Hajifobia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Pinerineks (bicara | kontrib)
Pinerineks (bicara | kontrib)
Baris 5:
Perlawanan terhadap pemerintahan Belanda pada pertengahan abad ke-19, seperti [[Perang Padri]] dan [[Perang Diponegoro]], membuat Belanda percaya bahwa orang-orang yang kembali dari berhaji menjadi lebih fanatik. Pemberontakan di India pada tahun 1857 memperkuat keyakinan Belanda terhadap adanya haji fanatik. Pihak kolonial percaya bahwa ada konspirasi yang direncanakan oleh muslim-muslim sedunia di Mekkah untuk melawan non-muslim di seluruh penjuru dunia. Oleh sebab itu, pemerintah Belanda mengeluarkan ordonansi haji pada 1859 untuk memperketat dan memperumit proses keberangkatan jemaah haji. Belanda juga menganggap beberapa syekh dan jemaah haji yang menetap di Arab berbahaya bagi pemerintahan. Pada 1880-an, Belanda juga mulai mencurigai beberapa tarekat karena sering mengobarkan kerusuhan. Pengawasan terhadap tarekat dan haji semakin diperketat selepas terjadinya pemberontakan Banten tahun 1888 yang dipelopori tokoh-tokoh tarekat dan para haji. Gerakan serupa juga terjadi di Aceh sehingga Belanda meniadakan keberangkatan haji bagi masyarakat Aceh pada tahun 1891.<ref name=":0" /><ref name=":1">{{Cite book|title=Exploring the Dutch Empire: Agents, Networks and Institutions, 1600-2000|url=https://books.google.co.id/books?id=OFUmCAAAQBAJ&pg=PT175&dq=hadjifobia&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiTj5_Y-_7jAhVp73MBHagQBtAQ6AEIKjAA#v=onepage&q=hadjifobia&f=false|publisher=Bloomsbury Publishing|date=2015-05-21|isbn=9781474236447|language=en|first=Catia|last=Antunes|first2=Jos|last2=Gommans}}</ref>
 
Misionaris yang merangkap bahasawan dan etnolog, [[Carel Poensen]], dalam salah satu tulisannya tentang Islam yang diterbitkan di tahun 1880-an dalam ''Soerabajasche Handelsblad'', menuliskan:<ref name=":1" /><blockquote>''"Orang-orang yang sudah berhaji merasa dirinya manusia yang berbeda; ia bukan lagi orang Jawa, ia adalah seorang Haji! Ziarah Islamnya telah membuatnya menjadi warga dunia. Akibat dari ibadah haji dan penggunaan bahasa Arab, ia mulai merasai ikatan dengan orang-orang yang juga mengetahui bahasa yang sama; dan dengan semakin kuatnya perasaan itu, ia juga semakin merasa anti-orang Eropa, lebih-lebih menjadi lawan bagi Kekristenan. Islam mempersatukan seluruh pemeluknya dalam satu himpunan, dan ke mana pun muslim Jawa bepergian, ke Arabia, ke Mesir, ke India Britania, ke Tiongkok, di mana pun ia menemukan kawan seagama dianggapnya sebagai saudara seiman, bersatu menjadi penentang setiap kekuatan Eropa-Kristen."''</blockquote>
 
== Catatan kaki ==