Abdul Qadir al-Jailani: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 49:
 
== Awal Kemasyhuran ==
Al-Jaba’IJaba’i berkata bahwa Syaikh Abdul Qadir Alal-Jailani jugapernah berkata kepadanya, “tidur“Tidur dan bangunku sudah diatur. Pada suatu saat, dalam dadaku timbul keinginan yang kuat untuk berbicara. Begitu kuatnya sampai aku merasa tercekik jika tidak berbicara. Dan ketika berbicara, aku tidak dapat menghentikannya. Pada saat itu ada dua atau tiga orang yang mendengarkan perkataanku. Kemudian mereka mengabarkan apa yang aku ucapkan kepada orang-orang, dan merekapun berduyun-duyun mendatangiku di [[masjid]] Bab Al-Halbah. Karena tidak memungkinkan lagi, aku dipindahkan ke tengah kota dan dikelilingi dengan lampu. Orang-orang tetap datang di [[malam]] hari dandengan memakaimembawa [[lilin]] dan [[obor]] danhingga memenuhi tempat tersebut. Kemudian, aku dibawa keluarke luar kota dan ditempatkan di sebuah [[mushalla]]. Namun, orang-orang tetap datang kepadaku, dengan mengendarai [[kuda]], [[unta]] bahkan [[keledai]] dan menempati tempat disekelilingkudi sekelilingku. Saat itu hadir sekitar 70 orang para wali RadhiAllahu''radhiallahu 'anhum]].
 
Kemudian, Syaikh Abdul Qadir melanjutkan, “Aku melihat RasulullohRasulullah SAW sebelum [[dzuhur]], beliau berkata kepadaku, ’anakku"anakku, mengapa engkau tidak berbicara ?". ’AyahkuAku menjawab, "Ayahku, bagaimana aku yang non arab ini berbicara di depan orang-orang fasih dari Baghdad?". Beliau berkata, ’buka"buka mulutmu’,mulutmu". laluLalu, beliau meniup 7 kali ke dalam mulutku kemudian berkata, ”bicaralah dan ajak mereka ke jalan Allah dengan [[hikmah]] dan peringatan yang baik”. Setelah itu, aku shalat dzuhur dan duduk danserta mendapati jumlah yang sangat luar biasa banyaknya sehingga membuatku gemetar. Kemudian aku melihat Ali r.a. datang dan berkata, ’buka"buka mulutmu’mulutmu". Beliau lalaulalu meniup 6 kali kedalamke dalam mulutku dan ketika aku bertanya kepadanya mengapa beliau tidak meniup 7 kali seperti yang dilakukan RasulullohRasulullah SAW, beliau menjawab bahwa beliau melakukan itu karena rasa hormat beliau kepada RasuluLlohRasuluLlah SAW. Kemudian, akkuaku berkata, ’Pikiran"Pikiran, sang penyelam, yang mencari [[mutiara]] ma’rifah dengan menyelami laut hati, mencampakkannya ke pantai dada , dilelang oleh lidah sang calo, kemudian dibeli dengan permata ketaatan dalam rumah yang diizinkan Allah untuk diangkat’”diangkat”. Beliau kemudian menyitir, :"Dan untuk wanita seperti Laila, seorang pria dapat membunuh dirinya dan menjadikan maut dan siksaan sebagai sesuatu yang manis."
 
Dalam beberapa manuskrip sayadidapatkan mendapatkanbahwa Syaikh Abdul Qadir Al-al Jailani berkata, ”Sebuah suara berkata kepadaku saat aku berada di pengasingan diri, ‘kembali"kembali ke Baghdad dan ceramahilah orang-orang’orang". AkupunAku masukpun ke Baghdad dan menemukan para penduduknya dalam kondisi yang tidak aku sukai dan karena itulah aku tidak jadi mengikuti mereka’mereka". ‘sesungguhnya’"Sesungguhnya" kata suara tersebut ,’mereka "Mereka akan mendapatkan manfaat dari keberadaan dirimu’dirimu". "Apa hubungan mereka dengan keselamatan agamaku/keyakinanku" tanyaku. "Kembali (ke Baghdad) dan engkau akan mendapatkan keselamatan agamamu" jawab suara itu.
Idan untuk wanita seperti Laila seorang pria dapat membunuh dirinya, dan menjadikan maut dan siksaan sebagai sesuatu yang manis
 
