Peutron Aneuk: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 1:
'''Peutron Aneuk''' merupakan salah satu upacara daur hidup [[suku Aceh]] terhadap bayi yang baru lahir (disebut ''aneuk manyak''). Bayi dibawa keluar rumah lalu kakinya dijejakkan ke tanah untuk yang pertama kalinya{{Sfn|Gardjito, dkk|(2018)|p=144 : “Aneuk Manyak kemudian diberikan nama secara resmi saat upacara Bon nan ..."}}. Bermacam-macam sebutan untuk Peutron Aneuk, sebut saja ''Troen Bak Tanoeh'', ''Peutron Aneuk U Tanoh'', ''Peutron Aneuk Mit''<ref name=":0">{{Cite web|url=http://www.wacana.co/2015/08/upacara-turun-tanah-aceh/|title=Adat Peutron Aneuk, Upacara Turun Tanah Masyarakat Aceh|last=|first=|date=2 Agustus 2015|website=wacana|publisher=|access-date=20 Maret 2019}}</ref>'', atau Peugidong Tanoh'' bagi masyarakat [[Gampong]] Tokoh, [[Manggeng, Aceh Barat Daya|Kecamatan Manggeng]], [[Kabupaten Aceh Barat Daya]].{{Sfn|Ervina|(2017)|p=20 : “Adat peutron aneuk disebut juga dengan peugidong tanoh yang merupakan kebiasaan masyarakat Gampong Tokoh membawa anak turun ke tanah ..."}} Biasanya Peutron Aneuk dilaksanakan berbarengan dengan ''Geuboh Nan'' dan upacara [[Aqiqah|Aqīqah]]{{Sfn|Samad|(2015)|p=120 : “Kadang-kadang orang yang menghadiri upacara ini menyebut saja upacara peutron aneuk, artinya sudah mencakup ke tiga macam upacara tersebut. Upacara ini dilangsungkan pada bulan kedua atau ketiga umur bayi ..."}}.
 
Tidak hanya penyebutan, prosesi juga bisa berbeda-beda tiap daerah. Misalnya, pada Masyarakat Gampong Tokoh, bayi dibawa keluar rumah lalu diajak turun ke tanah lalu berkeliling sekitar rumah. Sedangkan pada masyarakat Gampong yang lain, seusai menjejakkan tanah, ada yang membawa si bayi ke [[Masjid|Mesjid]] untuk kemudian dimandikan{{Sfn|Ervina|(2017)|p=20 : “Adat peutron aneuk disebut juga dengan peugidong tanoh yang merupakan kebiasaan masyarakat Gampong Tokoh membawa anak turun ke tanah ..."}}. Pada pada masyarakat Gampong Kunyet boleh dibawa ke Masjid dan dishalawatkan{{Sfn|Majelis Duek Pakat Kemukiman Kunyet & Imuem Mukim Kunyet|(2013)|p=34 : “Kenduri peutron aneuk; b. Dilakukan dengan membawa si anak turun dari rumah kesuatu tempat yang dianggap suci, c. Boleh dibawah ke mesjid lalu di tempat tersebut anak dimandikan dan di shalawatkan ..."}}. Bahkan ada juga yang membawa bayinya ke kuburan (berziarah) yang dianggap keramat (mulia) di kampung itu atau ke kuburan terdekat. Mereka membawa sedikit bunga, kemenyan, dan sepotong kain putih untuk membungkus nisan makam yang diziarahi{{Sfn|Hoesein|(1970)|p=74 : “Pernah djuga baji itu dibawa kekuburan jang dipandang keramat (mulia) jang terdapat dikampung itu atau jang berdekatan ..."}}.
 
== Asal Usul ==
Peutron Aneuk (dan tradisi Orang Aceh lainnya) merupakan bagian dari unsur kebudayaan Hindu. [[Agama Hindu]] lebih dahulu masuk ke bumi Aceh ketimbang [[Islam|Agama Islam]]. Meski tidak berkembang sepesat Islam, namun keberadaan agama Hindu tetap saja turut mempengaruhi kebudayaan dan adat istadat asli orang Aceh. Beberapa tradisi orang Aceh asli yang berakulturasi dengan kebudayaan Hindu adalah tradisi ''Peusijuek,'' upacara ''Boh Gaca'' (memberi inai), ''Kanduri Blang'' (syukuran ke sawah), termasuk upacara Peutron Aneuk itu sendiri{{Sfn|Riezal, dkk|(2018)|p=149 : “Sehingga ada beberapa kebudayaan masyarakat Aceh yang berakulturasi dengan kebudayaan Hindu, seperti tradisi Peu sijuek (tepung tawari), upacara boh gaca (memberi inai), kanduri blang (syukuran ke sawah) dan acara peutron aneuk (turun anak) ..."}}''.''
 
