Muhammad bin Tughj al-Ikhsyid: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Muammarirsyad (bicara | kontrib)
LaninBot (bicara | kontrib)
k ibukota → ibu kota
Baris 40:
== Asal muasal dan kehidupan awal ==
[[Berkas:Tulunids 893.svg|jmpl|ka|300px|Peta domain Tuluniyah pada sekitar tahun 893]]
Menurut kamus biografi yang dikompilasikan oleh [[Ibnu Khallikan]], Muhammad bin Tughj lahir di [[Baghdad]] pada 8 Februari 882, di jalan menuju ke Gerbang [[Kufah]].{{sfn|McGuckin de Slane|1868|p=220}}{{sfn|Bacharach|1993|p=411}} Keluarganya berdarah [[suku bangsa Turk|Turk]] dari [[Lembah Farghana]] di [[Transoxiana]], dan diklaim berdarah ningrat; nama leluhurnya, "[[Khaqan]]", adalah sebuah gelar kerajaan Turk.{{sfn|McGuckin de Slane|1868|pp=217, 219–220}}{{sfn|Gordon|2001|pp=158–159}} Kakek Muhammad, Juff meninggalkan Farghana untuk masuk pelayanan militer dalam pemerintahan [[Kekhalifahan Abbasiyyah|Abbasiyyah]] di [[Samarra]], seperti halnya ayahnya [[Ahmad bin Tulun|Ibnu Tulun]], pendiri [[dinasti Tuluniyyah]].{{sfn|Kennedy|2004|p=311}}{{sfn|Bacharach|1975|p=588}} Juff dan putranya, ayah Muhammad [[Tughj bin Juff|Tughj]], sama-sama melayani Abbasiyyah, namun Tughj masuk pelayanan Tuluniyyah, yang sejak tahun 868 telah menjadi para penguasa otonom [[Mesir pada Abad Pertengahan|Mesir]] dan [[Bilad al-Sham|Suriah]].{{sfn|Kennedy|2004|p=311}}{{sfn|Bacharach|1975|p=588}} Tughj melayani Tuluniyah sebagai gubernur [[Tiberias]] (ibukotaibu kota [[jund|distrik]] [[Jund al-Urdunn|Yordania]]), [[Aleppo]] (ibukotaibu kota distrik [[Jund Qinnasrin|Qinnasrin]]) dan [[Damaskus]] (ibukotaibu kota [[Jund Dimashq|distrik homonim]]).{{sfn|Kennedy|2004|p=311}}{{sfn|Bacharach|1975|p=588}} Ia memainkan peran besar dalam menangkis serangan [[suku Qarmatia|Qarmatia]] di Damaskus pada 903; meskipun kalah dalam pertempuran, ia memegang kotanya sendiri melawan suku Qarmatia selama tujuh bulan sampai, dengan kedatangan bala bantuan dari Mesir, suku Qarmatia menarik diri.{{sfn|Kennedy|2004|pp=185, 286}}{{sfn|Jiwa|2009|pp=143–144}} Kemudian, Muhammad bin Tughj menjalani sebagian besar masa mudanya di Syam Tuluniyyah di sisi ayahnya, meraih pengalaman pertamanya dalam administrasi—ia menjabat sebagai sub-gubernur ayahnya di Tiberias—dan perang.{{sfn|Bacharach|1975|p=588}}
 
Setelah kematian putra Ibnu Tulun [[Khumarawayh bin Ahmad bin Tulun|Khumarawayh]] pada tahun 896, negara Tuluniyah dengan cepat pemulihan, dan gagal meredam pemberontakan serius apapun ketika Abbasiyah berpindah untuk mendirikan lagi kontrol langsung atas Suriah dan Mesir pada 905.{{sfn|Kennedy|2004|pp=184–185, 310}} Tughj berbalik memihak Abbasiyah di bawah [[Muhammad bin Sulayman al-Katib]], dan diangkat menjadi gubernur Aleppo saat pulang;{{sfn|Bacharach|1975|p=588}} Muhammad al-Katib sendiri menjadi korban intrik pemerintahan tak lama setelahnya, dan Tughj bersama dengan putra-putranya Muhammad dan [[Ubaydullah bin Tughj|Ubaydullah]] ditahan di Baghdad. Tughj wafat di penjara pada tahun 906, dan saudara-saudaranya melarikan diri tak lama setelahnya.{{sfn|Bacharach|1975|p=588}} Putra-putra Tughj ikut dalam kudeta istama yang berupaya untuk melengserkan khalifah baru, [[al-Muqtadir]] (memerintah 908–932), dalam rangka mengangkat kakaknya [[Abdallah bin al-Mu'tazz|Ibnu al-Mu'tazz]] pada Desember 908. Meskipun upaya tersebut gagal, Muhammad bin Tughj dan saudara-saudaranya dapat menghindarkan diri mereka sendiri dari penahanan mereka oleh [[vizier]] [[al-Abbas bin al-Hasan al-Jarjara'i]], yang membujuk mereka dengan bantuan [[Husayn bin Hamdan]].{{sfn|Kennedy|2004|p=191}}{{sfn|Bacharach|1975|p=589}} Setelah kudeta gagal, ketiganya melarikan diri: Ibnu Hamdan kembali ke kampung halamannya [[Mesopotamia Hulu]] dan Ubayd Allah kabur ke wilayah timur menuju [[Yusuf bin Abi'l-Saj]], sementara Muhammad kabur ke Suriah.{{sfn|Bacharach|1975|p=589}}
Baris 46:
Di Suriah, Muhammad bin Tughj bergabung dengan layanan petinggi pajak provinsi-provinsi lokal, Abu'l-Abbas al-Bistam. Ia kemudian menyusul master barunya ke Mesir, dan setelah kematian al-Bistam pada Juni 910, ia melanjutkannya dengan melayani putranya.{{sfn|Bacharach|1975|p=589}} Kemudian, ia meraih perhatian gubernur lokal, [[Takin al-Khazari]], yang mengirimnya untuk memerintah wilayah di sekitaran [[Sungai Yordan]], dengan kursinya di [[Amman]].{{sfn|Kennedy|2004|p=311}}{{sfn|Bacharach|1975|p=589}} Pada 918, ia mengikuti karavan [[haji]], dimana ia menjadi salah satu orang yang menjaga ibu al-Muqtadir, dari para penyerbu [[Bedouin]], sesambil meningkatkan pendiriannya dalam pemerintahan Abbasiyah.{{sfn|Bacharach|1975|p=589}} Dua tahun kemudian, Ibnu Tughj meraih perlindungan berpengaruh saat ia bertugas di bawah kepala komandan Abbasiyah berkuasa [[Mu'nis al-Muzaffar]], dimana ia datang untuk membantu mempertahankan Mesir dari invasi [[Kekhalifahan Fatimiyah|Fatimiyah]]. Pada kampanye tersebut, Ibnu Tughj mengkomandani pasukan tentara Mesir. Dua pasukannya benar-benar mendirikan sebuah prestasi, dan masih menjadi kontak pada masa setelahnya.{{sfn|Kennedy|2004|p=311}}{{sfn|Bacharach|1975|pp=589–590}}{{sfn|Halm|1996|pp=208–209}}
 
Saat Takin kembali ke Mesir sebagai gubernur pada 923, Ibnu Tughj bergabung dengannya disana, namun keduanya terpecah pada tahun 928 saat Takin menolak untuk memberikan jabatan gubernur [[Iskandariyah]] kepada Ibnu Tughj.{{sfn|Bacharach|1975|p=590}} Ibnu Tughj kabur ke ibukotaibu kota [[Fustat]], dan memutuskan untuk mengangkat dirinya sendiri menjadi gubernur [[Jund Filastin|Palestina]] dari Baghdad; petahananya, al-Rashidi, melarikan kursi gubernur dari [[Ramla]] ke Damaskus, dimana ia memegang jabatan gubernur. Menurut sejarawan Jere L. Bacharach, pelariannya menandakan bahwa Ibnu Tughj mengkomandani pasukan militer signifikan.{{sfn|Bacharach|1975|p=590}} Tiga tahun kemudian, pada Juli 931, Muhammad bin Tughj diangkat menjadi Gubernur Damaskus, sementara al-Rashidi kembali ke Ramla.{{sfn|Bacharach|1975|p=590}} Kedua pelantikan tersebut tampaknya merupakan hasil dari hubungan Ibnu Tughj dengan Mu'nis al-Muzaffar, yang saat itu berada di puncak kekuasaan dan pengaruhnya.{{sfn|Bacharach|1975|p=590}}{{sfn|Kennedy|2004|pp=191–194, 311}}
 
