Sarwanto Priadhi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Zigun x (bicara | kontrib)
k Pranala luar: fixing
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 3:
|name = Ir. Sarwanto Priadhi
|honorific-suffix =
|image = Ir. Sarwanto Priadhi.jpg
|caption =
|alt =
|office = DPDLSKD, PartaiJln. NasDemPakuwojo KabupatenGang Melati No.91, Sumberan Barat RT/RW : 03/02 Wonosobo Barat, Wonosobo, Jateng
|term_start = April 2011
|term_end =
|birthname =
Baris 14:
|death_date =
|death_place =
|party = [[PartaiNon NasDem]]partaisan
|spouse =[[Nurmayaktri]]
|spouse = [[Nurmayaktri]]
|children = Jasmine Shifa Pertiwi, Jasmine Mega Mawarni
|residence =
Baris 24 ⟶ 23:
|}}
 
'''''Sarwanto Priadhi'''''<nowiki/>''' '''terlahir sebagai anak ke 8 dari 10 bersaudara dari pasangan [[Soeratman Karto Soedarmo]] dan [[Sabarijah]]. Sarwanto lahir di [[Kabupaten Wonosobo|Wonosobo]], [[Jawa Tengah]], pada hari Rabu Pon tanggal [[21 April]] 1965, tepat pada peringatan [[Kartini|Hari Kartini]].
Sarwanto kecil menyelesaikan pendidikan sekolah dasar hingga sekolah menengah atas di Wonosobo, lantas melanjutkan kuliahnya di Fakultas Pertanian [[Universitas Jenderal Soedirman|Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)]] [[Purwokerto]]. Selama di bangku kuliah, Sarwanto menekuni aktivitas pergerakan mulai dari [[GMNI|organisasi kemahasiswaan (GMNI)]] hingga [[LSM|lembaga swadaya masyarakat (LSM)]].
 
Tahun 1992-1997, Sarwanto menekuni dunia pendidikan sebagai Pembantu Direktur [[Akademi Pertanian PGRI Wonosobo]]. Namun kemudian, Sarwanto melompat ke [[UBK|Universitas Bung Karno (UBK) Jakarta]] sebagai Kepala Biro Kemahasiswaan tahun 1998.
Dua tahun kemudian, dia memutuskan untuk kembali ke Wonosobo dan menekuni dunia jurnalistik melalui Tabloid POLES. Selanjutnya pada Pemilu 2004, Sarwanto terpilih sebagai Anggota DPRD Wonosobo dari Fraksi [[Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan|Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)]] periode tahun 2004-2009. Namun, seiring dengan dinamika kepartaian, Sarwanto lantas memutuskan untuk keluar dari PDIP dan membangun partai baru yaitu [[Partai NasDem]] di kabupaten Wonosobo (2011-sekarang2016). Kini, Sarwanto menyatakan tidak berpartai lagi dan kembali menekuni dunia lamanya yaitu dunia pergerakan sosial melalui Lembaga Studi Kebijakan Daerah (LSKD) dan Masyarakat Peduli Pelayanan Publik (MP3) Wonosobo.
 
<br />
 
 
 
Baris 33 ⟶ 36:
Sejak kecil, Sarwanto Priadhi memiliki hobby membaca. Kesukaan membaca ini bisa jadi oleh karena pengaruh faktor lingkungan keluarganya. Sekitar tahun 1970-1976, keluarganya membuka usaha penyewaan buku bacaan bernama Taman Bacaan Pelita Hati di rumah mereka tinggal. Sarwanto yang waktu itu masih berumur 5 tahun, menjadi terbiasa dengan situasi seperti itu. Sebelum bisa membaca, dia suka melihat gambar-gambar dalam majalah maupun komik.
Setelah masuk sekolah dasar, kemampuan membacanya berkembang sangat baik dibandingkan kawan-kawan seusianya. Mungkin hal itu karena bentukan situasi di dalam keluarganya yang setiap hari selalu bergumul dengan aneka buku bacaan. Pada dasarnya semua jenis buku bacaan disukai, namun buku tentang biografi tokoh-tokoh politik adalah yang paling disukainya, dan [[Soekarno]] adalah tokoh idolanya sejak kecil.
 
