Albertus Soegijapranata: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 105:
Meningkatnya jumlah orang Katolik di Hindia Belanda membuat Mgr. [[Petrus Willekens]], yang menjabat sebagai Vikaris Apostolik Batavia, mengusulkan bahwa suatu [[vikariat apostolik]] didirikan di [[Jawa Tengah]], dengan pusatnya di [[Semarang]],{{sfn|Subanar|2003|p=123}} sebab Jawa Tengah memiliki budaya yang berbeda dan jarak yang jauh dari Batavia.{{sfn|Subanar|2003|pp=127}} Vikariat Apostolik Batavia dibagi menjadi dua pada tanggal 25 Juni 1940; bagian timur menjadi Vikariat Apostolik Semarang.{{sfn|Moeryantini|1975|p=7}} Pada tanggal 1 Agustus 1940 Willekens menerima [[telegram]] dari Kardinal [[Paus Paulus VI|Giovanni Battista Montini]], yang menyatakan bahwa Soegijapranata akan menjadi pemimpin vikariat apostolik yang baru itu. Bersamaan dengan itu, Soegija ditunjuk menjadi [[Uskup Tituler]] [[Danaba]]. Telegram tersebut dikirim ke Soegijapranata di Yogyakarta, yang menyetujui tugas itu,{{sfn|Subanar|2003|p=123}} biarpun terkejut dan gelisah.{{sfn|Subanar|2003|pp=129–130}} Asistennya, Hardjosoewarno, menyatakan bahwa Soegijapranata menangis setelah membaca telegram itu – sebuah tanggapan yang tidak biasa untuk dia – dan, saat makan semangkuk [[soto]], bertanya kalau Hardjosoewarno pernah melihat seorang uskup menikmati makanan itu.{{sfn|Moeryantini|1975|p=21}}
 
Soegijapranata pergi ke Semarang pada tanggal 30 September 1940 dan [[konsekrasi|dikonsekrasi]] Willekens pada tanggal 6 Oktober di [[Gereja Katedral Semarang|Gereja Rosario Suci]] di Randusari, yang menjadi tempat jabatannya.{{sfn|Subanar|2003|pp=129–130}}{{sfn|Moeryantini|1975|p=22}} Dalam penahbisan itu, Willekens didampingi oleh [[Keuskupan Malang|Vikaris Apostolik Malang]] Mgr. [[Antoine Everard Jean Avertanus Albers]], [[Karmelit|O. Carm.]] yang bergelar Uskup Tituler Thubunae di Numidia, bersama dengan [[Keuskupan Agung Palembang|Vikaris Apostolik Palembang]], Mgr. [[Henri Martin Mekkelholt]], [[S.C.J.]] yang bergelar Uskup Tituler Athyra. Upacara itu diikuti berbagai tokoh politik serta sultan, dari Batavia, Semarang, Yogyakarta, dan Surakarta, serta klerus dari [[Malang]] dan [[Lampung]];{{sfn|Subanar|2003|pp=129–130}} dengan konsekrasi ini Soegijapranata menjadi uskup pribumi pertama.{{efn|Yang kedua, seorang keturunan Timor bernama [[Gabriel Manek]], dikonsekrasi pada tahun 1951 sebagai VikarVikaris Apolistik Larantuka {{harv|Aritonang|Steenbrink|2008|p=269}}.}}{{sfn|Gonggong|2012|p=3}} Tindakan pertama Soegijapranata sebagai uskup ialah mengeluarkan sebuah surat pastoral bersama Willekens yang menceritakan sejarah sehingga Soegijapranata bisa ditentukan sebagai uskup, termasuk surat ''Maximum Illud'' yang dibuat [[Paus Benediktus XV]]{{efn|Surat pastoral tersebut menyatakan perlunya untuk lebih banyak romo dari bangsa setempat {{harvnb|Subanar|2003|pp=131–132}}.}} serta usaha [[Paus Pius XI]] dan [[Paus Pius XII]] untuk menahbiskan lebih banyak pastor dan uskup dari suku asli di seluruh dunia.{{sfn|Subanar|2003|pp=131–132}}{{sfn|Subanar|2005|p=41}} Soegijapranata lalu mulai menentukan hierarki Gereja di Jawa Tengah, termasuk mendirikan paroki baru.{{sfn|Subanar|2005|p=42}}
 
Dalam wilayah yang dipimpin Soegijapranata terdapat 84 pastor (73 orang Eropa, 11 orang pribumi), 137 [[bruder]] (103 orang Eropa, 34 orang pribumi), dan 330 [[biarawati]] (251 orang Eropa, 79 orang pribumi).{{sfn|Gonggong|2012|p=36}} Vikariat ini meliputi Semarang, Yogyakarta, Surakarta, [[Kudus]], [[Magelang]], [[Salatiga]], [[Kabupaten Pati|Pati]], dan [[Ambarawa]]. Keadaan geografisnya juga berbeda-beda, termasuk wilayah [[Dataran Kedu]] yang subur hingga daerah [[Pegunungan Sewu]] yang kering. Sebagian besar penduduknya orang Jawa.{{sfn|Subanar|2005|pp=44–45}} Ada lebih dari 15.000 orang Katolik pribumi di wilayah tersebut pada tahun 1940, dengan jumlah orang Katolik Eropa yang hampir sama; jumlah orang Katolik pribumi meningkat dengan cepat,{{sfn|Subanar|2005|p=49}} sehingga ada lebih dari 30.000 pada tahun 1942.{{sfn|Subanar|2005|p=61}} Ada pula sejumlah organisasi Katolik, yang sebagian besarnya bergerak di bidang pendidikan.{{sfn|Moeryantini|1975|p=11}}