [[Suku Toraja]] masih sering terjadi perang saudara dari tahun 1800 sampai datangnya pihak kolonial Belanda.<ref{{sfnp|Bararuallo|2010|p=133-134b|ps=: name"yaitu cara peradilan dalam bentuk perang yang dilakukan hanya pada pagi hari/subuh (Sirari Sang Melambi' - perang sepagi) dimanan yang bersengketa masing-masing mengumpulkan pengikut lalu mempersiapkan perang, yang biasanya dilakukan oleh dua orang Bangsawan atau Penguasa-Penguasa Adat, yaitu peperangan dengan menentukan batas Daerah dilakukan mulai pada waktu Ayam mulai berkokok dan berakhir setelah matahari mulai naik/terbit. ... Rari Sangmelambi' ini masih sering terjadi pada waktu masih berlangsungnya perang Saudara di Tana Toraja yaitu sebelum masuknya pemerintah Hindia Belanda yang berlaku antara kampung-kampung yang berdekatan."}}{{sfnp|Tangdilintin|2014|p=213|ps=: "buku1Rari Sangmelambi' itu sering terjadi pada waktu mulai berkecamuknya perang Saudara di Tana Tpraja yaitu sekitar tahun 1800 sampai pada datangnya Pemerintah Belanda"/>}}
 
Segala proses peradilan peperangan tersebut diawasi oleh Badan Pengawas Adat yang disepakati oleh kedua belah pihak. Pemenang peradilan ''Si-Rari Sangmelambi'' adalah pihak Penguasa Adat atau Bangsawan yang berhasil memasuki daerah lawannya. Selain itu, jika salah satu pihak Penguasa Adat atau Bangsawan terluka atau berdarah, maka Badan Pengawas Adat tersebut akan berteriak ''To' Do' Damo'' yang artinya sudah ada yang terluka atau berdarah. Jika sudah ada yang terluka atau berdarah maka peperangan akan selesai dan pihak yang kalah tersebut akan dinyatakan sebagai ''Talo Rari'' yang artinya kalah perang oleh Penguasa Adat dengan hasil keputusan mutlak tanpa gugatan pihak manapun.<ref name="buku1"/>