Sejarah Bali: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
Angayubagia (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Baris 71:
Ekspedisi Gajah Mada ke Bali dilakukan pada saat Bali diperintah oleh [[Kerajaan Bedahulu]] dengan [[Raja Astasura Ratna Bumi Banten]] dan Patih [[Kebo Iwa]]. Dengan terlebih dahulu membunuh Kebo Iwa, Gajah Mada memimpin ekspedisi bersama Panglima [[Arya Damar]] dengan dibantu oleh beberapa orang [[arya]]. Penyerangan ini mengakibatkan terjadinya pertempuran antara pasukan Gajah Mada dengan Kerajaan Bedahulu. Pertempuran ini mengakibatkan raja Bedahulu dan putranya wafat. Setelah [[Pasung Grigis]] menyerah, terjadi kekosongan pemerintahan di Bali. Untuk itu, Majapahit menunjuk [[Sri Kresna Kepakisan]] untuk memimpin pemerintahan di Bali dengan pertimbangan bahwa Sri Kresna Kepakisan memiliki hubungan darah dengan penduduk Bali Aga. Dari sinilah berawal [[wangsa Kepakisan]].
 
=== Periode Kerajaan Gelgel ===
Karena ketidakcakapan Raden Agra Samprangan menjadi raja, Raden Samprangan digantikan oleh [[Dalem Ketut Ngulesir]]. Oleh Dalem Ketut Ngulesir, pusat pemerintahan dipindahkan ke Gelgel (dibaca /gɛl'gɛl/). Pada saat inilah dimulai Periode Gelgel dan Raja Dalem Ketut Ngulesir merupakan raja pertama. Raja yang kedua adalah [[Dalem Watu Renggong]] (1460—1550). Dalem Watu Renggong menaiki singgasana dengan warisan kerajaan yang stabil sehingga ia dapat mengembangkan kecakapan dan kewibawaannya untuk memakmurkan Kerajaan Gelgel. Di bawah pemerintahan Watu Renggong, Bali (Gelgel) mencapai puncak kejayaannya. Setelah Dalem Watu Renggong wafat ia digantikan oleh [[Dalem Bekung]] (1550—1580), sedangkan raja terakhir dari zaman Gelgel adalah [[Dalem Di Made]] (1605—1686).
 
=== ZamanPeriode Kerajaan Klungkung ===
[[Kerajaan Klungkung]] sebenarnya merupakan kelanjutan dari Dinasti Gelgel. [[Pemberontakan]] [[I Gusti Agung Maruti]] ternyata telah mengakhiri Periode Gelgel. Hal itu terjadi karena setelah putra Dalem Di Made dewasa dan dapat mengalahkan I Gusti Agung Maruti, istana Gelgel tidak dipulihkan kembali. Gusti Agung Jambe sebagai putra yang berhak atas takhta kerajaan, ternyata tidak mau bertakhta di Gelgel, tetapi memilih tempat baru sebagai pusat pemerintahan, yaitu bekas tempat persembunyiannya di Semarapura.