Saat menempuh pendidikan di bangku SMA (1981-1984), Sarwanto semakin menyukai politik. Dia ikuti perkembangan politik dari koran, radio, dan televisi. Hal ini tampak ketika musim kampanye Pemilu tahun 1982, dia nekat menyebarkan gambar partai di sekolah. Namun gambar partai yang dia sebarkan adalah gambar dari [[Partai Demokrasi Indonesia|Partai Demokrasi Indonesia (PDI)]] dan [[Partai Persatuan Pembangunan Pembangunan|Partai Persatuan Pembangunan Pembangunan (PPP)]]; padahal peserta Pemilu tahun 1982 ada tiga yaitu [[Partai Golongan Karya|Golongan Karya (Golkar)]], PDI, dan PPP. Alasannya tidak lain karena Sarwanto menganggap bahwa PDI dan PPP adalah partai yang tertindas sehingga perlu dibantu. Tidak hanya di situ, dia juga ikut menyebarkan pandangan politik [[Petisi 50]] yang saat itu dilarang oleh Pemerintah.
 
Memasuki masa kuliah, kegemaran berpolitik mendapatkan media yang tepat. Pada tahun 1987-1989, dia aktif dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) di Purwokerto, sebuah organisasi kemahasiswaan yang berhaluan nasionalis. Di dalam GMNI itulah, cara berpikir dan akses politiknya berkembang. Perkenalan dengan tokoh-tokoh politik baik lokal maupun nasional mulai terbentuk.
Pada tahun 1989, bersama kawan-kawannya mendirikan Lembaga Swadaya (LSM) Masyarakat Rama Duta yang bermarkas di [[Purbalingga]]. Melalui LSM ini, Sarwanto bergiat di pemberdayaan kaum marginal perdesaan, lingkungan hidup, dan advokasi.
Baris 40 ⟶ 45:
== Berjuang di Jalur Politik ==
Perjuangan politik secara formal dilakukan melalui kepartaian. Pada tahun 2000-2010. Sarwanto tergabung dalam kepengurusan DPC PDIP Kabupaten Wonosobo. Selanjutnya duduk sebagai anggota DPRD Wonosobo periode tahun 2004-2009, serta menjadi pimpinan [[Fraksi]] PDIP dan pimpinan Komisi E dan A.
Selama menjadi pengurus PDIP dan wakil rakyat, Sarwanto dikenal sebagai pekerja keras yang banyak gagasan dan kritis dalam melihat suatu kebijakan. Maka tidak heran jika kemudian Sarwanto dinilai telah banyak memberikan warna baru baik di partaianyapartainya maupun di lembaga legislatif.

Sarwanto juga berusaha mewujudkan dirinya sebagai “penyambung lidah rakyat”. Hal itu ditunjukkan dengan kedekatannya dengan masyarakat yang diwakilinya. Sarwanto selalu aktif mengunjungi konstituennya, dan juga setia menerima kunjungan para konstituennya di rumah kediaman Sarwanto tanpa kenal waktu. Artinya, dalam menerima konstituennya, Sarwanto tidak membatasi waktu. Kapan saja saja diterima.
 
Beberapa gagasannya diwujudkan dalam peraturan daerah yang dia susun dan dia ajukan sendiri ke DPRD Wonosobo, diantaranya adalah Peraturan Daerah Wonosobo Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Peraturan Daerah Wonosobo Nomor 3 Tahun 2009 tentang Partisipasi dan Transparansi.
Selama menjalankan mandat rakyat, Sarwanto dikenal sebagai anggota Dewan yang rajin, penuh ide, visioner dan bersih. Menurut Sarwanto, menjalankan tugas sebagai anggota Dewan itu berbeda dengan menjalankan tugas dalam bidang profesi lainnya. Sarwanto sadar bahwa tugas di Dewan adalah mandat rakyat maka dia berusaha memfokuskan diri pada perjuangan hak-hak rakyat. Oleh sebab itu, dia tidak tertarik untuk "bermain anggaran" ataupun "bermain proyek". Sarwanto menegaskan bahwa duit itu penting tapi integritas itu jauh lebih penting dan berharga dari sekadar duit.
 
Beberapa gagasannya diwujudkan dalam peraturan daerah (perda) yang dia susun dan dia ajukan sendiri ke DPRD Wonosobo, diantaranya adalah Peraturan Daerah Wonosobo Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Peraturan Daerah Wonosobo Nomor 3 Tahun 2009 tentang Partisipasi dan Transparansi. Kedua perda tersebut merupakan perda yang visioner oleh karena Sarwanto telah memprediksi bahwa dikemudian hari, penyelenggaraan pemerintahan modern akan mengarah pada model good governance dan clean government yang mendasarkan diri pada nilai-nilai partisipasi, transparansi dan kolabirasi.
 
