Lembaga Wali Nanggroe: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Teungku Ampon (bicara | kontrib)
k Penambahan Foto Istana dan Wali Nanggroe Aceh
Baris 31:
 
Sistem kepemimpinan monarkis ini yang berkelanjutan, dapat dimaknai sebagai kesinambungan perwalian sistem pemerintahan (turun temurun), meskipun pada masa [[Iskandar Muda dari Aceh|Sultan Iskandar Muda]] (1607-1636), ada perubahan dengan mengangkat [[Iskandar Tsani dari Aceh|Iskandar Tsani]] (bukan anaknya) untuk melanjutkan tugas-tugas kesultanan dan perkembangan selanjutnya pada era pemerintahan ke Sultanan Aceh berakhir, perkembangan sosiologis dari akhir kepemimpinan masyarakat Aceh, beralih kedalam suasana Negara Kesatuan Republik Indonesia, dimana wilayah Aceh menjadi salah satu Provinsi di dalamnya.<ref>{{Cite book|url=http://dx.doi.org/10.2307/j.ctt207g8bt.22|title=True False|publisher=OR Books|isbn=9781939293992|pages=101–111}}</ref>
[[Berkas:Malik Mahmud Wali Nanggroe.jpg|jmpl|335x335px|Paduka Yang Mulia [[Malik Mahmud|Teungku Malik Mahmud Al-Haythar]] Wali Nanggroe Aceh Ke-IX]]
 
Sejarah Aceh menjelaskan bahwa perang Aceh terjadi pada tanggal 26 Maret 1873. Pasukan Aceh dipimpin oleh [[Teungku Chik di Tiro|Tgk. Tjik DI Tiro Muhammad Saman bin Abdulla]]<nowiki/>h dan pasukan Belanda dipimpin oleh Jenderal [[Johan Harmen Rudolf Köhler|Johan Harmen Rudolf Köhle]]<nowiki/>r. Pasukan Belanda dapat dikalahkan oleh pasukan Aceh, dan Jenderal Kohler dihukum mati oleh Mahkamah Kerajaan Aceh.<ref>{{Cite book|url=http://dx.doi.org/10.2307/j.ctt207g8bt.22|title=True False|publisher=OR Books|isbn=9781939293992|pages=101–111}}</ref>
 
Baris 53:
 
Pada tahun 1902, Tgk Tjik Di Tiro Ubaidillah bin Muhammad Saman diangkat menjadi Wali Nanggroe ke-5. Tidak lama berkuasa, beliau pun syahid pada tahun 1905. Pada tahun 1905, Tgk Tjik Di Tiro Mahyiddin bin Muhammad Saman diangkat menjadi Wali Nanggroe ke-6 dan beliau syahid pada tanggal 11 Desember 1910. Pemangku sementara Wali Nanggroe adalah Tgk Tjik Ulhee Tutue alias Tjik Di Tiro Di Garot Muhammad Hasan, yang syahid pada tannggal 3 Juni 1911.
[[Berkas:Istana Wali Nanggroe.jpg|jmpl|343x343px|Gedung Istana / Meuligoe Wali Nanggroe]]
 
Wali Nanggroe Tgk Tjik Di Tiro Muaz bin Muhammad Amin, pada tanggal 4 Juni 1911 terjadi perang Alue Bout. Pasukan Belanda dipimpin oleh Kapten Smith dan pasukan Aceh dipimpin oleh Tgk Tjik Di Tiro Muaz bin Muhammad Amin. Kapten Smith menyerang 44 pasukan Tentara Negara Aceh dimana Tgk Tjik Di Tiro Muaz terdapat di dalam pasukan tersebut. Putra mahkota pantang menyerah dan akhirnya syahid bersama pasukannya. Kapten Smith menyatakan ; “''saya bangga sekali dapat membunuh putra mahkota Aceh, akan tetapi saya sangat malu sebab beliau pantang menyerah dan masih berusia muda belia”''. Pada tanggal 3 Desember 1911, Wali Nanggroe Tgk Tjik DI Tiro Muaz bin Muhammad Amin Syahid, pihak Belanda mengambil Surat Wali Nanggroe di dalam kupiah (tengkulok). Lalu, surat tersebut dibawa ke Belanda dan disimpan di [[Bronbeek|Museum Bronbeek]] Belanda.<ref>{{Cite journal|last=Clark|first=Ghahame|date=1974-12|title=Fyndrapporter 1969 (Rapporter över Göteborgs Arkeologiska musei Undersökningar 1968). 611
pages; ibid., 1970 (2 parts), 797 pages; ibid., 1971, 551 pages; ibid., 1972, 584 pages; ibid., 1973, 541 pages. Published by