Filsafat ketuhanan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
LaninBot (bicara | kontrib)
k namun (di tengah kalimat) → tetapi
LaninBot (bicara | kontrib)
k Perubahan kosmetik tanda baca
Baris 6:
Penelaahan tentang [[Allah]] dalam filsafat lazimnya disebut ''teologi filosofi''.<ref name="Leahy">{{id}}Louis Leahy., ''Masalah Ketuhanan Dewasa Ini''., Yogyakarta: Kanisius, 1982</ref> Hal ini bukan menyelidiki tentang Allah sebagai objek, tetapi eksistensi alam semesta, yakni makhluk yang diciptakan, sebab Allah dipandang semata-mata sebagai kausa pertama, tetapi bukan pada diri-Nya sendiri, Allah sebenarnya bukan materi ilmu, bukan pula pada [[teodise]].<ref name="Leahy"/> Jadi pemahaman Allah di dalam agama harus dipisahkan Allah dalam filsafat.<ref name="Leahy"/> Namun pendapat ini ditolak oleh para agamawan, sebab dapat menimbulkan kekacauan berpikir pada orang beriman.<ref name="Leahy"/> Maka ditempuhlah cara ilmiah untuk membedakan dari teologi dengan menyejajarkan filsafat ketuhanan dengan filsafat lainnya (Filsafat manusia, filsafat alam dll).<ref name="Leahy"/> Maka para filsuf mendefinisikannya sebagai usaha yang dilakukan untuk menilai dengan lebih baik, dan secara [[refleksif]], realitas tertinggi yang dinamakan Allah itu, [[ide]] dan gambaran Allah melalui sekitar diri kita.<ref name="Leahy"/>
 
== Agama : Studi tentang tabiat Allah dan kepercayaan ==
Ide tentang Allah pada orang beragama secara [[universal|umum]] biasanya dijelaskan dalam tabiat Allah; "Yang Maha Tinggi" (Anselmus mengatakan: "Allah adalah sesuatu yang lebih besar dari padanya tidak dapat dipikirkan manusia)Yang Maha Besar, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Baik dan sebagainya.<ref name="Tjahyadi"/><ref name="Leahy"/><ref name="engel"/> Menurut Anselmus, ajaran-ajaran kristiani bisa dikembangkan dengan rasional, jadi tanpa bantuan otoritas lain (Kitab Suci, wahyu, ajaran Bapa Gereja).<ref name="Tjahyadi"/> Bahkan ia bisa menjelaskan eksistensi Allah dengan suatu argumen yang bisa diterima bahkan juga oleh mereka yang tidak beriman.<ref name="Tjahyadi"/> Eksistensi Allah dimulai dari pikiran manusia yang menerima begitu saja ajaran agama, tetapi juga menanyakannya dari siapa dan mengapa dirinya ada, alam alam, dan Allah sendiri bisa diterima adanya.<ref name="Huijbers"/>
 
Baris 42:
 
=== Descartes (1596-1650) ===
[[Rene Descartes]] memikirkan Tuhan bermula dari prinsip utamanya yang merupakan “gabungan antara [[pietisme]] Katolik dan [[Saintisme|sains]].<ref name="Lindsay">John Veitch., ''A Discourse on Method – Meditation and Principles'', Everyman’s Library 1912 halaman vii</ref> Descartes adalah seorang filsuf rasionalis yang terkenal dengan pemikiran ''ide Allah''.<ref name="Mackie"/> Tantangan yang mendorong Descartes adalah keragu-raguan radikalnya, ''The Methode of Doubt'' , bahkan menurutnya,''"indra bisa saja menipu, Yang Maha Kuasa dalam bayangan kita juga bisa saja menipu, sebab kita yang membayangkan"''.<ref name="Mackie">{{en}} ''The Miracle of Theism'', USA; Oxford University Press, 1982</ref><ref name="Skirry">Skirry. Justin., ''Descartes for the Perplexed'', British, 2008 Hlm 24,</ref> Dalam menjawab [[skeptisisme]] orang-orang pada masanya, maka dalam tinggalnya di Neubau, dekat kota [[Ulm]] - [[Jerman]], disebut sebagai “perjalanan menara”, kata lain dari [[meditasi]] yang dilakukan, dia menemukan ''Cogito, ergo sum'' tahun 1618.<ref name="Tjahyadi"/><ref name="Mackie"/> Karena orang pada zamannya meragukan apa yang mereka lihat, maka hal ini dipatahkan oleh Descartes bahwa apa yang dipikirkan saja sebenarnya sudah ada, minimal di pikiran.<ref name="Mackie"/> Orang bisa menyangkal segala sesuatu, tetapi ia tidak bisa menyangkal dirinya sendiri.<ref name="Tjahyadi"/> Jadi Allah di sini juga demikian, Allah sudah ada dengan sendirinya, bahkan lebih jauh Descartes mencari bukti-bukti empiris yang dia warisi dari para pendahulunya.<ref name="Mackie"/> Keterbukaan untuk mengemukakan ide dalam pikiran, maka segala sesuatu yang dapat dipikirkan pasti bisa ada.<ref name="Tjahyadi"/> Alkitab salah satu bukti eksistensi Allah, kemudian juga relasi bahwa manusia, binatang, malaikat, dan [[objek]]-objek lain ada karena ''natural light'' yang adalah Allah sendiri.<ref name="Mackie"/>
 
'''Filsafat Ketuhanan''' menurut Descartes adalah berawal dari fungsi iman, yang pada akhirnya berguna untuk menemukan Allah. Tanpa iman manusia cenderung menolak Allah. Ada dua hal yang bisa ditempuh agar ''Aku'' sampai pada Allah:
Baris 88:
* Allah dalam Filsafat proses Whitehead
Proses kreatifitas dan pembaruan dari satuan aktual-aktual terus terjadi, salah satu partisipannya adalah Allah, tetapi Dia yang paling menonjol karena dia adalah yang awali dan yang akhiri.<ref name="Tjahyadi"/>
1. Yang [[alfa|awali]] : Allah memiliki dua peran sekaligus yaitu sebagai dasar awali yangyk adanya tatanan dalam seluruh jagat raya dan sebagai dasar munculnya kebaruan dalam perwujudan suatu peristiwa aktual.<ref name="Tjahyadi"/>
2. Yang [[omega|akhiri]]: Allah sebagai penyerta yang tanggap dan menyelamatkan.<ref name="Tjahyadi"/>