Peramalan komunikasi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (- di tahun + pada tahun)
LaninBot (bicara | kontrib)
k analisa → analisis
 
Baris 1:
{{Orphan|date=Oktober 2016}}
 
'''Peramalan''' '''komunikasi''' merupakan sebuah proses memprediksi masa depan di bidang komunikasi berdasarkan data-data yang didapatkan di masa sekarang, serta menggabungkannya dengan analisaanalisis tren yang sedang terjadi. Definisi peramalan sendiri dekat dengan kata prediksi, hanya berbeda pada pengaplikasian bahasanya. Secara umum, peramalan dilakukan dengan memperhatikan data dan metode, seperti Metode Delphi, Analisis Skenario, Metode Kualitatif vs. Kuantitatif, Metode Prasangka, dan lain-lain. Pada intinya, peramalan atau prediksi menjelaskan tentang risiko and ketidakpastian. Diperlukan pengaplikasian metode yang baik untuk mengindikasikan level ketidakpastian ini di dalam sebuah peramalan komunikasi. Data yang didapatkan harus data yang terbaru agar menghasilkan ramalan yang seakurat mungkin.<ref>Armstrong, S., Green, K. C., & Graefe, A. (2010). Answers to Frequently-Asked Questions (FAQ). Forecasting Principles. http://www.forecastingprinciples.com/index.php/faq diakses pada 17 September 2015</ref>
 
Seperti yang disebutkan di atas, ada beberapa metode peramalan komunikasi yang sering digunakan. Dua diantaranya adalah Metode Delphi dan Analisis Skenario
 
== Metode delphi ==
Terdapat salah satu metode yang dapat menganalisamenganalisis probabilitas kondisi [[teknologi komunikasi]] yang mungkin muncul di masa depan beserta bagaimana penerimaan masyarakat terhadap teknologi tersebut, yaitu Metode Delphi. Metode Delphi sederhananya berprinsip bahwa, “Pendapat sekelompok individu dinilai lebih akurat dari perorangan.” Maka metode Delphi dapat dipahami sebagai sebuah teknik atau metode komunikasi terstruktur, yang awalnya dikembangkan sebagai metode peramalan yang sistematis dan interaktif, yang mengacu pada sebuah panel yang terdiri dari para responden.<ref>Dalkey, N. & Helmer, Olaf. (1963). An Experimental Application of the Delphi Method to the Use of Experts. Management Science 9 (3)</ref> Para responden dipilih oleh fasilitator atau pemimpin panel. Kemudian para responden tersebut diminta untuk menjawab kuisioner dalam dua ronde atau lebih. Di akhir setiap ronde, fasilitator akan menjelaskan kesimpulan dari ronde sebelumnya beserta argumentasi yang menguatkannya. Proses tersebut akan menghasilkan jawaban yang lebih terarah dan tertuju pada jawaban yang tepat. Jika dirasa cukup, fasilitator dapat menyudahi panel, dengan alasan-alasan sebagai berikut. Pertama, jika dirasa jumlah ronde sudah memenuhi syarat (dua ronde atau lebih). Kedua, telah tercapainya sebuah konsensus. Ketiga, telah terdapat stabilitas hasil panel. Atau yang terakhir, apabila hasil mean dan median dari ronde terakhir telah menunjukkan tercapainya hasil.<ref>Rowe, G. & Wright, G. (1999). The Delphi Technique as A Forecasting Tool: Issues and Analysis. International Journal of Forecasting, Volume 15, Issue 4</ref>
 
Sedikit melihat sejarah, metode Delphi ini awalnya dikembangkan di masa [[Perang Dingin]] oleh Amerika Serikat, yang bermaksud meramalkan pengaruh teknologi dalam peperangan.<ref>Cornish, Edward. (2007). How The Futurist was Born. Bethesda, MD: World Future Society.</ref> Metode Delphi dilakukan atas saran Jenderal Henry H. Arnold yang hasilnya untuk dilaporkan pada U.S. Army Air Corps, agar diciptakan sebuah teknologi di masa depan yang bisa diadopsi militer. Para responden waktu itu diminta pendapatnya atas landasan probabilitas, frekuensi, dan kemungkinan intensitas serangan musuh. Responden lain memberikan pendapat, hingga tercapailah konsensus.
Baris 15:
Skenario dapat dideskripsikan sebagai situasi yang mungkin terjadi di masa depan, termasuk arah-arah perkembangan yang membawa kita menuju situasi tersebut. Skenario tidak dimaksudkan dibuat untuk merepresentasikan deskripsi pasti atas masa depan, namun lebih kepada tujuannya memberi gambaran atas elemen-elemen utama dari posibilitas di masa depan, dan untuk menggambarkan faktor kunci apa saja yang menjadi perhatian kita guna menuju perkembangan di masa depan. Banyak para analis skenario menegaskan bahwa skenario adalah konstruksi hipotesis yang tidak untuk diklaim sebagai representasi realitas.<ref name="Kosow, Hannah 2008">Kosow, Hannah. & Gabner, Robert. (2008). Methods of Future and Scenario Analysis: Overview, Assessment, and Selection Criteria. Bonn: DIE Research Project “Development Policy: Questions for the Future”.</ref>
 
