Ajaran Kant tentang Allah ditemui dalam hukum moralnya melalui beberapa tahap: 1. Allah adalah suara hati, 2. Allah adalah tujuan moralitas, 3. Allah adalah pribadi yang menjamin bahwa orang yang bertindak baik demi kewajiban moral akan mengalami kebahagiaan sempurna.<ref name="Tjahyadi"/>
Menurut Kant ada tiga jalan untuk membuktikan adanya Allah di luar spekulasi belaka, dan hal ini dimungkinkan:
* dimulai dari menganalisamenganalisis pengalaman kemudian menemui kualitas dari ''sense'' dunia kita, lalu meningkat menjadi bukum kausalitas mencapai penyebab di luar dunia.<ref name="Allen"/>
* berdasar hal pertama, kita masih pada tataran [[pengalaman]] yang tidak bisa dijelaskan.<ref name="Allen"/>
* di luar konsep-konsep itu, manusia memiliki a priori dalam rasionya, dan itu menjadi penyebab yang memang ada.<ref name="Allen">{{en}}Diogenes Allen and Eric O. Springsted., ''Primary Readings in Philosophy for Understanding Theology'', USA: John Knox Press, 1992</ref>
Lalu dari usaha dari pengalaman dianalisadianalisis dengan a priori (pemikiran awal sebelum membutktikan sesuatu) dalam otak kita, kita membagi tiga bentuk definisi atas pengalaman; [[Psikologi]]-[[teologi]], [[kosmologi]] dan [[ontologi]].<ref name="Allen"/> Dari hal yang dialami (empiris) menuju [[transendensi]]; bahwa manusia hanya akan ber[[praduga|spekulasi]] saja.<ref name="Allen"/> Kritik Kant terhadap Thomas Aquinas juga mengenai hal-hal spekulatif, padahal Allah nyata adanya.<ref name="Allen"/> Di sini Kant kemudian mengakui bahwa Allah sebagai pemberi [[a priori]] dan pengalaman itu sendiri tidak terdapat dalam baik pengalaman maupun a priori, namun melampaui hal itu.<ref name="Allen"/> Maka Kant sangat terkenal dengan kata-katanya '"[[Langit]] ber[[bintang]] di atasku dan hukum [[moral]] di dalam [[batin]]ku"''.<ref name="Allen"/> Di sinilah iman diperlukan, sebab Allah pada kenyataannya tidak bisa dibuktikan hanya dengan pengalaman [[indra]]wi semata.<ref name="Allen"/> Allah melampaui hal-hal rasio murni.<ref name="Allen"/>
=== Hegel (1770-1831) ===
=== Sigmund Freud ===
[[Berkas:Sigmund Freud.jpg|jmpl|120px|Sigmund Freud, mencari Tuhan dari psikoanalis]]
Filsafat Ketuhanan dalam pandangan [[Sigmund Freud]] dengan terori psikoanalisnya dimulai dengan pertanyaan, "Apakah kepercayaan akan Allah dapat dipertanggungjawabkan?"<ref name="Huijbers"/> Hal ini berawal dari analisanyaanalisisnya tentang perkembangan manusia yang mempercayai agama yang terkadang tidak mencari kebenaran-kebenaran di dalamnya.<ref name="Huijbers"/> Manusia yang hanya menerima begitu saja agama-agama yang diajarkan kepadanya.<ref name="Huijbers"/> Ide Allah hanyalah ilusi, namun begitu dibutuhkan manusia seperti seorang manusia yang membutuhkan seorang bapak yang melindunginya.<ref name="Huijbers"/> Namun Freud mengajukan pertanyaan selanjutnya, "Apakah agama benar-benar baik bagi manusia?"<ref name="Huijbers"/> Jawabannya adalah ambigu.<ref name="Huijbers"/> Yang ditekankan olehnya adalah seharusnya manusia bertanya akan imannya sehingga dia tidak terjebak dalam bentuk-bentuk infantil dan neurotis.<ref name="Huijbers"/> Pendk kata, Freud tidak memperdebatkan realitas Allah, namun lebih mengupas ilusi palsu kesadaran manusia.<ref name="Huijbers"/> Karena bertanya, maka sesungguhnya penjelasan yang dikemukakan agama tidaklah memadai, Allah tidak bisa dijelaskan dalam intelektual, sehingga perlu ditolak juga.<ref name="Huijbers"/> Terlebih lagi jika dicari manfaatnya, agama hanya sebagai penghambat perkembangan pribadi, maka harus pula ditolak.<ref name="Huijbers"/>
=== Friedrich Nietzsche (1844-1899) ===
|