AkupunAku pun menbuat 70 perjanjian dengan Allah. DiantaranyaDi antaranya adalah tidak ada seorangpunseorang pun yang menentangku dan tidak ada seorang muridku yang meninggal kecuali dalam keadaan bertaubat. Setelah itu, aku kembali ke Baghdad dan mulai berceramah.
Dalam beberapa manuskrip saya mendapatkan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata, ”Sebuah suara berkata kepadaku saat aku berada di pengasingan diri, ‘kembali ke Baghdad dan ceramahilah orang-orang’. Akupun masuk Baghdad dan menemukan para penduduknya dalam kondisi yang tidak aku sukai dan karena itulah aku tidak jadi mengikuti mereka’. ‘sesungguhnya’ kata suara tersebut ,’mereka akan mendapatkan manfaat dari keberadaan dirimu’.
 
== Beberapa Kejadian Penting ==
‘Apa hubungan mereka dengan keselamatan agamaku / keyakinanku’ tanyaku.
Suatu ketika, saat aku berceramah , aku melihat sebuah [[cahaya]] terang benderang mendatangi aku.
‘Apa"Apa ini dan ada apa?’tanyaku" tanyaku.
‘Rasululloh"Rasulullah SAW akan datang menemuimu untuk memberikan selamat’selamat" jawab sebuah suara.
[[Sinar]] tersebut makinsemakin membesar dan aku mulai masuk dalam kondisi [[spiritual]] yang membuatku setengah [[sadar]]. Lalu, aku melihat RasuLullohRasuLullah SAW di depan [[mimbar]], mengambang di [[udara]] dan memanggilku, ’wahai"Wahai Abdul Qadir’Qadir". Begitu gembiranya aku dengan kedatangan RasuluLlohRasulullah SAW , aku melangkah naik ke udara menghampirinya. Beliau meniup ke dalam mulutku 7 kali. Kemudian Ali datang dan meniup ke dalam mulutku 3 kali. ’mengapa"Mengapa engkau tidak melakukan seperti yang dilakukan RasuluLlohRasulullah SAW?" tanyaku kepadanya. ‘sebagai"Sebagai rasa hormatku kepada Rasulullah SAW‘SAW" jawab beliau.
 
RasuluLlahRasulullah SAW kemudian memakaikan jubah kehormatan kepadaku. ‘apa"apa ini ?" tanyaku. ‘ini’"Ini" jawab Rasulullah, ’adalah"adalah jubah kewalianmu dan dikhususkan kepada orang-orang yang mendapat derajad ''Qutb'' dalam jenjang kewalian’kewalian". Setelah itu , akupunaku pun tercerahkan dan mulai berceramah.
‘Kembali (ke Baghdad) dan engkau akan mendapatkan keselamatan agamamu’ jawab suara itu.
 
Saat [[Khidir]] as. Datang hendak mengujiku dengan ujian yang diberikan kepada para wali sebelumku, Allah membukakan rahasianya dan apa yang akan di katakannyadikatakannya kepadaku. Aku berkata kepadanya, ”Wahai Khidir, apabila engkau berkata kepadaku, ’Engkau"Engkau tidak akan sabar kepadaku’kepadaku", maka aku akan berkata kepadamu, ‘Engkau"Engkau tidak akan sabar kepadaku’kepadaku". "Wahai Khidir, Engkau termasuk golongan Israel sedangkan aku termasuk golongan Muhammad, maka inilah aku dan engkau. Aku dan engkau seperti sebuah bola dan lapangan, yang ini [[Muhammad]] dan yang ini Ar[[ar-Rahman]], ini kuda berpelana, [[busur]] terentang dan [[pedang]] terhunus.”
Akupun menbuat 70 perjanjian dengan Allah. Diantaranya adalah tidak ada seorangpun yang menentangku dan tidak ada seorang muridku yang meninggal kecuali dalam keadaan bertaubat. Setelah itu, aku kembali ke Baghdad dan mulai berceramah.
Suatu ketika saat aku berceramah , aku melihat sebuah cahaya terang benderang mendatangi aku.
‘Apa ini dan ada apa?’tanyaku.
‘Rasululloh SAW akan datang menemuimu untuk memberikan selamat’ jawab sebuah suara.
Sinar tersebut makin membesar dan aku mulai masuk dalam kondisi spiritual yang membuatku setengah sadar. Lalu aku melihat RasuLulloh SAW di depan mimbar, mengambang di udara dan memanggilku, ’wahai Abdul Qadir’. Begitu gembiranya aku dengan kedatangan RasuluLloh SAW , aku melangkah naik ke udara menghampirinya. Beliau meniup ke dalam mulutku 7 kali. Kemudian Ali datang dan meniup ke dalam mulutku 3 kali. ’mengapa engkau tidak melakukan seperti yang dilakukan RasuluLloh SAW?’ tanyaku kepadanya. ‘sebagai rasa hormatku kepada Rasulullah SAW‘ jawab beliau.
 