== Mengambil alih Mesir ==
Baris 52:
Takin wafat pada Maret 933, dan putranya serta penerusnya yang dinominasikan, Muhammad, gagal mendirikan otoritasnya di Mesir. Ibnu Tughj diangkat menjadi gubernur baru pada bulan Agustus namun pengangkatannya ditolak sebulan kemudian sebelum ia mencapai Mesir, dan [[Ahmad bin Kayghalagh]] dilantik pada jabatan tersebut. Masa pemanggilan kembali Ibnu Tughj bertepatan dengan penangkapan (dan kemudian pembunuhan) Mu'nis oleh Khalifah [[al-Qahir]] (memerintah 932–934) pada 22 September, menyimpulkan bahwa nominasi Ibnu Tughj dalam seluruh keberuntungannya juga karena Mu'nis.{{sfn|Kennedy|2004|p=311}}{{sfn|Bacharach|1975|pp=591–592}} Kenyataannya, al-Qahir mengirim seorang duta bernama Bushri untuk mengganti Ibnu Tughj di Damaskus setelah kejatuhan Mu'nis membulatkan pandangan tersebut. Bushri dapat mengambil alih kegubernuran Aleppo (dimana ia juga dilantik), namun Ibnu Tughj menentang pelantikannya, dan mengalahkannya dan menahannya. Khalifah kemudian mengirim Ahmad bin Kayghalagh dalam rangka memaksa Ibnu Tughj untuk menyerah, namun meskipun Ahmad berpawai melawan Ibnu Tughj, keduanya menghindari konfrontasi langsung. Sebaliknya, keduanya bertemu dan mencapai kesepakatan dukungan saling menguntungkan, mendirikan status quo.{{sfn|Bacharach|1975|p=592}}
 
Ahmad bin Kayghalagh kemudian menyediakan bantuan mengembalikan tatanan provinsi yang makin menegangkan tersebut. Pada 935, pasukan memberontak karena kurangnya bayaran, dan penyerbuan Bedouin telah didepan mata. Pada saat yang sama, putra Takin, Muhammad dan administrator fiskal [[Abu Bakar Muhammad bin Ali al-Madhara'i]]—pewaris sebuah [[al-Madhara'i|dinasti para birokrat]] yang menangani keuangan provinsi tersebut sejak masa Ibnu Tulun dan menumpuk kekayaan{{sfn|Bianquis|1998|pp=97, 105, 111}}{{sfn|Gottschalk|1986|p=953}}—di bawah naungan Ahmad bin Kayghalagh dan mempertahankan posisinya.{{sfn|Bacharach|1975|pp=592–593}} Salah satu pertarungannya adalah perpecahan pasukan antara pasukan Timur (''Mashariqa''), utamanya prajurit Turki, yang mendukung Muhammad bin Takin, dan pasukan Barat (''Maghariba''), yang diyakini terdiri dari [[orang Berber|Berber]] dan [[orang kulit hitam Afrika]], yang mendukung Ahmad bin Kayghalagh.{{sfn|Brett|2001|p=161}} Dengan dukungan pada masa itu dari mantan vizier dan inspektur-jenderal provinsi-provinsi barat [[al-Fadl bin Ja'far bin al-Furat]], yang putranya menikahi salah satu putri Ibnu Tughj, Ibnu Tughj lebih dari sekali diangkat menjadi gubernur Mesir. Tak mencapai perubahan, Ibnu Tughj mengadakan sebuah invasi negara melalui darat dan laut. Meskipun Ahmad bin Kayghalagh dapat menghalau pergerakan pasukan, armada Ibnu Tughj mengambil alih [[Tinnis]] dan [[Delta Nil]] dan memindahkan ibukotanyaibu kotanya ke Fustat. Bergerak dan kalah dalam pertempuran, Ahmad bin Kayghalagh kabur ke Fatimiyah. Kemenangan Muhammad bin Tughj memasuki Fustat pada 26 Agustus 935.{{sfn|Bacharach|1975|pp=592–594}}{{sfn|Kennedy|2004|pp=311–312}}
 
