Sampoerna: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Di tahun +Pada tahun)
LaninBot (bicara | kontrib)
k namun (di tengah kalimat) → tetapi
Baris 50:
=== Perang dan kemerdekaan (1942 - 1949) ===
Ketika mendengar tentara Jepang sudah memasuki wilayah Wonokromo, Liem membuka pintu koperasi dan ruang persediaan sehingga karyawannya bisa mengambil semua yang ada di sana - ia memilih memberikannya kepada tetangga dan karyawan alih-alih dirampas tentara Jepang. Sekitar enam jam setelah Belanda menyerah di Wonokromo, pasukan Jepang datang ke Taman Sampoerna. Liem kemudian ditahan dan di saat yang sama, Tjiang Nio ditodong dan dipaksa membuka brankas dan penyimpanan harta keluarga. Namun sebelum pergi, seorang perwira Jepang menceritakan bahwa ia pun memiliki istri dan tiga anak yang menunggunya di rumah. Tak tega melihat anak-anak Liem dan Tjiang Nio menderita, perwira Jepang tersebut memberikan empat buah perhiasan untuk dijual.
Di penjara Koblen, Surabaya, Liem dituduh membantu RRT dalam perang melawan Jepang dengan mengirimkan dana ke sana. Liem menolak tuduhan ini, namuntetapi ia tetap dikirim ke kamp konsentrasi di Ngawi, Jawa Timur, sekitar dua jam Barat Daya Surabaya. Tentara Jepang kemudian menggunakan pabrik Liem untuk memproduksi rokok mereka sendiri, "Fuji."
 
Meski berpindah-pindah, sebagian besar masa penahanan Liem dihabiskan di penjara Cimahi. Berkat kontak personal yang dimiliki, keluarga Liem bisa mengirimkan barang-barang seperti surat, makanan kaleng, dan rokok untuk Liem di penjara. Di penjara ini, Liem yang ketika itu bisa berbicara dalam bahasa Mandari, Hokkien, Jawa, Belanda, dan Indonesia, mempelajari cara menulis huruf Tiongkok dari sesama tahanan. Tak beberapa lama, anak Liem juga ikut ditahan Jepang - Swie Hwa dipenjara selama sembilan bulan karena melakukan bisnis rokok sementara Swie Lieng ditahan atas tuduhan menjadi mata-mata Belanda.
Baris 56:
Pada tanggal 27 Agustus 1945, sepuluh hari setelah Soekarno menyatakan kemerdekaan Indonesia, Liem dilepaskan dari penjara dan bertemu keluarganya di Jakarta. Dari sana, mereka bersama-sama berjuang kembali ke Taman Sampoerna. Namun sesampainya di sana, mereka menemukan bahwa baik rumah maupun pabrik mereka sudah hancur dijarah. Rumah mereka di Ngaglik pun di tempati penghuni liar sehingga mereka terpaksa mengungsi mencari tempat tinggal sementara. Mereka tinggal di sana selama beberapa minggu hingga akhirnya bisa kembali ke rumah mereka. Sejak peristiwa ini terjadi, tanggal 27 Agustus, tanggal pelepasan Liem, dirayakan dengan acara Selamatan setiap tahunnya.
 
Pada tahun 1946, para pejuang kemerdekaan saat itu menangkapi mereka yang dicurigai bekerja sama dengan penjajah, sebagian besar merupakan orang Belanda atau orang Tiongkok. Karena alasan ini, Swie Ling mengungsi bersama anaknya Thian Tao (2 tahun kala itu), dan istrinya, Nan, yang sedang mengandung. Awalnya mereka mengungsi ke Hong Kong, namuntetapi untuk keselamatan, Nan diungsikan ke Belanda sementara Swie Ling kembali ke Surabaya yang saat itu masih dalam keadaan kacau. Nan akhirnya melahirkan anak kedua mereka, Tien Pao, di Schiedam, Belanda. Pada tahun 1948, Swie Ling meninggalkan Surabaya dan pergi ke Jakarta untuk menemui istri dan kedua anaknya yang terlebih dahulu sampai di sana. Tak lama, Nan melahirkan putra ketiganya, Thian Hok.
 
Pada tahun 1949, meski Surabaya masih dilanda kekacauan, Liem berhasil membangun kembali Taman Sampoerna beserta teaternya. Tidak hanya itu, karena beberapa bagian hancur total, ia merombak dan menatarkan fasilitas di sana. Di akhir 1949, Taman Sampoerna sudah aktif sepenuhnya seperti sediakala.