Degung: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
→Perkembangan: Perbaukan/penambahan gelar di depan nama karena nama aslinya memakai gelar tersebut Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
→Perkembangan: Penambahan gelar kiagus dan haji karena nama sebenarnya/sebetulnya dengan menggunakan gelar tersebut; K.H.Anang thayib / Kiagus H.Anang thayib adalah saudagar pasar baru keturunan palembang Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 26:
Dulu gamelan degung hanya ditabuh secara gendingan (instrumental). Bupati Cianjur RT. Wiranatakusumah V ([[1912]]—[[1920]]) melarang degung memakai nyanyian (vokal) karena membuat suasana kurang serius (rucah). Ketika bupati ini tahun 1920 pindah menjadi bupati Bandung, maka perangkat gamelan degung di pendopo Cianjur juga turut dibawa bersama nayaganya, dipimpin oleh Idi. Sejak itu gamelan degung yang bernama Pamagersari ini menghiasi pendopo Bandung dengan lagu-lagunya.
Melihat dan mendengarkan keindahan degung, salah seorang saudagar Pasar Baru Bandung keturunan [[Palembang]],
Sebelumnya waditra (instrumen) gamelan degung hanya terdiri atas koromong (bonang) 13 penclon, cempres (saron panjang) 11 wilah, degung (jenglong) 6 penclon, dan goong satu buah. Kemudian penambahan-penambahan waditra terjadi sesuai dengan tantangan dan kebutuhan musikal, misalnya penambahan kendang dan suling oleh bapak Idi. Gamelan degung kabupaten Bandung, bersama kesenian lain digunakan sebagai musik gending karesmen (opera Sunda) kolosal Loetoeng Kasaroeng tanggal 18 Juni 1921 dalam menyambut Cultuurcongres Java Institut. Sebelumnya, tahun [[1918]] Rd. Soerawidjaja pernah pula membuat gending karesmen dengan musik degung, yang dipentaskan di Medan. Tahun [[1926]] degung dipakai untuk illustrasi film cerita pertama di Indonesia berjudul ''[[Lutung Kasarung|Loetoeng Kasaroeng]]'' oleh L. Heuveldrop dan G. Kruger produksi Java Film Company, Bandung. Karya lainnya yang menggunakan degung sebagai musiknya adalah gending karesmen Mundinglaya dikusumah oleh M. Idris Sastraprawira dan Rd. Djajaatmadja di Purwakarta tahun [[1931]].
|