Batalyon Artileri Pertahanan Udara 8: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
LaninBot (bicara | kontrib)
k Menghilangkan spasi sebelum tanda koma dan tanda titik dua
Baris 36:
'''Batalyon Artileri Pertahanan Udara 8/Marawaça Bhuana Çakti''' ('''Yon Arhanud 8/Sriti''') merupakan Satuan Bantuan Tempur di lingkungan [[Kodam V/Brawijaya]] dalam masalah pertahanan [[udara]]. Yon Arhanudse 8 berkedudukan di [[Gedangan, Sidoarjo|Gedangan]], [[Sidoarjo]], [[Jawa Timur]]. Batalyon ini juga dikenal sebagai Yon Arhanud 8/Sriti karena lambang satuannya adalah burung Sriti. Alutsista yang digunakan antara lain: Rudal Startreak,meriam 57 mm S-60, meriam 57 mm Retrofit dan Dshk 12,7 mm. Saat ini Yon Arhanud 8 dipimpin oleh Mayor Arh Arip Budi Cahyono, S.E.
 
Berdasarkan Surat Keputusan Pangdam VIII/Brawijaya Nomor : Kep / 25 / III / 12/1968 tanggal 3 Desember 1968, Yonarhanudse 8 telah menerima lambang kesatuan dengan nama '''Marawaça Bhuana Çakti'''. Diresmikan dan diterima bersamaan dengan upacara HUT ARTAD yang ke-23 pada tanggal 4 Desember 1968 bertempat di stadion Malang. Marawaça berarti Pemusnah lawan, Bhuana berarti Jagad dan angkasa, Çhakti berati Ampuh. Sehingga batalyon ini diharapkan menjadi Senjata Pemusnah Lawan di Udara yang Ampuh.
 
== Sejarah ==
Dalam rangka mendukung tugas-tugas Angkatan Darat pada masa Trikora, dibutuhkan satuan penangkis serangan udara yang memadai. Untuk memenuhi kebutuhan dalam pembentukan satuan penangkis serangan udara itu dalam tahun 1962 bertempat di Maleman, Yosowilangun, Lumajang dibentuklah batalyon-batalyon penangkis serangan udara dengan meriam-meriam kaliber sedang. Batalyon-batalyon Maleman itu dinamakan Yon Merah, Yon Biru, Yon Hijau, Yon Kuning dan Yon Ungu.
 
Batalyon-batalyon dilatih dan digembleng dalam menggunakan meriam-meriam penangkis serangan udara. Setelah mengalami berbagai proses, berdasarkan Surat Keputusan Menpangab Nomor : 1161/XI/1962 tanggal 21 Nopember 1962 dibentuklah batalyon-batalyon penangkis serangan udara yang selanjutnya disebut batalyon-batalyon Arsuse. Dengan demikian kelima batalyon tersebut telah resmi menjadi batalyon-batalyon Arsuse dengan sebutan Yon Merah, Yon Biru, Yon Hijau, yon Kuning dan Yon Ungu. Dalam perkembangan selanjutnya Yon Ungu menjadi Yonarhanudse 8, dengan komandan pertama Mayor Art M. Ardito.
 
Peresmian pembentukan Batalyon Arhanudse 8 pada tanggal 4 Desember 1962 selaku Inspektur Upacara adalah Mayjen TNI Suprapto Asops Men Pangab mewakili Men Pangab. Personel Yonarsuse 8 pada saat itu terdiri dari 15 % tenaga bekas pejuang 45 (terutama Perwira dan Bintara), 85 % terdiri dari Tamtama remaja yang sebagian besar berstatus Milwa. Pada waktu pembentukan struktur organisasi Yonarsuse 8 terdiri dari Markas Komandan, Baterai Markas dan Tiga Baterai Tempur (Baterai P, Q dan R).
Baris 65:
* Sinar lima yaitu Sumpat Prajurit yang sakti yang dijiwai setiap prajurit-prajurit Yonarhanudse-8.
* Sehelai pita yang bertuliskan motto “Marawaça Bhuana Çhakti”.
* Warna lukisan yakni; Dasar : Hijau beludru, Jumbai : Kuning emas, Anak panah : Merah, Pita : Kuning, Pegangan : Kuning, Tulisan : Hitam, Sriti : Hitam, Bintang : Putih, Lukisan : Kuning, Candi : Hitam campur putih, Dasar dalam : Biru langit, Lingkaran tali : Kuning emas.
* Arti Warna: Merah : Gagah berani pantang mundur, Biru : Setia dan taat, Kuning : Keluhuran dan keagungan, Hitam : Kekal, mantap dan teguh, Putih : Suci, tulus dan tanpa pamrih, Hijau : Harapan/kepercayaan.
* Standar Tunggul. Standar Tunggul Yonarhanudse 8 merupakan tiang dibuat dari kayu dengan garis tengah 4,5 cm dan panjang 2,5 m, berwarna coklat kehitam-hitaman, dihias dengan bahan kuningan berukir.
* Tiang tersebut terdiri dari : Tombak pusaka nenek moyang Trunojoyo, Anak tombak pusaka yang bersegi tiga, Tujuh buah lidah dimana tombak berada, yang berarti api Sapta Marga yang menjiwai senjata pusaka, Ukiran rangkaian bunga melati, terdiri dari tujuh untaian merupakan Sapta Marga, Bunga melati timbul kesucian dan keluruhan budi pekeri, Lima geligir adalah Pancasila.
 
== Referensi ==