Muhammad Sujono: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
NaidNdeso (bicara | kontrib)
NaidNdeso (bicara | kontrib)
Baris 42:
Setelah itu pemuda Soedjono mulai memasuki kancah revolusi dengan secara resmi masuk ke [[AURI]] tanggal [[1 April]] [[1946]] dengan mendapatkan Nomor Registrasi Prajurit (NRP) 461010. Mengawali karier di [[AURI]] (sekarang [[TNI AU]] dengan pangkat [[Opsir Udara II]] menjabat Perwira Staf Khusus merangkap perwira diperbantukan pada Komandan [[Pangkalan Udara Maguwo]] dengan tugas khusus untuk mengatur pertahanan pangkalan dan disiplin lainya, karena [[Agustinus Adisoetjipto|Komodor Muda Udara A.Adisutjipto]] yang ditunjuk untuk menjabat sebagai Komandan Pangkalan, sibuk mendidik calon-calon penerbang di Sekbang [[Bandar Udara Adi Sucipto|Maguwo]].
 
Kegiatan lainnya yang dilakukannya adalah melatih para pemuda untuk menjadi anggota [[Paskhas|Pasukan Pertahanan Pangkalan]] ([[PPP]]), kemudian atas perintah Markas Tertinggi AURI melalui [[Halim Perdanakusuma|Komodor Muda Udara Halim Perdanakusuma]] pada 1947 membentuk pasukan payung pertama (''paratroop''). Soedjono dengan semangat yang menyala-nyala melaksanakan perintah yang telah diberikan oleh Markas Tertinggi AURI dengan senang hati. Oleh karena ia belum pernah melaksanakan terjun, langkah pertama yang dilakukan beliau adalah mendatangi orang-orang yang berpengalaman dalam hal ''paracutis'', di samping itu ia mempelajari sendiri teori-teori terjun payung. Secara kebetulan Soedjono mendapatkan payung-payung bekas peninggalan Belanda yang sudah lama tidak terpakai di [[Bandar Udara Adi Sucipto|Pangkalan Udara Maguwo]]. Soedjono sendiri secara kebetulan baru mendapatkan informasi kalau ada pelipat payung zaman Belanda yaitu Legino, Amir Hamzah, dan Pungut. Mereka itu telah melaksanakan latihan penerjunan pertama kali tanggal 11 Februari 1946 di [[Bandar Udara Adi Sucipto|Pangkalan Udara Maguwo]]. Di samping itu Soedjono bertemu dengan Opsir Muda Udara I Soekotjo yang pernah bergabung dengan Angkatan Laut Belanda, melaksanakan penerjunan dalam Operasi Perang Dunia ke-II. Soejono kemudian menghubungi orang-orang tersebut untuk membantu memberikan teori dan praktek tentang penerjunan. Opsir Muda Udara I Soekotjo dengan senang hati membagikan pengetahuan dan pengalamannya pada Soedjono mengenai teori dan praktek terjun payung meliputi teknik pendaratan klasik dengan koprol, juga membagikan ilmu operasi pendaratan di daerah yang diduduki musuh seperti menghilang bila sedang diikuti musuh disuatu kota dan lain sebagainya. Soedjono bersama Opsir Muda Udara I Soekotjo mencoba sendiri untuk melakukan latihan terjun payung dengan pesawat Cureng bersayap ganda yang dikemudikan Komodor Muda Udara A.Adisutjipto dan Kadet Udara I Gunadi. Pesawat Cureng sebetulnya tidak lazim digunakan untuk terjun payung, karena pesawat tersebut merupakan pesawat latih yang tidak memungkinkan seorang penerjun meloncat dari dalam pesawat. Untuk itu ada teknik tersendiri untuk loncat dari pesawat, dimana penerjun keluar dari dalam pesawat kemudian merayap ke sisi kiri atau kanan pesawat untuk persiapan terjun. Setelah siap dengan posisi jongkok di pinggir sayap pesawat kemudian merebahkan diri kebelakang agar tidak tersangkut ekor pesawat.
 
Pelaksanaan latihan terjun yang dilakukan oleh Soedjono dan Soekotjo disaksikan oleh sejumlah petinggi [[AURI]] diantaranya [[KSAU]] [[Soerjadi Soerjadarma|Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma]], Perwira Operasi [[Halim Perdanakusuma|Komodor Muda Udara Halim Perdanakusuma]]. Baru penerjunan ke dua [[Soerjadi Soerjadarma|Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma]] meninggalkan tempat latihan. Namun dari cerita yang didapat dari orang terdekat rupanya [[Soerjadi Soerjadarma|Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma]] tidak tega melihat kalau percobaan terjun yang dilakukan oleh kedua orang tersebut mengalami kegagalan. Tuhan Maha Besar penerjunan yang dilakukan oleh Soedjono dan Soekotjo berhasil dilakukan dengan baik meskipun payung yang digunakan Soekotjo mengalami robek setelah melakukan penerjunan. Atas perintah KSAU Suryadarma, Soedjono juga mendapat tugas untuk melatih para pemuda yang akan diterjunkan di Kalimantan di bawah pimpinan [[Tjilik Riwut|Mayor Tjilik Riwut]] pada tanggal 17 Oktober 1947 dengan tugas untuk mendrop pasukan di belakang garis depan musuh.
 
== Meninggal Dunia ==
[[Marsekal Madya]] [[TNI]] ([[Purnawirawan|Purn.]]) HM. Soedjono, Mantanyang juga mantan Panglima [[Komando Pertahanan Udara Nasional Indonesia|Komando Pertahanan Udara Nasional]] (Pangkohudnas) pertama, meninggal dunia pada tanggal [[16 Agustus]] [[2010]] di [[Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto|RSPAD Gatot Subroto]], [[Jakarta]]. HM Soedjono wafat pada usia 8587 tahun karena sakit.<ref name=":0">[http{{Cite web|url=https://news.detik.com/berita/d-1421705/mantan-panglima-komando-udara-pertama-hm-soedjono-wafat "|title=Mantan Panglima Komando Udara Pertama HM Soedjono Wafat"]|website=detiknews|access-date=2019-06-12}}</ref> HM. Soedjono meninggal pada waktu 13.50 WIB. Rencana, almarhum akan dimakamkan di [[Purwakarta]], [[Jawa Barat]], pada [[Selasa]] ([[17 Agustus]] [[2010]]). Jenazah akan dibawa besok siang pukul 11.30 WIB. dan Akan dimakamkan di samping mendiang istrinya.<ref name=":0" />
 
== Jabatan Militer ==