Al-Khattab pelayan Syaikh Abdul QAdir meriwayatkan bahwa suatu hari ketika beliau sedang berceramah tiba-tiba beliau berjalan naik ke udara dan berkata, “Hai orang Israel, dengarkan apa yang dikatakan oleh kaum Muhammad” lalu kembali ke tempatnya. Saat ditanya mengenai hal tersebut beliau menjawab, ”Tadi Abu Abbas Al-al Khidir as lewat, makadan aku akupunpun berbicara kepadanya seperti yang kalian dengar tadi dan ia berhenti”.
RasuluLlah SAW kemudian memakaikan jubah kehormatan kepadaku. ‘apa ini ?’ tanyaku. ‘ini’ jawab Rasulullah, ’adalah jubah kewalianmu dan dikhususkan kepada orang-orang yang mendapat derajad Qutb dalam jenjang kewalian’. Setelah itu , akupun tercerahkan dan mulai berceramah.
 
== Hubungan Guru dan Murid ==
Saat Khidir as. Datang hendak mengujiku dengan ujian yang diberikan kepada para wali sebelumku, Allah membukakan rahasianya dan apa yang akan di katakannya kepadaku. Aku berkata kepadanya, ”Wahai Khidir, apabila engkau berkata kepadaku ’Engkau tidak akan sabar kepadaku’, maka aku akan berkata kepadamu ‘Engkau tidak akan sabar kepadaku’. Wahai Khidir, Engkau termasuk golongan Israel sedangkan aku termasuk golongan Muhammad, maka inilah aku dan engkau. Aku dan engkau seperti sebuah bola dan lapangan, yang ini Muhammad dan yang ini Ar-Rahman, ini kuda berpelana, busur terentang dan pedang terhunus.”
Guru dan teladan kita Syaikh Abdul Qadir Al-al Jilli berkata, seorang”Seorang Syaikh tidak dapat dikatakan mencapai puncak spiritual kecuali apabila 12 karakter berikut ini telah mendarah daging dalam dirinya yaitu :.
Al-Khattab pelayan Syaikh Abdul QAdir meriwayatkan bahwa suatu hari ketika beliau sedang berceramah tiba-tiba beliau berjalan naik ke udara dan berkata, “Hai orang Israel, dengarkan apa yang dikatakan oleh kaum Muhammad” lalu kembali ke tempatnya. Saat ditanya mengenai hal tersebut beliau menjawab, ”Tadi Abu Abbas Al-Khidir as lewat, maka akupun berbicara kepadanya seperti yang kalian dengar tadi dan ia berhenti”.
 
Dua karakter dari Allah yaitu dia menjadi seorang yang ''sattar'' (menutup aib) dan ''ghaffar'' (pemaaf).
Guru dan teladan kita Syaikh Abdul Qadir Al-Jilli berkata,” seorang Syaikh tidak dapat dikatakan mencapai puncak spiritual kecuali apabila 12 karakter berikut ini telah mendarah daging dalam dirinya yaitu :
 
Dua karakter dari AllahRasulullah SAW yaitu dia menjadi seorang yang Sattar (menutup aib)penyayang dan Ghaffar (Maha pemaaf)lembut.
 
Dua karakter dari RasuluLlah[[Abu SAWBakar]] yaitu penyayangjujur dan lembutdapat dipercaya.
 
Dua karakter dari Abu Bakar[[Umar]] yaitu jujuramar danma’ruf dapatnahi dipercayamunkar.
 
Dua karakter dari Umar[[Utsman]] yaitu amardermawan ma’rufdan nahibangun munkar([[tahajjud]]) pada waktu orang lain sedang tidur.
 
