Sam Ratulangi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Pembatalan
LaninBot (bicara | kontrib)
k ibukota → ibu kota
Baris 110:
[[Berkas:Sam Ratulangi's Remains Arriving in Manado 1 August 1949.jpg|jmpl|ka|200px|Jenazah Ratulangi tiba di Manado (1949)]]
 
Pada 23 Maret 1948, setelah penandatanganan [[Perjanjian Renville]], Belanda melepaskan Ratulangi dan rekan-rekannya.<ref>[[#Agung1996|Agung (1996)]], p. 51.</ref> Mereka dipindahkan ke [[Surabaya]] dan kemudian dikawal ke garis demarkasi dekat [[Mojokerto]] dan [[Jombang]] di mana mereka menuju ke ibukotaibu kota republik di Yogyakarta.<ref>[[#Andoko1975|Andoko et al. (1975)]], p. 60.</ref> Mereka disambut dengan hangat oleh masyarakat di Yogyakarta dan sebuah acara penyambutan diadakan oleh Soekarno.<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 105.</ref> Ratulangi ditunjuk sebagai penasihat khusus untuk pemerintah Indonesia dan anggota delegasi Indonesia dalam negosiasi dengan Belanda. Dia juga mengunjungi pasukan di [[Jawa Timur]] dan menghadiri konferensi keuangan di [[Kaliurang]].<ref>[[#Pondaag1966|Pondaag (1966)]], p. 135.</ref> Sekitar waktu ini, ia sudah mulai mengalami masalah dengan kesehatannya.<ref>[[#Toer1985|Toer et al. (1985)]], p. 466.</ref>
 
Pada tanggal 10 November 1948, sebuah manifesto diumumkan oleh [[Radio Republik Indonesia]] yang mendesak rakyat Indonesia di bagian timur yang berada di bawah kendali Belanda untuk menjaga persatuan mereka dengan Republik Indonesia agar suatu hari Indonesia secara sepenuhnya akan menjadi merdeka. Manifesto ini disebut Manifes Ratulangie atau Manifes Djokja. Yang ikut menandatangani manifesto ini adalah TST. Diapari, [[I Gusti Ketut Pudja]], [[Pangeran Muhammad Noor]], WST. Pondaag, dan [[Sukarjo Wiryopranoto]].<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 105.</ref> Titik pertama dari manifesto ini berbunyi: