Rawabogo, Ciwidey, Bandung: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-bercermin +becermin) |
k orangtua → orang tua |
||
Baris 27:
'''Falsafah Diri dan Kemanusiaan di Nagara Padang'''
Situs Nagara Padang menyiratkan perjalanan hidup manusia, tidak hanya badaniah tetapi juga rohaniah. Perjalanan lahir dan batin ini mengisyaratkan proses pencapaian manusia yang manusiawi. Falsafah kemanusiaan di tanah Sunda membedakan “jalma” (jelema) dengan “manusa”.
Kata pertama bermakna semenjak lahir seseorang baru “menjelma” menjadi mahluk. Ia belumlah manusia seutuhnya. Dia masih harus menjalani pendidikan yakni pembentukan dan pengembangan diri lahir dan batin. Kata kedua menjelaskan kondisi manusiawi bagi seseorang. Kondisi manusiawi dalam kata “Manusa” dijelaskan dengan hakikat “Kamanusaan”. Hakikat ini berisi tiga keterarahan: “Kami” atau kepada Yang Maha Kuasa pemberi kehidupan, “Kama” kepada
Ketiga keterarahan di atas menggambarkan secara kodrati manusia mampu mewujudkan “kasampurnaan”. “Kasampurnaan” dalam konteks ini lebih berarti tugas untuk memelihara dan menata dirinya, sesama manusia, alamnya berdasarkan kekuasaan yang dititipkan kepadanya oleh Yang Maha Kuasa. Tugas itu diemban pula karena konstelasi kehidupan dalam semesta sudah dan selalumenyempurnakan manusia. Kasampurnaan memang mengandaikan kelebihan manusia dibandingkan mahluk lainnya. Kelebihan itu justru menjadi amanat dan mandat yang sewajarnya diwujudkan karena kodratnya. Amanat dan mandat ini diberi wujud keutamaan, sikap hidup, dan perilaku mulia.
Perjalanan Menemukan Diri
Baris 42:
Tanggara: Gapura dengan 9 anak tangga.
Ungkara: Lawang Saketeng, atau
uga: Gapura ini menyimbolkan penyadaran keberadaan Diri seseorang dan keterkaitannya dengan Semesta dan Yang Kuasa. Keterkaitan ini disadari melalui doa pembukaan di gapura. Rangkaian doa ini menunjukkan bahwa seseorang selalu berkaitan dengan para leluhur (karuhun,
Doa pembukaan bertujuan juga untuk mendoakan
'''# Palawangan Ibu '''
Baris 56:
Uga: Batu ini mengingatkan seseorang pada pengasuhan ibu yang diterimanya pada saat kelahiran, dan pengasuhan ibu yang dialaminya setelah ia “lahir baru”. Pengasuhan ibu berhubungan dengan pendidikan rasa. Rasa penting ditumbuhkan karena kepekaan dan kesadaran akan kehidupan itu sendiri berasal dari kemampuan ini. Ketika rasa berkaitan dengan pikiran, hasilnya ialah pertumbuhan peradaban, manusia yang berbudaya.
Pengasuhan rasa dikaitkan dengan pendidikan pikiran. Pendidikan pikiran merupakan bagian dari Ayah. Pendidikan pikiran berkaitan dengan penanaman ilmu dalam artian kemampuan teknis dan pengetahuan umum mengenai kehidupan. Pendidikan Ayah berikaitan dengan derajat martabat kemanusiaan.
Seseorang belajar mengenal rasa dan pikiran melalui perilaku orangtuanya. Melalui pendidikan Bapak dan Ibu anak mengenal juga prinsip dan keutamaan melalui teladan. Dengan demikian, anak pun mengalami bahwa prinsip dan keutaman hidup merupakan kekuatan kodrati. Artinya keutamaan dan prinsip sudah mendarah daging dalam tubuh dan jiwa manusia. Jika
''' # Panyipuhan '''
|