Perang dagang Jepang–Korea Selatan 2019: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 39:
Perlu diketahui Korea Selatan adalah negara dimana [[Samsung Electronics]], [[LG Electronics]] dan [[SK Hynix]] berasal, perusahaan yang berperan dalam memproduksi dua pertiga dari produksi chip dunia. Di Jepang, ada 3 perusahaan (JSR Corporation, Showa Denko, dan Shin-Etsu Chemical) yang memproduksi 90% dari ''Fluorinated polyamide'' dan ''resist'' di seluruh dunia, bahan yang pertama digunakan untuk pembuatan layar LCD dan OLED untuk memproduksi televisi, dan yang kedua merupakan bahan baku chip, yang ujung-ujungnya digunakan untuk pembuatan ''Handphone'', dan 70% dari Hidrogen berfluorida, yang digunakan untuk membersihkan chip dalam memproduksi perangkat ponsel sejenis smartphone. Dengan kata lain, Korea Selatan dan Jepang memiliki peran yang cukup penting dalam memproduksi semikonduktor dan layar tampilan untuk kepentingan pembuatan Ponsel, Televisi, dan barang elektronik lainnya.<ref>{{Cite news|url=https://selular.id/2019/07/samsung-dalam-pusaran-konflik-korea-jepang-bagian-1/|title=Samsung Dalam Pusaran Konflik Korea Jepang (Bagian 1)|date=15 Juli 2019|work=Selular.id|access-date=16 Juli 2019}}</ref>
 
Hubungan diplomatik kedua negara kemudian semakin memburuk pada akhir 2018 setelah Mahkamah Agung Korea Selatan mengeluarkan putusan memerintahkan beberapa perusahaan Jepang, termasuk [[Mitsubishi Heavy Industries]] dan [[Nippon Steel & Sumitomo Metal]], untuk memberikan kompensasi ganti rugi kepada keluarga Korea Selatan yang diperlakukan tidak adil dan dipaksa secara ilegal untuk memasok tenaga kerja untuk kepentingan perang Jepang dalam menghadapi sekutu dalam Perang Dunia II, seperti membangun kapal dan pesawat terbang pada tahun 1944.<ref>{{cite news |url=https://www.bbc.com/news/business-46381207|title=Mitsubishi Heavy ordered to compensate forced S Korean war workers|work=BBC News|date=29 November 2018}}</ref> Keputusan tersebut membuat Pemerintah Jepang meradang, karena mereka mengklaim bahwa masalah itu sudah diselesaikan di bawah perjanjian normalisasi hubungan antara kedua negara pada tahun 1965.<ref>{{cite news |url=https://www.washingtonpost.com/world/s-korea-court-orders-japans-mitsubishi-to-pay-compensation-for-wartime-forced-labor/2018/11/28/4f0a6616-f37e-11e8-9240-e8028a62c722_story.html?utm_term=.4310db665a91|title=S. Korea oourt orders Japan's Mitsubishi to pay compensation for wartima labor|work=Washington Post|date=29 November 2018|access-date=30 November 2018|language=en}}</ref> Keputusan tersebut didahului pada 30 Oktober 2018, dimana Perusahaan Jepang diperintahkan untuk membayar ganti rugi sebesar 100 juta won ($88.000 Dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp 1,3 miliar,) (kurs Dolar per Oktober 2018 Rp. 15.000/, kurs 1 Won Korsel per Oktober 2018 Rp.13.37).<ref>{{cite news |url=https://www.liputan6.com/global/read/3680218/korsel-tuntut-perusahaan-jepang-beri-ganti-rugi-ke-eks-budak-perang-dunia-ii|title=Korsel Tuntut Perusahaan Jepang Beri Ganti Rugi ke Eks Budak Perang Dunia II|work=Liputan6.com|date=31 Oktober 2018}}</ref> Para pengamat mengatakan Keputusan tersebut memiliki dampak yang sangat luas terhadap hubungan diplomatik kedua negara, baik secara politik maupun secara ekonomi karena perusahaan Jepang yang terlibat dalam tuntutan yang sama dapat menghadapi masalah serupa.
 
Pada 9 Januari 2019, Pengadilan Korea Selatan memerintahkan penyitaan aset Perusahaan Jepang yang bernama Mitsubishi Heavy Industries karena perusahaan tersebut menolak untuk membayar ganti rugi kepada para korban kerja paksa yang dilakukannya pada masa perang.<ref>{{cite news |title=Korsel Aset Perusahaan Jepang Terkait Kerja Paksa Masa Perang|url=https://www.voaindonesia.com/a/korsel-aset-perusahaan-jepang-terkait-kerja-paksa-masa-perang/4735324.html|work=VOA Indonesia|date=9 Januari 2019}}</ref> Keputusan itu diprotes oleh Jepang karena mereka menyesalkan keputusan pengadilan negara itu dan mempertimbangkan membawa masalah ini ke [[Mahkamah Internasional]].