Filsafat budi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
LaninBot (bicara | kontrib)
k namun (di tengah kalimat) → tetapi
LaninBot (bicara | kontrib)
k Perubahan kosmetik tanda baca
Baris 46:
Argumen yang paling sering digunakan untuk mendukung dualisme adalah bahwa pandangan tersebut sesuai dengan intuisi berakal sehat bahwasanya pengalaman di alam sadar berbeda dengan materi tidak bernyawa. Apabila ditanya apa itu budi, orang awam akan menjawab bahwa budi itu adalah diri mereka, kepribadian mereka, jiwa mereka, atau entitas lainnya yang sejenis. Mereka akan menentang bahwa budi itu otak, atau sebaliknya, sehingga gagasan bahwa hanya ada satu entitas [[ontologi]]s itu terlalu mekanistik, atau tidak dapat dipahami.<ref name="Du" /> Banyak filsuf-filsuf budi modern meyakini bahwa intuisi-intuisi tersebut menyesatkan dan kita harus menggunakan kemampuan kritis kita, ditambah dengan bukti empiris dari ilmu pengetahuan, untuk memeriksa asumsi-asumsi tersebut agar kita dapat menentukan apakah pada gagasan-gagasan tersebut mempunyai dasar yang kuat.<ref name="Du" />
 
Argumen penting lain adalah bahwa budi dan fisik tampaknya cukup berbeda, dan mungkin merupakan properti yang tidak dapat direkonsiliasi.<ref name="Ja">Jackson, F. (1982) “Epiphenomenal Qualia.” Reprinted in Chalmers, David ed. :2002. ''Philosophy of Mind: Classical and Contemporary Readings''. Oxford University Press.</ref> Peristiwa budi mempunyai sifat subjektif, sementara sifat fisik tidak. Contohnya, seseorang dapat bertanya bagaimana rasanya jari terbakar, atau seperti apa langit biru itu, atau seperti apa lagu yang bagus bagi seseorang. Sebaliknya, sangatlah tidak berarti, atau paling tidak aneh, untuk mempertanyakan bagaimana rasanya menerima [[asam glutamat]] pada bagian dorsolateral [[hipokampus]].
 
Berdasarkan argumen dari alasan, apabila (seperti yang disiratkan monisme) semua pemikiran kita adalah akibat dari sebab fisik, maka kita tidak bisa mengasumsikan bahwa pemikiran kita juga merupakan akibat dari alasan yang masuk akal. Pengetahuan, bagaimanapun, dipahami melalui penalaran dari alasan ke akibat. Maka, apabila monisme benar, tidak ada jalan untuk mengetahui hal tersebut - atau hal lain yang bukan merupakan akibat langsung dari sebab fisik - dan kita bahkan tidak bisa memisalkannya.