Namun seiring masuknya [[Islam di Indonesia|Ajaran Islam]] ke bumi Serambi Mekah, Peutron Aneuk dalam pelaksanaan dan maknanya kini disesuaikan dengan ajaran-ajaran agama Islam. Implikasinya, segala upacara adat orang Aceh pasti dimulai dengan [[Basmalah|bismillah]]. Ada doa selamat dan lantunan [[Selawat|Shalawat]] kepada [[Muhammad|Nabi Muhammad SAW]]{{Sfn|Altas|(2017)|p=4 : “Namun masuknya islam ke Serambi Mekah upacara/ kepercayaan tersebut telah disesuaikan dengan nuansa keislaman. Segala sesuatu pekerjaan dimulai dengan bismillah dan doa selamat serta shalawat nabi ..."}}.
 
Upacara adat Peutron Anuek dipercaya Orang Aceh dilakukan turun-temurun sejak zaman pertengahan abad ke-13 Masehi, atau dimasa [[Kesultanan Samudera Pasai|Kesultanan Pasai]] (Kerajaan Islam Samudera Pasai) berkuasa. Diteruskan oleh [[Kesultanan Aceh|Kerajaan Aceh Darussalam]] (1496 - 1903), dan terus berlanjut hingga saat ini. Menurut catatan, [[Sultan Mansur Syah]]-Putri Raja Indra Bangsa pun turut melaksanan Patreun Aneuk, yakni ketika menyambut kelahiran bayi mereka yang dinamai [[Iskandar Muda dari Aceh|Sultan Iskandar Muda]] yang lahir pada tahun 1593 Masehi. Tentu saja upacara dilaksanakan dengan megah dan meriah. Prosesi tersebut lalu menginspirasi Orang Aceh sampai sekarang. Pada zaman itu jika bayinya laki-laki, biasanya meriam dibunyikan dnegan bersahut-sahutan. Para pendekar memotong tiga batang pisang dengan pedang. Aksi pendekar itu merupakan harapan agar si anak kelak menjadi orang yang pemberani, khususnya ketika berlaga di medan perang dan memiliki jiwa yang ksatria<ref name=":2">{{Cite web|url=https://news.okezone.com/read/2014/11/02/340/1060117/tradisi-peutroen-aneuk-ada-sejak-kerajaan-samudera-pasai|title=Tradisi Peutroen Aneuk Ada Sejak Kerajaan Samudera Pasai|last=Mardira|first=Salman|date=2 November 2014|website=okezone|publisher=|access-date=22 Maret 2019}}</ref>.
Baris 20:
 
== Persiapan ==
Sebelum Peutron Aneuk dimulai harus dilakukan persiapan yang matang. Pertama, keluarga yang punya hajatan mesti berembuk terlebih dahulu untuk menentukan kapan hari pelaksanaannya dan menentukan siapa saja yang diundang (''jak meuroeh''). Mereka lalu mempersiapkan bahan-bahan yang nanti digunakan saat prosesi Peutron Aneuk, [[Peusijuek|Peusijuk]] Cuko’ok Geuboh Nan, [[Peucicap]] seperti kelapa, batang pisang, tebu, pohon pinang dan juga pedang{{Sfn|Ervina|(2017)|p=44 : “Sebelum proses ritual peutron aneuk dilaksanakan, ada beberapa persiapan yang dilakukan oleh masyarakat Gampong Tokoh ..."}}. Hal lain yang perlu disiapkan adalah berbagai hidangan untuk disantap para undangan setelah acara inti selesai Bagi orang Aceh kebahagiaan orang tua bayi perlu turut dirasakan juga oleh para tamu yang hadir<ref name=":0" />.
 