Dua karakter dari UtsmanAli yaitu dermawan dan bangunaalim (tahajjud[[cerdas]]/[[intelek]]) pada waktu orang lain sedangdan tidurpemberani.
 
Masih berkenaan dengan pembicaraan di atas dalam bait [[syair]] yang dinisbatkan kepada beliau dikatakan :
Dua karakter dari Ali yaitu aalim (cerdas/intelek) dan pemberani.
 
Bila lima perkara tidak terdapat dalam diri seorang syaikh maka ia adalah [[Dajjal]] yang mengajak kepada kesesatan.
Masih berkenaan dengan pembicaraan di atas dalam bait syair yang dinisbatkan kepada beliau dikatakan :
 
Dia harus sangat mengetahui hukum-hukum [[syariat]] dzahir, mencari ilmu [[hakekat|hakikah]] dari sumbernya, hormat dan ramah kepada tamu, lemah lembut kepada si miskin, mengawasi para muridnya sedang ia selalu merasa diawasi oleh Allah.
Bila lima perkara tidak terdapat dalam diri seorang syaikh maka ia adalah Dajjal yang mengajak kepada kesesatan.
 
Syaikh Abdul Qadir juga menyatakan bahwa Syaikh Al-al Junaid mengajarkan standar Al-Qur’anal Quran dan Sunnah kepada kita untuk menilai seorang Syaikhsyaikh. Apabila ia tidak hapal Al-Qur’anal Quran, tidak menulis dan menghapal Hadits, maka dia tidak pantas untuk diikuti.
Dia harus sangat mengetahui hukum-hukum syariat dzahir, mencari ilmu hakikah dari sumbernya, hormat dan ramah kepada tamu, lemah lembut kepada si miskin, mengawasi para muridnya sedang ia selalu merasa diawasi oleh Allah
 
Menurut saya (penulis buku) yang harus dimiliki seorang Syaikhsyaikh ketika mendidik seseorang adalah dia menerima si murid untuk Allah, bukan untuk dirinya atau alasan lainnya. selaluSelalu menasihati muridnya, mengawasi muridnya dengan pandangan kasih. Lemah lembut kepada muridnya saat sang murid tidak mampu menyelesaikan Riyadhah[[riyadhah]]. Dia juga harus mendidik si murid bagaikan anak sendiri dan orang tua penuh dengan kasih dan kelemah lembutankelemahlembutan dalam mendidik anakknyaanaknya. Oleh karena itu, dia selalu memberikan yang paling mudah kepada si murid dan tidak membebaninya dengan sesuatu yang tidak mampu dilakukannya. Dan setelah sang muuriidmurid bersumpah untuk bertobat dan selalu taat kepada Allah baru sang syaikh memberikan yang lebih berat kepadanya. Sesungguhnya [[bai’at]] bersumber dari hadits RasuluLlahRasulullah SAW ketika beliau mengambil bai’at para sahabatnya.
Syaikh Abdul Qadir juga menyatakan bahwa Syaikh Al-Junaid mengajarkan standar Al-Qur’an dan Sunnah kepada kita untuk menilai seorang Syaikh. Apabila ia tidak hapal Al-Qur’an, tidak menulis dan menghapal Hadits, maka dia tidak pantas untuk diikuti.
 
