Benteng Baluwerti: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
Sedang dikembangkan tahap 1
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
Baris 12:
 
== ''Bastion'' ("Pojok Beteng") ==
Setiap sudut benteng ini dilengkapi denganmemiliki ''bastion'' yang dilengkapi dengan meriam dan lubang kecil untuk mengintai musuh. Saat ini ''bastion'' lebih dikenal di kalangan masyarakat Yogyakarta sebagai "Pojok Beteng", disingkat "Jokteng". JoktengPojok beteng ini memiliki arsitektur yang sama di tiapkeempat sudutnya.
 
Pojok beteng tersebut juga memiliki penamaan berdasarkan arah mata anginnya, yaitu Pojok Beteng Kulon, Pojok Beteng Wetan, Pojok Beteng Lor, dan Pojok Beteng Lor Wetan.
 
Lokasi Pojok Beteng Kulon (sisi barat daya) adalah di dekat persimpangan yang menghubungkan Jalan Bantul, Jalan Sugeng Jeroni, Jalan [[Wahid Hasyim|K.H. Wahid Hasjim]], dan Jalan [[M.T. Haryono]]. Pojok beteng ini masih utuh dan dahulu memiliki sebuah jalan masuk menuju ''jeron beteng'' (Jalan Nagan Kulon) di sampingnya. Tetapi per 30 Juli 2019, jalan masuk menuju benteng tersebut ditutup sebagai dampak revitalisasi Benteng Baluwerti.<ref>{{Cite web|url=https://jogja.tribunnews.com/2019/07/31/ruas-jalan-pojok-beteng-kulon-ditutup-ini-beberapa-jalur-alternatif-yang-bisa-dilalui|title=Ruas Jalan Pojok Beteng Kulon Ditutup, Ini Beberapa Jalur Alternatif yang Bisa Dilalui|website=Tribun Jogja|language=id-ID|access-date=2019-08-10}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://krjogja.com/web/news/read/106077/Jalan_di_Jokteng_Kulon_Ditutup_Beteng_Disambung_Lagi|title=Jalan di Jokteng Kulon Ditutup, Beteng Disambung Lagi|website=krjogja.com|language=en|access-date=2019-08-10}}</ref>
 
Lokasi Pojok Beteng Wetan (sisi tenggara) adalah di dekat persimpangan yang menghubungkan Jalan Parangtritis, Jalan [[Sutoyo Siswomiharjo|Mayjend Sutoyo]], Jalan [[Sugiyono|Kolonel Sugiyono]], dan Jalan [[Katamso Darmokusumo|Brigjend Katamso]], atau tepatnya ke arah barat dari [[Museum Perjuangan Yogyakarta|Museum Perjuangan]].<ref name=":1">{{Cite web|url=http://yogyakarta.panduanwisata.id/wisata-sejarah-2/pojok-beteng-beteng-pertahanan-keraton-yogyakarta/|title=Pojok Beteng, Beteng Pertahanan Keraton Yogyakarta|last=ipank|website=Wisata Yogyakarta|language=id|access-date=2019-08-10}}</ref>
 
Lokasi Pojok Beteng Lor (sisi barat laut) adalah di dekat bekas emplasemen [[Stasiun Ngabean]], tepatnya di pertigaan Jalan [[Wahid Hasjim|K.H. Wahid Hasjim]] dan Jalan [[Agus Salim|K.H. Agus Salim]] (arah Kauman).<ref name=":1" />
 
Satu pojok beteng lagi (Lor Wetan, sisi timur laut), berlokasi di pertigaan Jalan [[Ibu Ruswo]] (arah Alun-alun Utara) dan Jalan Brigjend Katamso, kini hanya menyisakan puing-puingnya karena dihancurkan saat terjadi peristiwa [[Geger Sepehi|Geger Sepoy]] pada masa pendudukan Inggris di Indonesia di bawah Gubernur Jenderal [[Thomas Stamford Raffles|Raffles]] pada tahun 1812.<ref>{{Cite web|url=https://merahputih.com/post/read/menelisik-sejarah-pojok-benteng-yogyakarta|title=Menelisik Sejarah Pojok Benteng Yogyakarta|last=Flo|first=Eddy|date=2016-03-21|website=MerahPutih|access-date=2019-08-10}}</ref>
 