Dengan ibukotaibu kota berada di bawah kekuasaannya, Ibnu Tughj sekarang berkonfrontasi dengan Fatimiyah. ''Maghariba'' yang menolak untuk menyerah kepada Ibnu Tughj kabur ke Iskandariyah dan kemudian ke [[Barqa]] di bawah kepemimpinan Habashi bin Ahmad, dan mengundang penguasa Fatimiyah [[Al-Qa'im bi-Amr Allah|al-Qa'im]] (memerintah 934–946) untuk menginvasi Mesir dengan bantuan mereka.{{sfn|Halm|1996|p=284}}{{sfn|Brett|2001|p=162}}{{sfn|Madelung|1996|p=34}} Invasi Fatimiyah mendatangkan kesukesan awal: Pasukan Berber [[Kutama]] pimpinan pasukan Fatimiyah menaklukan pulau [[Pulau Rhoda|al-Rawda]] di [[Nil]] dan membakar galangan kapalnya. Laksamana-laksamana Ibnu Tughj yakni Ali bin Badar dan Bajkam berbalik memihak ke Fatimiyah, dan Iskandariyah sendiri ditaklukan pada Maret 936. Selain itu, pada 31 Maret, saudara Ibnu Tughj, al-Hasan mengalahkan pasukan Fatimiyah di dekat Iskandariyah, menyupiri mereka dari kota tersebut dan memaksa Fatimiyah sekali lagi terusir dari Mesir ke pangkalan mereka di Barqa.{{sfn|Halm|1996|p=284}}{{sfn|Madelung|1996|p=34}}{{sfn|Bianquis|1998|p=112}} Pada kampanye tersebut, Ibnu Tughj dikenal karena melarang pasukannya untuk merampas yang merupakan tanda "pandangan jangka panjangnya terhadap kesinggahannya di Mesir" menurut J. L. Bacharach.{{sfn|Bacharach|1975|p=594}}
 
== Pemerintah Mesir ==
Baris 74:
 
=== Konflik dengan Hamdaniyah ===
Perdamaian tak berlangsung lama, karena ketegangan politik di Baghdad berlanjut. Pada September 941, Ibnu Ra'iq meraih lagi jabatan ''amir al-umara'' atas undangan Khalifah [[al-Muttaqi]] (memerintah 940–944), namun ia tidak lagi berkausa seperti sebelumnya. Tak dapat menghentikan laju pasukan lainnya, [[Abu'l-Husayn al-Baridi]] dari [[Basra]], Ibnu Ra'iq dan khalifah terpaksa meninggalkan Baghdad adan mencari perlindungan kepada penguasa [[dinasti Hamdaniyah|Hamdaniyah]] dari [[Mosul]]. Kemudian, Ibnu Ra'iq dibunuh (April 942) menggantikannya pada jabatan ''amir al-umara'' dengan ''laqab'' [[Nasir al-Dawla]].{{sfn|Bacharach|1975|p=601}} Al-Ikhshid menggunakan kesempatan tersebut untuk menduduki lagi Suriah untuk dirinya sendiri, mempertemukan pasukannya kepada masyarakat pada Juni 942, dan melaju sampai Damaskus, sebelum kembali ke Mesir pada Januari 943. Hamdaniyah juga mengklaim wilayah Suriah pada masa yang sama, namun sumber-sumber tak menyebut detail ekspedisi mereka disana.{{sfn|Bacharach|1975|p=601}} Jabatan Nasir al-Dawla sebagai ''amir al-umara'' juga terkuak, dan pada Juni 943 ia dilengserkan oleh jendera Turki [[Tuzun (amir al-umara)|Tuzun]]. Pada bulan Oktober, Khalifah al-Muttaqi, yang mengkhawatirkan Tuzun berupaya untuk menggantikannya, kabur dari ibukotaibu kota dan ikut mengungsi ke Hamdaniyah.{{sfn|Bacharach|1975|pp=601–602}} Meskipun Nasir al-Dawla dan saudaranya [[Sayf al-Dawla]] melindungi khalifah, mereka juga tak bertikai dengan pasukan Tuzun, dan pada Mei 944, mereka mencapai sebuah kesepakatan yang memberikan Mesopotamia Hulu dan utara Suriah kepada Hamdaniyah dalam pertukaran untuk mengakui kedudukan Tuzun di Irak. Nasir al-Dawla mengirim sepupunya [[al-Husayn ibn Sa'id]] untuk mengambil alih provinsi-provinsi Suriah yang ia rampas dalam perjanjian tersebut. Pasukan Ikhshidid kalah atau menarik diri, dan al-Husayn mengambil alih distrik-distrik Qinnasrin dan [[Jund Hims|Hims]].{{sfn|Bianquis|1998|p=113}}{{sfn|Bacharach|1975|p=602}}
 
