Kesultanan Siak Sri Inderapura: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 77:
== Perdagangan ==
Kesultanan Siak Sri Inderapura mengambil keuntungan atas pengawasan perdagangan melalui [[Selat Melaka]], serta kemampuan mengendalikan para perompak di kawasan tersebut. Kemajuan perekonomian Siak terlihat dari catatan Belanda yang menyebutkan pada tahun 1783 ada sekitar 171 kapal dagang dari Siak menuju Malaka.<ref>Lee Kam Hing, (1986), ''The Shipping Lists of Dutch Melaka; A Source for the Study
of Coastal trade and Shipping in the Malay peninsula during the 17th and 18th centuries'', in: Mohd. Yusoff Hashim et al., Kapal dan Harta Karam; Ships and Sunken Treasure, pp. 53-76, Kuala Lumpur: Muzium Malaysia.</ref> Siak menjadi kawasan segitiga perdagangan antara Belanda di Malaka dan Inggris di [[Pulau Pinang]].<ref>''The London general gazetteer, or Geographical dictionary: containing a description of the various countries, kingdoms, states, cities, towns, &c. of the known world'', W. Baynes & Son, 1825.</ref> Namun disisi lain, kejayaan Siak ini memberi kecemburuan pada keturunan Yang Dipertuan Muda terutama setelah hilangnya kekuasaan mereka pada kawasan [[Kepulauan Riau]]. Sikap ketidaksukaan dan permusuhan terhadap [[Sultan Siak]], terlihat dalam [[Tuhfat al-Nafis]],<ref>[[Ali Haji bin Raja Haji Ahmad]], (1997), ''[[Tuhfat al-Nafis]]'', Fajar Bakti.</ref> di mana dalam deskripsi ceritanya mereka menggambarkan Sultan Siak sebagai "orang yang rakus akan kekayaan dunia".{{citation needed}}
 
Peranan [[Sungai Siak]] sebagai bagian kawasan inti dari kerajaan ini, berpengaruh besar terhadap kemajuan perekonomian Siak Sri Inderapura. Sungai Siak merupakan kawasan pengumpulan berbagai produk perdagangan, mulai dari kapur barus, benzoar, timah, dan emas. Sementara pada saat bersamaan masyarakat Siak juga telah menjadi eksportir kayu yang utama di Selat Malaka, serta salah satu kawasan industri kayu untuk pembuatan kapal maupun bangunan. Dengan cadangan [[kayu]] yang berlimpah, pada tahun 1775 Belanda mengizinkan kapal-kapal Siak mendapat akses langsung kepada sumber [[beras]] dan [[garam]] di [[Pulau Jawa]], tanpa harus membayar kompensasi kepada VOC. Namun tentu dengan syarat Belanda juga diberikan akses langsung kepada sumber kayu di Siak, yang mereka sebut sebagai kawasan hutan hujan yang tidak berujung.<ref>VOC 3470, ''Secret Letters from Malacca to Batavia for 1775'', f. 339-34.</ref>