Pertama kali analisis skenario digunakan adalah pada tahun 1950-an, dimana metode ini digunakan untuk mengembangkan skenario dalam konteks perencanaan strategi militer. Lalu pada akhir 1960-an, beberapa perusahaan mulai menggunakan metode analisis skenario untuk konteks pengembangan masa depan energi mereka. Hingga hari ini, skenario digunakan di semua konteks analisaanalisis. Biasanya digunakan untuk aplikasi perencanaan strategi perusahaan, perencanaan pembangunan lahan, konsultasi politik, sampai untuk skenario global atas energi bahkan perubahan iklim di masa depan. Teknik-teknik analisis skenario pun berkembang sesuai kebutuhan aplikasinya. Teknik-teknik tersebut dibagi lagi berdasarkan karakteristik dasarnya (eksploratif vs. normatif, kuantitatif vs. kualitatif), berdasarkan cakupan skenarionya (geografikal, kronologikal, dan tematik), serta berdasarkan kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas skenario.<ref name="Kosow, Hannah 2008"/>
 
== Hasil prediksi ==
Baris 36:
Kaitannya dalam konteks sosial, proses belajar itu pun serupa. Masyarakat mengadopsi sebuah teknologi komunikasi diawali dengan memperhatikan orang lain. Namun perilaku memperhatikan itu bisa juga membuat mereka tidak jadi mengadopsinya. Untuk itu, dalam teori kognitif sosial ini ada yang disebut sebagai ''reinforcement'' (penguatan) dan ''punishment'' (ganjaran). ''Reinforcement'' dan ''punishment'' menjadi faktor yang menjelaskan apakah sebuah kebiasaan dapat ditiru. Apabila ada asas yang kuat dari sebuah kebiasaan yang dipertontonkan, dengan alasan-alasan yang memperkuat kebiasaan tersebut, maka besar kemungkinan masyarakat akan menirukannya. Sedangkan ''punishment'', di sisi lain, justru menjadi poin oposisi dari ''reinforcement''. Apabila sebuah tindakan yang hendak ditiru ternyata membuktikan sesuatu hal yang tidak baik (tidak sesuai dengan yang dituju), maka besar juga kemungkinan masyarakat tidak jadi mengadopsi hal tersebut.<ref name="Grant, A. E. 2010"/>
 
Dengan begitu, teori ini berguna untuk menganalisamenganalisis tidak hanya efek dari media komunikasi, namun juga adaptasi dari teknologi komunikasi. Konten media yang dikonsumsi melalui teknologi komunikasi mengandung proses adopsi kebiasaan simbolik, baik secara fungsional maupun disfungsional. Jika masyarakat menirukan kebiasaan yang ada di dalam konten media, maka sedang terjadi format pembelajaran observasional. Contohnya pada periklanan, ketika terdapat seorang aktris yang menggunakan produk kecantikan wajah tertentu, dan masyarakat melihatnya, maka masyarakat bisa jadi membeli produk yang sama. Hal ini menunjukkan penekanan yang positif terhadap produk tersebut dan cara menyampaikan pesannya melalui iklan. Namun secara kognitif, masyarakat juga akan bepikir lagi untuk menggunakan produk kecantikan tersebut, dengan mempertimbangkan konsekuensinya.<ref name="Grant, A. E. 2010"/>
 
== Kognitif sosial dan pilihan masyarakat ==
Sejak Alexander Graham Bell berhasil memecahkan misteri transmisi audio secara elektronik pada tahun 1876, [[telepon]] telah menjadi bagian dari masyarakat yang diadopsi besar-besaran dalam waktu yang singkat.<ref name="Grant, A. E. 2010"/> Hal itu bisa dianalisadianalisis menggunakan teori kognitif sosial. Adopsi alat komunikasi telepon yang saat itu dinilai sangat canggih merupakan efek dari pertimbangan seseorang yang mengobservasi media tersebut, yang menunjukkan bahwa penggunaan telepon dapat membantu proses komunikasinya, sehingga Ia merasa butuh memiliki teknologi komunikasi yang sama. Adanya proses reinforcement yang positif disana, sehingga tercatat adopsi besar-besaran terjadi hanya berselang beberapa bulan sejak penemuan Bell. Inovasi terus terjadi hingga akhirnya hari ini kita mengenal generasi telepon pintar yang berbasis internet.
 