Selanjutnya adalah mengundang kerabat dekat, tokoh-tokoh adat-agama, serta tetangga dan warga lainnya. Bisa juga diundang kerabat jauh bila memungkinkan, namun yang terpenting adalah kehadiran tua-tua adat. Hal ini mengingat mereka inilah yang nanti memimpin upacara Peutron Aneuk. Tetua Adat yang dimaksud biasanya merangkap sebagai pemuka agama Islam. Tetua Adat dipilih agar kelak si anak bisa mengikuti jejak-nya, bijak dan memahami Agama Islam<ref name=":0" />.
Baris 26:
Untuk diperhatikan biaya upacara atau kenduri Peutron Aneuk bisa mahal, bisa juga berbiaya murah. Hal ini tentu disesuaikan dengan kondisi kemampuan ekonomi orang tua yang bersangkutan{{Sfn|Hoesein|(1970)|p=74 : “Pada hari peutron itu diadakan kenduri, sesuai dengan tenaga keuangan dari fihak jang bersangkutan. ..."}}. Biasanya jika yang punya hajat adalah orang berada dan bayinya itu merupakan anak pertama, maka dipotonglah kerbau atau lembu{{Sfn|Ervina|(2017)|p=22 : “Bagi orang yang mampu biasanya jika yang di turun tanahkan anak pertama, maka biasanya diadakan upacara yang cukup besar dengan menyembelih kerbau atau lembu ..."}}. Jika keluarga bayi dengan kemampuan ekonomi biasa saja maka cukup dengan memotong kambing. Hewan yang dikurbankan ini berjenis kelamin laki-laki. Hewan-hewan itu disembelih, lalu dimasak bersama-sama dan dinikmati bersama-sama dengan para undangan saat acara kendurian{{Sfn|Gardjito, dkk|(2018)|p=144 : “Upacara Hakikah dilakukan dengan memotong kerbau atau kambing bagi orang yang mampu, sedang bagi yang kurang mampu memotong kambing saja ..."}}.
 
== Prosesi ==
Makna Peutron Aneuk secara luas adalah media untuk membangun tanggung jawab bersama terhadap tumbuh kembang si bayi<ref name=":4">{{Cite web|url=https://news.okezone.com/read/2014/11/02/340/1060103/makna-di-balik-peutroen-anuek-puecicap|title=Makna di Balik Peutroen Anuek & Puecicap|last=Mardira|first=Salman|date=2 November 2014|website=okezone|publisher=|access-date=21 Maret 2019}}</ref>. Upacara ini juga sebagai simbolisasi memperkenalkan lingkungan masyarakat kepada anak. Aceh merupakan tempat dimana Agama Islam dan adat menjadi dua pilar penting dalam kehidupan sosialnya. Tidak heran kebanyakan upacara adat orang Aceh mengandung unsur-unsur Islam, tidak terkecuali Petron Aneuk. [[Shalawat Nabi|Salawat Nabi]] (lagu-lagu islami), dan pembacaan [[Berzanji|Barzanji]] mengiringi bayi menuju tangga. Bayi digendong oleh [[Teungku]] Agam sambil memegang pedang.
Baris 39:
Peutron Aneuk biasanya dilaksanakan serentak dengan upacara ''Geuboh Nan'' (prosesi memberikan nama kepada bayi) dan upacara [[Aqiqah|Aqīqah]]. Hanya saja orang-orang yang menghadiri upacara tersebut terbiasa menyebutnya sebagai Peutron Aneuk, karena dianggap sudah mencakup ketiga upacara tadi{{Sfn|Samad|(2015)|p=120 : “Kadang-kadang orang yang menghadiri upacara ini menyebut saja upacara peutron aneuk, artinya sudah mencakup ke tiga macam upacara tersebut. Upacara ini dilangsungkan pada bulan kedua atau ketiga umur bayi ..."}}.
 
'''Geuboh Nan.''' Atau disebut juga Tradisi Boh Nan. Dilaksanakan serentak dengan upacara petron aneuk, juga aqīqah. Upacara ini dilangsungkan pada bulan kedua atau ketiga umur bayi dan biasanya bertempat di rumah nenek si bayi. Boh nan merupakan tradisi memberikan nama kepada si bayi. Seusai upacara peutron aneuk, nenek bayi mempersiapkan bahan-bahannya, dan ada kaitannya dengan upacara Peutron Aneuk dan upacara Aqīqah.
 
