Direktorat Jenderal Kebudayaan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
OrophinBot (bicara | kontrib)
LaninBot (bicara | kontrib)
k Perubahan kosmetik tanda baca
Baris 153:
Setelah '''Keppres''' No. 45/1974 berjalan 4 tahun, pada tahun 1978 keluar kembali Keppres No. 27 Tahun 1978 tentang perubahan beberapa pasal, termasuk pasal 9 mengenai Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pasal 9 yang semula terdiri dari 5 ayat ditambah satu ayat baru, yaitu Ayat (6) yang mengatur tentang hadirnya ''‘Direktorat Pembinaan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa’'' masuk ke dalam jajaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. Selanjutnya berdasarkan Keppres tersebut pada tanggal 30 Juni 1979, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Kepmendikbud No. 0145/O/1979 yang secara khusus menetapkan tentang pembentukan Direktorat Pembinaan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
 
Selanjutnya pada tahun 1979 terjadi perubahan organisasi lagi, dan keluarlah Keppres No. 47 tahun 1979. Dengan adanya perubahan tersebut maka yang berada di lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan adalah: (1) Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional; (2) Direktorat Kesenian); (3) Direktorat Permuseuman; (4) Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala; (5) Direktorat Pembinaan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sementara pusat-pusat yang berada di lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan adalah : (1) Pusat Pembinaan Perpusatakaan; (2) Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa; (3) Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
 
Pada tahun 1980 dilakukan reorganisasi kembali dan keluarlah Kepmendikbud No. 0222e/O/1980, tanggal 11 September 1980, tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Kebudayaan. Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, terdiri atas: (1) Sekretariat Direktorat Jenderal Kebudayaan; (2) direktorat Kesenian; (3) Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisi; (4) Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala; (5) Direktorat Permuseuman; (6) Direktorat Pembinaan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. . Sementara pusat-pusat yang berada di lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan adalah: (1) Pusat Pembinaan Perpusatakaan; (2) Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa; (3) Pusat Penelitian Arkeologi Nasional; (4) Museum Nasional; (5) Perpustakaan Nasional.
Baris 191:
Posisi Direktorat Jenderal Kebudayaan dalam Departemen Pendidikan dan Kebudayaan masih tetap sama seperti sebelumnya. Demikian pula halnya dengan struktur organisasi mulai dari tingkat Pusat hingga ke tingkat Daerah masih tetap sama. Struktur kelembagaan Direktorat Jenderal Kebudayaan terdiri atas: (1) Sekretariat Direktorat Jenderal Kebudayaan; (2) Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional; (3) Direktorat Kesenian; (4) Direktorat Permuseuman; (5) Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala; (6) Direktorat Pembinaan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Di samping itu, Direktorat Jenderal Kebudayaan membina secara teknis keberadaan Pusat-pusat, yaitu: (1) Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa; (2) Pusat Penelitian Arkeologi Nasion a I. Di tingkat Daerah, struktur organisasi juga masih tetap sama, yaitu terdiri atas bidang-bidang: (1) Bidang Kesenian; (2) Bidang Permuseuman dan Kepurbakalaan; (3) Bidang Sejarah dan Nilai Tradisional.
 
Selajutnya, di tingkat Kabupaten/Kota Madia, terdapat Seksi Kebudayaan. Unit ini mempunyai tugas pokok melaksanakan pembinaan dan pengembangan seluruh aspek kebudayaan, yaitu : Nilai Budaya, Kesenian, Peninggalan Sejarah dan Purbakala, Permuseuman, Kebahasaan dan Kesastraan, serta Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, di seluruh wilayah Kabupaten/Kota Madia. Sementara itu, untuk tingkat Kecamatan terdapat jabatan yang disebut Penilik Kebudayaan. Unit ini mempunyai tugas pokok melaksanakan pembinaan dan pengembangan segala aspek kebudayaan Nilai Budaya, Kesenian, Peninggalan Sejarah dan Purbakala, Permuseuman, Kebahasaan dan Kesastraan, serta Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, di seluruh wilayah Kecamatan.
 
Bila dibandingkan dengan bobot tanggung jawab di tingkat provinsi yang memiliki tiga bidang dan seksi-seksi, maka bobot tanggung jawan di tingkat kabupaten/kotamadia dan kecamatan cukup berat, karena pada kedua unit itu tidak dilengkapi dengan staf yang cukup. Pada keduanya tidak dilengkapi dengan subseksi atau urusan, bahkan tidak jarang mereka hanya bekerja seorang diri. Dalam tahun 1999 dibentuk Kabinet Reformasi, dan terjadi perubahan nomenklatur di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Nama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang lahir sejak tahun 1966, diganti menjadi Departemen Pendidikan Nasional. Meskipun ada perubahan, namun posisi Direktorat Jenderal Kebudayaan masih dapat dipertahankan tetap ada dan bersatu dengan bidang pendidikan, tetapi dalam struktur organisasinya mengalami perubahan agar tidak terjadi kerancuan dengan susunan organisasi dan nomenklatur di Departemen Pariwisata, Seni dan Budaya.