Peristiwa Talangsari 1989: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Menambahkan tag <references /> yang hilang
LaninBot (bicara | kontrib)
k orangtua → orang tua
Baris 47:
Kedua, melalui sosok Warsito yang tewas dalam kasus Talangsari (7 Februari 1989). Azwar mengeksploitasi almarhum Warsito untuk ‘memeras’ [[Hendropriyono]]. Almarhum Warsito diposisikan sebagai korban. Padahal, meski usianya masih belasan, Warsito sudah dibina oleh Abdullah sebagai calon Mujahid. Akibat binaan Abdullah, Warsito dan beberapa teman sebayanya menjadi sosok yang militan. Warsito sudah dibina oleh Abdullah sebagai calon Mujahid, dan secara resmi menjadi anggota jama’ah sekurangnya sejak tahun 1988.
 
Keberangkatan Warsito ke Cihideung bukan sekadar mau nyantri, tetapi memang untuk mati syahid, dalam sebuah peperangan yang sudah direncanakan oleh komunitas Warsidi dan sejumlah muhajirin dari Jawa. Beberapa saat sebelum pecah kasus Talangsari, Warsito bersama Zulkarnaen dan Zulfikar (anak Pak Sediono) serta Isrul Koto (anak Pak Zamzuri), pamitan kepada orangtuaorang tua masing-masing untuk berjihad ke Talangsari.
 
Menurut ingatan Zulfikar, sebelum berangkat ke Talangsari untuk berjihad, Warsito menyampaikan sebuah pesan kepada adiknya agar merawat ayam-ayam peliharaan miliknya. Pesan itu –yang kemudian menjadi pesan terakhir Warsito, berbunyi: “… seandainya saya mati dik, tolong dirawat ayam-ayam ini…” Hal ini menunjukkan bahwa Warsito memang sudah siap mati syahid, karena kepergiannya ke Talangsari semata-mata untuk berperang dalam rangka jihad.
Baris 177:
=== Suroso dan Purwoko ===
 
Suroso sebenarnya sama sekali tidak terlibat kasus Talangsari maupun Sidorejo. Ketika kasus Talangsari terjadi, usia Suroso baru sebelas tahun. Praktis, ia sama sekali tidak tahu menahu soal kasus Talangsari. Begitu juga dengan kedua orangtuanya. Kebetulan, kediaman orangtuaorang tua Suroso tidak jauh dari tempat kejadian. Meski berdekatan dengan lokasi kejadian, Suroso dan orangtuanya sama sekali bukan Jama’ah Warsidi, dan tidak peduli dengan kiprah dan aktivitas Jama’ah Warsidi. Namun demikian, orangtuaorang tua Suroso tetap menjaga hubungan baik dengan Warsidi yang menjadi tetangganya.
 
Karena bertetangga dengan Warsidi, maka pada saat terjadinya kasus Talangsari, rumah orangtuaorang tua Suroso dirusak dan dijarah oleh penduduk sekitar, akibat salah sangka. Warga sekitar menduga, keluarga orangtuaorang tua Suroso merupakan salah satu provokator terjadinya kasus Talangsari.
 
Terjadinya perusakan sekaligus penjarahan terhadap rumah orangtuaorang tua Suroso, karena sepengetahuan warga, keluarga Suroso dikenal sebagai mantan anggota parpol terlarang (PKI). Warga juga menilai, kedekatan keluarga orangtuaorang tua Suroso dengan Warsidi membuat mereka memposisikan keluarga orangtuaorang tua Suroso sebagai musuh bersama. Apalagi, ketika itu, emosi warga belum sepenuhnya terlampiaskan, sehingga pelampiasan disalurkan kepada keluarga orangtuaorang tua Suroso.
 
Nama dan sosok Suroso yang selama ini tidak dikenal sehubungan dengan kasus Talangsari, tiba-tiba menyeruak begitu saja berkat peran Jayus yang melibatkannya dalam sebuah aksi bersama Komite Smalam dan Kontras untuk mengungkap kembali kasus Talangsari. Dalam momen ini, Suroso yang pandai bicara bahkan dinobatkan sebagai juru bicara oleh Jayus. Suroso mau diperalat Jayus karena diiming-imingi imbalan (materi).