Pada masa itu, al-Muttaqi dengan Sayf al-Dawla kabur ke Raqqa sebelum Tuzun maju, namun khalifah makin terdesak Hamdaniyah, dan menulis kepada al-Ikhshid (diyakini pada awal musim dingin 943), untuk meminta bantuan.{{sfn|Bacharach|1975|p=602}} Hal tersebut kemudian ditanggapi dengan memajukan pasukan ke Suriah. Garisun Hamdaniyah menarik diri sebelum itu, dan pada September 944, al-Ikhshid mencapai Raqqa. Meyakini Hamdanids memberikan perjanjian mereka kepada Ibnu Ra'iq, ia menunggu sampai Sayf al-Dawla meninggalkan kota tersebut sebelum memasukkinya untuk menemui khalifah. Al-Ikhshid berupaya tanpa keberhasilan untuk membujuk al-Muttaqi datang dengannya ke Mesir, atau setidaknya singgah di Raqqa, sementara khalifah berusaya untuk mendorong al-Ikhshid untuk berpawai melawan Tuzun, yang kemudian ditolak.{{sfn|Bacharach|1975|pp=602–603}}{{sfn|Kennedy|2004|pp=196, 312}} Pertemuan tersebut tak membuahkan hasil, karena al-Ikhshid memberikan sebuah perjanjian yang mempertahankan hal-hal dari traktat serupa antara Khumarawayh Tuluniyah dan Khalifah [[al-Mu'tamid]] pada tahun 886. Khalifah tersebut mengakui otoritas al-Ikhshid atas Mesir, Suriah (dengan ''thughur''), dan [[Hejaz]] (disertai dengan penjagaan dari [[Haram (situs)|dua kota suci]] [[Mekkah]] dan [[Madinah]]), selama tiga puluh tahun, dengan hak suksesi warisan untuk putra-putra al-Ikhshid.{{sfn|Brett|2001|p=162}}{{sfn|Kennedy|2004|p=312}}{{sfn|Bianquis|1998|p=113}}{{sfn|Bacharach|1975|p=603}} Perkembangan tersebut diantisipasi oleh al-Ikhshid setahun sebelumnya, saat ia mengangkat putranya Unujur menjadi pemangku jabatannya saat ia sedang tidak ada di Mesir, meskipun Unujur belum akil baligh, dan memerintahkan sumpah persekutuan (''[[bay'a]]'') dinyatakan kepadanya.{{sfn|Bacharach|1975|p=601}} Selain itu, menurut komentar Michael Brett, kawasan yang melingkupinya "tercampur pemberkatan," karena kota-kota suci berada di bawah serbuan Qarmatian, sementara pawai-pawai ''thughur'' makin gencar dilakukan oleh Bizantium, dan Aleppo (dengan utara Suriah) dinaungi oleh Hamdaniyah.{{sfn|Brett|2001|p=162}}
Baris 81:
 
[[Berkas:Fragmentation of the Abbasid Caliphate.jpg|jmpl|ka|300px|Peta fragmentasi [[Kekhalifahan Abbasiyah]] pada abad ke-9 dan ke-10]]
Setelah ia bertemu dengan al-Muttaqi, al-Ikhshid kembali ke Mesir, meninggalkan lahan terbuka untuk ambisi Sayf al-Dawla. Pasukan Ikhshidid yang pergi ke Suriah relatif sadar, dan pemimpin Hamdaniyah, yang meraih dukungan dari Banu Kilab, memiliki sedikit kesulitan dalam menaklukan Aleppo pada 29 Oktober 944. Ia kemudian mulai meluaskan kekuasaannya atas provinsi-provinsi utara Suriah sampai Hims.