Pilihan masyarakat menggunakan telepon yang berkembang sesuai masanya, sejalan dengan analisaanalisis teori kognitif sosial. Masih mengambil contoh telepon, kemunculan telepon pintar diadaptasi dengan sangat baik oleh masyarakat Indonesia karena proses pembelajaran observasional, yaitu pemahaman atas konsekuensi dan menilai baik-buruknya pengadopsian sebuah teknologi komunikasi dilihat dari fungsi dan kontennya, berjalan lancar. ''Reinforcement'' yang diterapkan oleh para perusahaan telepon pintar, misalnya, melalui iklan-iklan yang tepat, membuat angka adopsi teknologi komunikasi melonjak tinggi. Namun di saat yang bersamaan, masyarakat juga memahami adanya konsekuensi, ''punishment'' (ganjaran), yang muncul selama mereka mengadopsi teknologi komunikasi tersebut. ''Punishment'' yang muncul bisa bermacam-macam, namun masyarakat tetap memilih menggunakannya.
 
Berada di zaman digital membuat masyarakat memiliki akses untuk mengeksplor apa pun yang ditawarkan telepon pintar, mulai dari aplikasi sosial hingga akses terhadap informasi yang berada di mesin pencarian. [[Aplikasi]]-aplikasi sosial seperti Twitter, Facebook, [[Instagram]], Vine, YouTube, dan lain-lain memberikan masyarakat ruang untuk bersenang-senang dengan dirinya sendiri, menciptakan avatar dirinya di dunia maya, berinteraksi dengan masyarakat dari berbagai belahan dunia, tanpa terinterupsi masalah waktu, tempat, dan biaya. Hal-hal inilah yang menjadi penunjang pilihan masyarakat mengadopsi teknologi komunikasi. Seperti data yang dilansir Kementerian Komunikasi dan Informatika, pada tahun 2013 saja, Indonesia menempati peringkat 4 pengguna facebook terbesar setelah Amerika Serikat, Brazil, dan India. Sedangkan untuk [[Twitter]], Indonesia menempati peringkat ke 5 setelah Amerika Serikat, Brazil, Jepang, dan Inggris. Secara umum, untuk seluruh wilayah di Indonesia, ada sekitar 65 juta pengguna Facebook aktif dan 19,5 juta pengguna Twitter. Karakteristik pengguna aplikasi sosial di Indonesia adalah konsumen, dimana kebanyakan masyarakat adalah pengonsumsi aplikasi, namun tidak aktif berkontribusi dalam pembuatan blog atau video dalam YouTube.<ref>Kemenkominfo, 2013. Pengguna Internet di Indonesia 63 Juta Orang. http://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3415/Kominfo+%3A+Pengguna+Internet+di+Indonesia+63+Juta+Orang/0/berita_satker#.VflS2302jIU diakses pada 16 September 2015</ref>
Baris 50:
Berbicara tentang internet, Grant & Meadows menyebutkan dalam kesimpulan bukunya, bahwa salah satu yang akan tetap langgeng di dunia ini dari segi teknologi komunikasi adalah ''mobile internet access''. Karena akses internet merupakan salah satu kunci utama – selain tentunya kebutuhan akan alat komunikasi itu sendiri – yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, bahkan sampai kepada penegakan hukum, pendidikan, periklanan, dan kesehatan. Terutama di bidang pendidikan, seperti yang diprediksikan Wired pada tahun 1993 lalu akan kemunculan perpustakaan tanpa dinding untuk buku-buku tanpa lembar, yang sudah terjadi hari ini. Semua akademisi hari ini akan selalu punya jawaban atas semua pertanyaan, secara langsung atau ''real-time'', dari mana saja, dengan terbuka luasnya akses teknologi komunikasi.<ref name="Grant, A. E. 2010"/>
 
Menyadari akan terus berkembangnya teknologi komunikasi di masyarakat, kita tidak akan bisa berhenti memetakan akan sampai ke mana inovasi ini dilakukan. Setiap masa memiliki kebutuhannya sendiri. Namun pada intinya, proses komunikasi itu akan tetap sama. Setiap komunikasi akan berangkat dari ketersediaan data yang diolah menjadi informasi, informasi dikomunikasikan untuk menjadi pengetahuan, pengetahuan dipahami masyarakat sehingga menjadi kecerdasan, sehingga suatu saat nanti diharapkan kecerdasan akan membawa masyarakat pada level ''wisdom'' (kebijaksanaan). Dengan cara apa masyarakat berkomunikasi, tentunya tidak lepas dari peran teknologi komunikasi yang terus berkembang. Seperti yang dianalisadianalisis Kemenkominfo, bahwa Indonesia merupakan konsumen dalam adopsi teknologi komunikasi dan hal-hal yang terkait di dalamnya. Maka dari itu, proses prediksi baik dari metode Delphi, analisis skenario, atau bentuk-bentuk metode prediksi lainnya akan terus berlanjut. Prediksi yang dibuat 20 tahun lalu telah terbukti hari ini, dan prediksi yang dibuat hari ini akan dapat dibuktikan di kemudian hari, dan tidak akan berhenti. Serta akan selalu ada sekelompok ''critical mass''<ref name="Grant, A. E. 2010"/> orang-orang yang mampu mengambil risiko mencoba teknologi-teknologi keluaran terbaru, untuk menilai kesiapan teknologi itu sendiri untuk bersentuhan dengan masyarakat.
 
== Pranala luar ==