Seiring dengan dinamika kepartaian, pada tahun 2011 Sarwanto memutuskan keluar dari keanggotaan PDIP dan membangun partai baru yaitu Partai NasDem di kabupaten Wonosobo. Di tangan Sarwanto, Partai NasDem bergerak sangat cepat dan mendapatkan respon positif masyarakat. Maka pada Pemilu 2014, Partai NasDem meraih 4 kursi di DPRD Wonosobo.
Hasil yang dicapai Partai NasDem bisa dibilang sangat baik untuk ukuran sebuah partai baru yang berumur 3 tahun. Namun hal yang menarik, Sarwanto justru tidak ikut serta dalam pencalegan karena ingin memberikan kesempatan pada kader-kader muda. Dia lebih memilih untuk fokus mengelola partai agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi pemenang pada pemilu selanjutnya. Namun pada tahun 2016, Sarwanto menyatakan mengundurkan diri dari aktivitas Partai NasDem dan kembali menekuni jalur gerakan sosial melalui Lembaga Studi Kebijakan Daerah (LSKD) dan Masyarakat Peduli Pelayanan Publik (MP3) Wonosobo.
 
== Memperjuangkan Lingkungan Hidup ==
Baris 51 ⟶ 62:
 
== Memperjuangkan Pendidikan ==
Pada tahun 1992-1997, Sarwanto berkarya pada Akademi Pertanian PGRI Wonosobo sebagai Pembantu Direktur dan Dosen. Kemudian, pada tahun 1998 dia berpindah ke Jakarta untuk membantu pendirian Universitas Bung Karno (UBK). Ketika UBK resmi berdiri, Sarwanto ditugaskan sebagai Kepala Biro Kemahasiswaan UBK. Namun sayangnya, pada tahun 2000 dia memutuskan berhenti dan kembali ke Wonosobo.
Setibanya di Wonosobo, aktivitasnya di dunia pendidikan dilaluinya dengan membentuk Forum Masyarakat Peduli Pendidikan (FMPP) Wonosobo pada tahun 2000. Lembaga ini dimaksudkan sebagai implementasi partisipasi masyarakat dalam pembangunan pendidikan. Lantas antara tahun 2002-2012, Sarwanto ditunjuk menjadi [[Pendidikan|pimpinan Dewan Pendidikan Kabupaten Wonosobo]]. Lembaga ini merupakan lembaga non pemerintah yang wajib diadakan di setiap daerah untuk membantu percepatan pembangunan pendidikan. Salah satu hal penting yang menjadi sumbangan Dewan Pendidikan Kabupaten Wonosobo adalah tersusunnya Rancangan Peraturan Daerah Wonosobo tentang Pendidikan, dimana Sarwanto menjadi ketua tim penyusunnya.
 
== Memperjuangkan Tani dan Buruh ==
Sesuai dengan basis akademiknya, Sarwanto sangat mencita-citakan sebuah kemajuan pertanian dan kemakmuran petani. Maka disamping melakukan transfer of knowlegde melalui jalur pendidikan formal Akademi Pertanian PGRI Wonosobo, Sarwanto juga aktif dalam membangun kekuatan organisasi petani. Oleh sebab itu, Sarwanto ikut terlibat dalam pendirian Serikat Petani Jawa Tengah (SPJT), Serikat Petani Kedu & Banyumas (Sepkuba), serta [[Federasi Serikat Petani Indonesia|Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI)]].
Sementara itu, di jalur perburuhan Sarwanto juga aktif memperjuangkan hak-hak buruh. Berbagai [[advokasi]] peruburuhan telah dilakukan di banyak daerah di Jawa Tengah. Sarwanto juga ikut membidani munculnya Serikat Buruh untuk Keadilan (SERBUK). Hasil perjuangan yang fenomenal adalah penyelesaian sengketa antara PT Dieng Djaja dengan 5.000 karyawannya. Dalam waktu kurang lebih 3 bulan Sarwanto telah bisa mnyelesaikanmenyelesaikan sengketa itu dengan terbayarnya gaji karyawan yang tertunda sebesar kurang lebih Rp.22,5 Milyar.
 
== Bersuara melalui Media ==