{{sfn|Bianquis|1998|p=113}}{{sfn|Bacharach|1975|p=607}}{{sfn|Kennedy|2004|p=273}} Al-Ikhshid mengirim tentara di bawah duta [[Abu al-Misk Kafur]] dan Fatik melawan Hamdaniyah, namun dikalahkan di dekat [[Hamat]] dan menarik diri kembali ke Mesir, meninggalkan Damaskus dan Palestina di tangan Hamdaniyah.{{sfn|Bacharach|1975|p=608}} Al-Ikhshid kemudian memaksakan satu kampanye lagi pada April 945, namun pada saat yang sama, ia mengirim duta-duta kepada Sayf al-Dawla untuk mengadakan perjanjian tentang perbatasan dengan Ibnu Ra'iq: pangeran Hamdaniyah tetap mempertahankan utara Suriah, sementara al-Ikhshid membayarkannya upeti tahunan untuk wilayah Palestina dan Damaskus.{{sfn|Bacharach|1975|p=608}} Sayf al-Dawla menolak dan dikabarkan malah menyatakan bahwa ia akan menaklukan Mesir itu sendiri, namun al-Ikhshid ringan tangan: para agennya menjalin hubungan dengan beberapa pemimpin Hamdaniyah, dan ia memenangkan hati masyarakat Damaskus, yang menutup gerbang mereka dari Hamdaniyah dan membukanya untuk al-Ikhshid. Dua tentara tersebut bertemu di dekat Qinnasrin pada Mei, dimana Hamdaniyah kalah. Sayf al-Dawla kabur ke Raqqa, meninggalkan ibukotanyaibu kotanya Aleppo ditaklukkan oleh al-Ikhshid.{{sfn|Bacharach|1975|p=608}}
 
Selain itu, pada bulan Oktober, kedua belah pihak mengadakan sebuah perjanjian dalam hal batas-batas proporsal Ikhshidid awal: al-Ikhshid mengetahui kontrol Hamdaniyah atas utara Suriah dan bahkan keputusan untuk mengirim upeti tahunan dalam pertukaran untuk pengakuan seluruh klaim Sayf al-Dawla atas Damaskus. Penguasa Hamdaniyah juga menikahi salah satu putri atau kemenakan al-Ikhshid.{{sfn|Bacharach|1975|p=608}} Bagi al-Ikhshid, wilayah Aleppo kurang penting ketimbang selatan Suriah dengan Damaskus, yang merupakan gerbang timur Mesir. Karena kawasan tersebut masih berada di bawah kekausaannya, ia lebih mengkehendaki keberadaan negara Hamdaniyah di utara. Penguasa Mesir tersebut menyadari bahwa ia akan sulit mendapatkan dan menguasai utara Suriah dan Silisia, yang secara tradisional lebih terpengaruh oleh Mesopotamia Hulu dan Irak. Dengan meniadakan klaim-klaimnya atas provinsi-provinsi jauh tersebut, tak hanya akan membut Mesir menghabis-habiskan tenaga tentara besar disana, namun emirat Hamdaniyah juga akan memenuhi peran [[negara penyangga]] melawan serangan-serangan dari Irak maupun Kekaisaran Bizantium.{{sfn|Bianquis|1998|pp=113–115}} Meskipun demikian, sepanjang masa pemerintahan al-Ikhshid, dan para penerusnya, hubungan dengan Bizantium sangat bersahabat, karena kurangnya perbatasan umum dan pertikaian umum terhadap Fatimiyah membuat dua negara tersebut tak bertikai.{{sfn|Canard|1936|pp=190–193, 205–209}} Disamping Sayf al-Dawla berupaya maju lagi ke selatan Suriah tak lama setelah al-Ikhshid wafat, perbatasan disetujui pada 945, dan bahkan memperjelas kedudukan kedua dinasti tersebut, membentuk pembagian batas antara utara Suriah yang dipengaruhi Mesopotamia dan bagian selatan negara tersebut yang dikuasai Mesir sampai [[Kesultanan Mamluk (Kairo)|Mamluk]] merebut seluruh kawasan tersebut pada 1260.{{sfn|Kennedy|2004|p=273}}{{sfn|Bianquis|1998|pp=113–114}}
Baris 88:
Pada pertengahan musim semi 946, al-Ikhshid mengirimkan utusan-utusan ke [[Kekaisaran Romawi Timur|Bizantium]] untuk pertukaran tahanan lagi (yang akhirnya berhasil dilakukan di bawah bantuan [[Sayf al-Dawla]] pada Oktober). Kaisar [[Konstantinus VII]] (memerintah antara 913–959) mengirimkan duta besar yang dipimpin [[John Mystikos]] sebagai respon, lalu tiba di Damaskus pada 11 Juli.{{sfn|PmbZ|loc=Muḥammad b. Ṭuġǧ al-Iḫšīd (#25443)}} Pada 24 Juli 946, al-Ikhshid wafat di Damaskus.{{sfn|Bacharach|1975|p=609}} [[Suksesi]] putranya, [[Abu'l-Qasim Unujur bin al-Ikhshid|Unujur]], berlangsung damai dan tidak diperselisihkan, sebab pengaruh dari kekuasaan komando tertinggi yang penuh telenta, [[Abu al-Misk Kafur|Kafur]]. Adalah satu dari sekian banyak budak kulit hitam Afrika yang direkrut oleh al-Ikhshid, Kafur bertahan sebagai Perdana Menteri dan penguasa bayangan Mesir sepanjang 22 tahun berikutnya, berkuasa atas namanya sendiri pada 966 hingga ia wafat dua tahun kemudian. Setelah kewafatannya, pada tahun 969, [[Kekhalifahan Fatimiyah|Fatimiyah]] menduduki dan menaklukkan Mesir, memulai era baru dalam '' country's history''.{{sfn|Kennedy|2004|pp=312–313}}{{sfn|Bianquis|1998|pp=115–118}}
 
Para sejarawan abad pertengahan mencatatkan banyaknya kesejajaran antara al-Ikhshid dan para pendahulunya dari [[Dinasti Thuluniyah|Thuliniyah]], khususnya [[Khumarawayh bin Ahmad bin Tulun|Khumarawayh]]. Ibn Sa'id bahkan melaporkan bahwa menurut [[astrologi dalam Islam abad pertengahan|para astrolog Mesir]], dua pria telah masuk Mesir pada hari yang sama pada tahun tersebut dan dengan bintang yang sama dalam [[rasi bintang]] yang sama.{{sfn|Bacharach|1975|p=610}} Namun, terdapat perbedaan mencolok: al-Ikhshid tidak se-"flamboyan" ([[Hugh N. Kennedy|Hugh Kennedy]]) dibandingkan Tuluniyah,{{sfn|Kennedy|2004|p=312}} Sikap berhati-hati dan menahan diri Al-Ikhshid dalam sudut pandang kebijakan asingnya juga berseberangan dengan tokoh-tokoh yang semasa dengannya dan para penguasa Mesir lainnya baik para pendahulu maupun pengikutnya, memberinya cap sebagai pemilik reputasi sangat hati-hati, yang seringkali disalahartikan sebagai penakut oleh orang-orang yang semasa dengannya.{{sfn|Bacharach|1975|pp=610–612}} Ia juga dianggap kurang berjaya dibandingkan dengan pendahulunya Ibnu Tulun.{{sfn|Bianquis|1998|p=113}} Tak seperti Ibnu Tulun, yang membangun ibukotaibu kota baru di [[:en:Al-Qata'i]] dan sebuah [[Masjid Ibnu Tulun|masjid terkenal]], al-Ikhshid bukanpula pelindung para seniman dan penyair maupun pendiri utama.{{sfn|Bacharach|1975|p=610}} Menurut sejarawan [[:en:Thierry Bianquis]], ia disebut oleh para pembuat kronik abad pertengahan sebagai "seorang pria yang sentitif dan tamak, namun memiliki pemikiran tajam dan cenderung serakah", tetapi dengan kegemaran kepada barang-barang mewah yang diimpor dari timur, khususnya parfum. Kecintaannya terhadap barang-barang mewah dari timur kemudian diikuti oleh kalangan kelas atas [[Fustat]] serta mempengaruhi gaya dan mode produk Mesir secara temurun lokal yang mulai menirunya.{{sfn|Bianquis|1998|p=113}}
 
== Referensi ==