Nama yang diberikan biasanya bernuansa nama-nama yang Islami. Dengan nama islami tersebut diharapkan akan membawa keberkahan buat si anak. Dengan nama itu juga si bayi akan selalu dipanggil dengan doa yang baik. Menurut [[Abu Zakaria Muhyuddin an-Nawawi|Imam An Nawawi]] dalam Shahih Muslim nama-nama yang dianjurkan untuk nama bayi adalah Abdullah, Ibrahim, atau nama nabi-nabi lainnya. Boleh juga memberinya nama Abd al-Rahmān, atau nama-nama yang semakna dengan nama-nama tadi'''.''' Menurut Nabi Muhammad SAW, Allah SWT menyukai nama-nama tersebut<ref>{{Cite web|url=http://portalsatu.com/read/oase/fiqh-kelahiran-i-pentingnya-tahnik-peucicap-bayi-dalam-islam-38570|title=Fiqh Kelahiran (I): Pentingnya Tahnik (Peucicap) Bayi dalam Islam|last=El-Langkawi|first=Helmi Abu Bakar|date=|website=portalsatu|publisher=|access-date=25 Maret 2019}}</ref>.
Baris 53:
# {{Cite book|title=Ragam Kuliner Aceh: Nikmat yang Sulit Dianggap Remeh|last=Gardjito|first=Murdiati|publisher=Gadjah Mada University Press|year=2018|isbn=978-602-386-284-9|location=Yogyakarta|page=|ref={{sfnRef|Gardjito, dkk(2018)}}|last2=Santoso|first2=Umar|last3=Utami|first3=Nurullia Nur}}
# {{Cite journal|last=Samad|first=Sri Astuti A.|year=2015|title=Pengaruh Agama Dalam Tradisi Mendidik Anak Di Aceh: Telaah Terhadap Masa Sebelum Dan Pasca Kelahiran|url=https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/equality/article/view/783|journal=Gender Equality: Internasional Journal of Child and Gender Studies|volume=1|issue=1|pages=|doi=10.22646/jcgs.v1i1.783|ref={{sfnRef|Samad(2015)}}}}
# {{Cite book|title=Adat Atjeh|last=Hoesein|first=Moehammad|publisher=Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Atceh|year=1970|isbn=|location=Banda Aceh|page=|ref={{sfnRef|Hoesein(1970)}}}}
# {{Cite journal|last=Riezal|first=Chaerol|last2=Joebagio|first2=Hermanu|last3=Susanto|year=2018|title=Konstruksi Makna Tradisi Peusijuek Dalam Budaya Aceh|url=http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/index.php/jantro/issue/viewIssue/17/3|journal=Jurnal Antropologi (Jantro)|volume=20|issue=2|pages=|doi=|issn=2355-5963|ref={{sfnRef|Riezal(2018)}}}}
# {{Cite journal|last=Altas|first=Fakhrunnisa|year=2017|title=Tari Ratoeh Duek Perspektif Nilai Estetika Islam|url=https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/gesture/article/view/7203/6154|journal=Gesture: Jurnal Seni Tari|volume=6|issue=2|pages=|doi=10.24114/senitari.v6i2.7203|ref={{sfnRef|Altas(2017)}}}}
# {{Cite journal|last=Maulida|first=Rahmatul|year=2017|title=Rabu Nehah (Studi Etnografi tentang Larangan Turun Kesawan pada Masyarakat Gampong Paloh Kayee Kunyet Kecamatan Nisam|url=https://ojs.unimal.ac.id/index.php/AAJ/article/view/360|journal=Aceh Anthropological Journal|volume=1|issue=1|pages=|doi=10.29103/aaj.v1i1.360|ref={{sfnRef|Maulida(2017)}}}}
# {{Cite book|title=Ritual Peutron Aneuk Dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Masyarakat Di Gampong Tokoh Kecamatan Manggeng Kabupaten Aceh Barat Daya|last=Ervina|first=Intan|publisher=Fakultas Adab Dan Humaniora Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam|year=2017|isbn=|location=Banda Aceh|page=|ref={{sfnRef|Ervina(2017)}}}}
# {{Cite book|title=Sejuta Makna Dalam Peusijuk: Kenali Aceh, Kenali Peusijuk|last=Trisnawaty|first=Cut|publisher=PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia|year=2014|isbn=978-602-02-4676-5|location=Jakarta|page=|ref={{sfnRef|Trisnawaty(2014)}}}}
 
== Aturan Adat Mukim & Gampong ==