Perang Pacirebonan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 22:
Pembawaan Jacob Corneliszoon van Neck dan rekan-rekannya dikatakan berbeda oleh masyarakat Banten, sikapnya yang mudah membawa diri membuatnya diizinkan untuk bertemu dengan Sultan Abdul Mufakhir yang ketika itu masih berumur sekitar 2 tahun, Jacob Corneliszoon van Neck kemudian memberi sebuah piala berkaki emas sebagai hadiah untuk Sultan dan tanda persahabatan.
 
Pada tahun 1602, ''Patih'' Jayanegara meninggal dunia, posisi ini kemudian digantikan oleh adiknya, namun dia dipecat pada 17 Nobermber 1602 dengan alasan berkelakuan tidak baik, ibunda sultan yaitu Nyi Gede Wanogiri kemudian menikah dengan seorang bangsawan keraton yang bernama Pangeran Camara, dia mendesak agar suami barunya itu diperkenankan menjadi wali bagi Sultan Abdul Mufakhir<ref name=Djajadiningrat1>Djajadiningrat, Hosein. 1983. Tinjauan Kritis Tentang Sajarah Banten: Sumbangan Bagi Pengenalan Sifat-Sifat Penulisan Sejarah Jawa. [[Jakarta]] : Djambatan<djajadiningrat/ref>, setelah suami barunya ini menjadi wali Sultan, dia membuat berbagai perjanjian dagang dengan para pedagang asing, wali Sultan yang baru ini juga dituduh menerima suap sehingga perjanjian dagang yang dibuatnya cenderung menguntungkan beberapa pihak saja ketimbang kesultanan pada umumnya, banyak rakyat Banten dan para pejabat tidak puas dengan keadaan ini ditambah banyak keributan di wilayah [[kesultanan Banten]] yang diprakarsai oleh para pedagang asing yang berpihak pada para pedagang Belanda atau Portugis.
 
Keberadaan ''Patih'' sudah tidak dihiraukan oleh pejabat wilayah [[kesultanan Banten]] sehingga dikatakan bahwa kekuasaan ''Patih'' yang sekaligus adalah suami dari Nyi Gede Wanogiri hanya terbatas pada keraton dan wilayah sekitarnya saja. Pada tahun 1604 terdapat insiden ditahannya sebuah ''Jung'' ([[bahasa Indonesia]] : Kapal) dari [[Johor]] oleh Pangeran Mandalika (anak dari Pangeran Maulana Yusuf), seruan ''Patih'' untuk melepaskan ''Jung'' tersebut tidak dihiraukan, bahkan Pangeran Mandalika bersekutu dengan para pangeran lain dan orang-orang yang menentang kekuasaan ''Patih'', mereka kemudian membuat benteng pertahanan di luar kota, masalah ini kemudian dapat diseleseikan dengan penyerangan ke benteng pertahanan Pangeran Mandalika oleh Pangeran Jayakarta yang dibantu oleh Inggris pada tahun 1605, ketika Pangeran Jayakarta datang ke Banten bersama pasukannya untuk menghadiri acara ''khitanan'' Sultan Abdul Mufakir Abdul Kadir pada saat itu ''Patih'' meminta bantuannya, akhirnya perjanjian damai dilakukan antara [[kesultanan Banten]] dengan kubu Pangeran Mandalika, dikatakan bahwa mereka diharuskan meninggalkan wilayah [[kesultanan Banten]] selambatnya 6 hari dan hanya boleh diikuti oleh 30 orang anggota keluarga<ref name=Djajadiningrat1/>