Adaik basandi syarak: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 1:
'''''Adaik basandi syarak''''' ({{lang-id|Adat yang bersendikan [[syariat]]}}) adalah salah satu prinsip utama yang mengatur [[adat Minangkabau]].<ref>Benda-Beckmannn, Franz, dan Keebet von Benda-Beckmannn. "[https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/07329113.2006.10756604 Changing one is changing all: Dynamics in the Adat-Islam-State Triangle]." ''The Journal of Legal Pluralism and Unofficial Law'' 38.53-54 (2006): 239-270.</ref> Prinsip ini dilahirkan selepas terjadinya [[Perang Paderi]] melalui sebuah perjanjian yang dikenal dengan nama [[sumpah setia di Bukit Marapalam]] yang disepakati oleh ''[[tigo tungku sajarangan]]'', yaitu tiga unsur pemegang kekuasaan tradisional dalam masyarakat Minangkabau: ''niniak mamak'' (pemuka adat), ''[[ulama|alim ulama]]'', dan ''cadiak pandai'' (cendekiawan).
 
''Adaik basandi syarak'' mengatur bahwa seluruh adat yang digunakan oleh masyarakat Minangkabau harus "bersendikan" kepada syariat [[Islam]], yang pada gilirannya didasarkan pada [[al-Quran]] dan [[Sunnah]] (''syarak basandi Kitabullah''). Versi yang lebih lengkap dari doktrin ini juga memuat fakta historis bahwa Islam tiba di wilayah Minangkabau melalui laut dan bertemu dengan pengaruh adat di tanah tinggi (''syarak mandaki adaik manurun'').
 
== Pada ''kaba'' Minangkabau ==