Media alternatif: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
LaninBot (bicara | kontrib)
k namun (di tengah kalimat) → tetapi
Me iwan (bicara | kontrib)
k Perubahan kosmetika
Baris 13:
Dalam konsep ruang publik Habermas, partisipasi harus bersifat terbuka bagi setiap orang, semua partisipan harus menganggap setara satu sama lain, dan setiap isu hatus terbuka untuk dibicarakan. Namun, konsep ruang publik ini tidak memperhitungkan golongan minoritas yang kepentingannya tetap akan terpinggirkan bahkan dalam kondisi ruang publik yang bebas dan rasional. Muncul pemikiran baru dari filsuf seperti [[Nancy Fraser]] yang menegaskan perlunya beberapa ruang publik yang merdeka, di mana kelompok-kelompok kecil tersebut bisa mendiskusikan isu-isu yang sesuai dengan kepentingan mereka sebelum mereka mendorong isu tersebut ke masyarakat luas.<ref>Fraser, N. (1990). Rethinking the public sphere: A contribution to the critique of actually existing democracy. Social text, 56-80.</ref> Sifat-sifat media alternatif cocok dengan teori ini, di mana ia memiliki posisi sebagai pengikat komunitas sebelum akhirnya mendorong kepentingan-kepentingan mereka ke dalam wacana publik dengan menentang hegemoni. Misalnya, sebagai contoh adalah [[Q! Film Festival]] yang membangun identitas dan komunitas LGBTQ, sambil menentang berbagai pandangan hegemonik yang telah ada kepada golongan LGBTQ.
 
Todd Gitlin juga memiliki pemikiran serupa mengenai ruang publik yang terbagi-bagi. Ia menganggap bahwa ruang publik tidak mungkin bersifat 'monolitik' seperti yang dikonsepkan Habermas. Ia mengajukan konsep ''sphericules'' (ruang publik kecil, dari ''public sphere'') yang bersifat banyak, tercerai-berai namun saling terhubung. Perbedaan epistemologis dan spesifikasi bahasa menjadi pondasi dari kelompok-kelompok kecil tersebut.<ref>Gitlin, T. (1989). Public Spheres or public sphericules? In T. Liebes and J. Curran (eds.) Media, Ritual and Identity. New York: Routledge. </ref> Gitlin kemudian memprediksi penelantaran dari sebuah ruang publik besar kepada banyak ''sphericule'' yang menarik partisipasi melalui "pengembangan berbagai kelompok-kelompok khusus yang bergabung berdasarkan kecocokan dan kepentingan." Gitlin sendiri tidak yakin apakah perpecahan yang ditimbulkan dari munculnya ''sphericule'' adalah hal baik bagi demokrasi. Konsep ''sphericule'' Gitlin juga cocok dengan berbagai fungsi media alternatif sebagai tempat berkumpulnya minoritas dari segi budaya, politis dan ekonomi untuk membentuk identitas dan membangun komunitas.
 
=== Media gerakan sosial ===
[[Gerakan sosial]] adalah aktivitas sosial berupa tindakan sekelompok yang terkadang merupakan kelompok informal berbentuk organisasi, berjumlah besar atau individu yang secara spesifik berfokus pada suatu isu sosial atau politik dengan melaksanakan, menolak, atau mengkampanyekan sebuah perubahan sosial. Media gerakan sosial adalah bagaimana media digunakan dalam sebuah pergerakan sosial. Mengingat gerakan sosial sering kali berupa tantangan terhadap nilai dominan, maka media yang digunakan cenderung berupa media alternatif.
 
Komunikasi dan penggunaan media mengambil peranan yang cukup penting dalam menentukan sukes atau tidaknya sebuah gerakan sosial. Ada kecenderungan dari media arus utama untuk menghambat sebuah gerakan sosial,<ref>Stein, Laura (2009). "Social movement web use in theory and practice: a content analysis of US movement websites". ''New Media & Society''. </ref> karena kecenderungan mereka untuk membela kepentingan otoritas dan menjaga ''status quo.'' Masalah dalam peliputan oleh media arus utama ini kerap disebut sebagai paradigma protes. Paradigma ini mudah diamati dengan cara melihat kecenderungan media arus utama dalam meliput aksi-aksi protes, di mana aksi protes sering kali direduksi sebagai sebuah tontonan dengan mengacuhkan pemikiran dan alasan di balik gerakan sosial tersebut, Media arus utama justru kerap kali mengeksploitasi faktor kekerasan, dramatisme, dan jangkar visual lainnya.<ref>Douglas M. McLeod, News Coverage and Social Protest: How the Media's Protect Paradigm Exacerbates Social Conflict, 2007 J. Disp. Resol. (2007)</ref>
 
Hal ini membuat gerakan sosial seringkali mengandalkan media alternatif untuk mendiseminasikan pesan mereka dan membangkitkan kohesivitas pergerakan. Misalnya, adalah pergerakan [[Organisasi Papua Merdeka|Organisasi Papua Merdeka (OPM)]] yang tentunya tidak mendapat ruang sedikit pun di media arus utama. Mereka akhirnya kerap menggunakan media alternatif seperti blog untuk menyuarakan kepentingan mereka.