== Plengkung ==
Agar pergerakan dan mobilitas warga, prajurit keraton, dan [[abdi dalem]] lainnya lebih leluasa, setiap sisi benteng memiliki struktur [[Pelengkung|''plengkung'']]. Dinamakan ''plengkung'' karena struktur lubang-lubang pada bangunan ini memiliki penampang bulat, mirip dengan viaduk. Pada bagian dalam plengkung terdapat sebuah kap lampu berbahan bakar minyak tanah/gas, tetapi sudah tak lagi digunakan. Untuk alasan visibilitas pengendara pada malam hari, lampu LED dipasang di sisi luarnya. Setiap plengkung ini dahulu memiliki jembatan gantung, yang diangkat pada jam 20.00 hingga dibuka lagi jam 05.00 dan biasanya ditandai dengan suara [[trompet]] dan [[tambur]] (drum) oleh prajurit-prajurit Keraton.<ref name=":0" /> Nama-nama plengkung tersebut adalah Tarunasura, Jagasura, Jagabaya, Madyasura, dan Nirbaya. Saat ini hanya ada dua plengkung yang benar-benar utuh.
Agar pergerakan dan mobilitas warga, prajurit keraton, dan [[abdi dalem]] lainnya lebih leluasa
 
Plengkung Tarunasura, lebih dikenal sebagai Plengkung Wijilan, merupakan plengkung yang lokasinya berada di sayap timur Alun-alun Utara. Tepatnya melewati Jalan Ibu Ruswo lalu berbelok ke arah kanan jika kendaraan bergerak dari Alun-alun. Plengkung ini dapat disebut sebagai "pintu gerbang" menuju pusat rumah makan [[gudeg]] yang kini menjadi masakan legendaris Yogyakarta. Secara etimologis, ''tarunaśura'' berarti "pemuda pemberani" dalam bahasa Jawa kuno. Hal ini diyakini bahwa dahulu plengkung ini dijaga oleh prajurit-prajurit taruna (muda).
 
Plengkung Jagasura, lebih dikenal sebagai Plengkung Ngasem, merupakan plengkung yang lokasinya berada di sayap barat Alun-alun Utara. Jika kendaraan berjalan dari arah alun-alun, belok kiri ketika menemui perempatan Kauman. Secara etimologis, ''jagaśura'' berarti "pasukan penjaga yang pemberani". Hal ini mengingat adanya "ruang pribadi Sultan", yaitu [[Taman Sari Yogyakarta|Taman Sari]] yang dapat diakses melalui Jalan Ngasem, sehingga harus dijaga ketat oleh prajurit keraton.
 
Plengkung Jagabaya, lebih dikenal sebagai Plengkung Tamansari, adalah plengkung di sisi barat benteng. Lokasinya berada di perempatan yang menghubungkan Jalan Kadipaten, Jalan [[Wahid Hasjim|K.H. Wahid Hasyim]], dan Jalan [[Siswondo Parman|Letjend. S. Parman]]. Plengkung ini kini digantikan dengan sebuah gapura. Kata ''jagabaya'' berarti "menjaga dari marabahaya", menggambarkan tugas dan fungsi pasukan pengamanan Sultan, mengingat Taman Sari masih berstatus sebagai "ruang pribadi" Sultan.
 
Plengkung Madyasura, lebih dikenal sebagai Plengkung Gondomanan di sisi timur benteng. Lokasinya berada di pertigaan yang menghubungkan Jalan Brigjend Katamso dengan Jalan Mantrigawen. Plengkung ini juga disebut sebagai "Plengkung Buntet (tersumbat)", karena plengkung ini ditutup penuh pada saat peristiwa Geger Sepoy yang memporakporandakan sisi timur benteng Keraton.<ref name=":0" /> Sejak pemerintahan [[Hamengkubuwana VIII]], plengkung ini berubah wujud menjadi gapura.
 
Plengkung Nirbaya, lebih dikenal dengan nama Plengkung Gading, berlokasi di perempatan yang menghubungkan Jalan Gading, Jalan M.T. Haryono, Jalan Mayjend Sutoyo, dan Jalan [[D.I. Pandjaitan]]. Jalan D.I. Pandjaitan ini terus mengarah ke selatan hingga [[Panggung Krapyak]]. Pada masa lalu, khusus untuk Sultan, tidak diperbolehkan keluar masuk plengkung ini seumur hidupnya menjabat. Hal ini karena plengkung ini adalah jalan akses bagi jenazah Sultan yang telah mangkat menuju [[Pemakaman Imogiri]].<ref>{{Cite web|url=https://krjogja.com/web/news/read/3144/Lima_Plengkung_Kraton_yang_Sarat_Sejarah|title=Lima Plengkung Kraton yang Sarat Sejarah|website=krjogja.com|language=en|access-date=2019-08-10}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://krjogja.com/web/news/read/26484/Simpan_Banyak_Cerita_Plengkung_Wijilan_Jadi_Legenda|title=Simpan Banyak Cerita, Plengkung Wijilan Jadi Legenda|website=krjogja.com|language=en|access-date=2019-08-10}}</ref>
 
== Referensi ==