Kemudian dia harus [[talkin|mentalqin]] si murid dengan [[zikir]] lengkap dengan silsilahnya. Sesungguhnya Ali ra. Bertanyabertanya kepada RasuluLlohRasulullah SAW, ‘Yaa"Wahai Rasulullah, jalan manakah yang terdekat untuk sampai kepada Allah, paling mudah bagi hambanya dan paling [[afdhal]] di sisi -Nya. RasuluLlahRasulullah berkata,’Ali "Ali, hendaknya jangan putus berzikir (mengingat) kepada Allah dalam [[khalwat]] (kontemplasinya[[kontemplasi]]nya)". Kemudian, Ali ra. Kembalikembali berkata , ‘Hanya"Hanya demikiankah [[fadhilah]] zikir, sedangkan semua orang berzikir’berzikir". RasuluLlahRasulullah berkata,’Tidak "Tidak hanya itu wahai Ali, kiamat tidak akan terjadi di muka bumi ini selama masih ada orang yang mengucapkan “Allah”'Allah', “Allah”'Allah'. ‘Bagai mana"Bagaimana aku berzikir?’." Tanyatanya Ali. RasuluLlahRasulullah bersabda, ’dengarkan"Dengarkan apa yang aku ucapkan. Aku akan mengucapkannya sebanyak tiga kali dan aku akan mendengarkan engkau mengulanginya sebanyak tiga kali pula’pula". Lalu, RasuluLlahRasulullah berkata, “Laa“''Laa ilaaha illallah”illallah''” sebanyak tiga kali dengan mata terpejam dan suara kjeraskeras. Ucapan tersebut di ulang oleh Ali dengan cara yang sama RasuluLlahseperti yang Rasulullah lakukan. Inilah asal talqin kalimat ''Laa ilaaha Illallah''. Semoga Allah memberikan taufiknya kepada kita dengan kalimat tersebut”tersebut.
Menurut saya (penulis buku) yang harus dimiliki seorang Syaikh ketika mendidik seseorang adalah dia menerima si murid untuk Allah, bukan untuk dirinya atau alasan lainnya. selalu menasihati muridnya, mengawasi muridnya dengan pandangan kasih. Lemah lembut kepada muridnya saat sang murid tidak mampu menyelesaikan Riyadhah. Dia juga harus mendidik si murid bagaikan anak sendiri dan orang tua penuh dengan kasih dan kelemah lembutan dalam mendidik anakknya. Oleh karena itu dia selalu memberikan yang paling mudah kepada si murid dan tidak membebaninya dengan sesuatu yang tidak mampu dilakukannya. Dan setelah sang muuriid bersumpah untuk bertobat dan selalu taat kepada Allah baru sang syaikh memberikan yang lebih berat kepadanya. Sesungguhnya bai’at bersumber dari hadits RasuluLlah SAW ketika beliau mengambil bai’at para sahabatnya.
 
Syaikh Abdul Qadir berkata, ”Kalimat tauhid akan sulit hadir pasdapada seorang individu yang belum di talqin dengan zikir bersilsilah kepada RasulluLlahRasullullah oleh Mursyidnya[[mursyid|mursyidnya]] saat menghadapi sakaratilsakaratul maut”.
Kemudian dia harus mentalqin si murid dengan zikir lengkap dengan silsilahnya. Sesungguhnya Ali ra. Bertanya kepada RasuluLloh SAW, ‘Yaa Rasulullah, jalan manakah yang terdekat untuk sampai kepada Allah, paling mudah bagi hambanya dan paling afdhal di sisi Nya. RasuluLlah berkata,’Ali, hendaknya jangan putus berzikir (mengingat) kepada Allah dalam khalwat (kontemplasinya)’. Kemudian Ali ra. Kembali berkata , ‘Hanya demikiankah fadhilah zikir, sedangkan semua orang berzikir’. RasuluLlah berkata,’Tidak hanya itu wahai Ali, kiamat tidak akan terjadi di muka bumi ini selama masih ada orang yang mengucapkan “Allah” “Allah”. ‘Bagai mana aku berzikir?’. Tanya Ali. RasuluLlah bersabda, ’dengarkan apa yang aku ucapkan. Aku akan mengucapkannya sebanyak tiga kali dan aku akan mendengarkan engkau mengulanginya sebanyak tiga kali pula’. Lalu RasuluLlah berkata, “Laa ilaaha illallah” sebanyak tiga kali dengan mata terpejam dan suara kjeras. Ucapan tersebut di ulang oleh Ali dengan cara yang sama RasuluLlah lakukan. Inilah asal talqin kalimat Laa ilaaha Illallah. Semoga Allah memberikan taufiknya kepada kita dengan kalimat tersebut”.
 
Karena itulah Syaikh Abdul Qadir selalu mengulang-ulang syair yang berbunyi :
Syaikh Abdul Qadir berkata, ”Kalimat tauhid akan sulit hadir pasda seorang individu yang belum di talqin dengan zikir bersilsilah kepada RasulluLlah oleh Mursyidnya saat menghadapi sakaratil maut”.
 
Karena itulah Syaikh Abdul Qadir selalu mengulang-ulang syair yang berbunyi :
Wahai yang enak diulang dan diucapkan (kalimat tauhid) jangan engkau lupakan aku saat perpisahan (maut).