Gundala (film): Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Membatalkan suntingan berniat baik oleh 202.67.46.4 (bicara): Tanpa sumber. (Notto Disu Shitto Agen ⛔) Tag: Pembatalan |
→Premis: Premis diganti dengan Plot. |
||
Baris 30:
'''''Gundala''''' adalah sebuah film [[film pahlawan super|pahlawan super]] [[neo-noir]] [[Indonesia]] tahun 2019 yang disutradarai dan ditulis oleh [[Joko Anwar]]. Film ini adalah produksi bersama [[Screenplay Films]], [[Legacy Pictures]], [[Ideosource Entertainment]], dengan pemilik hak cipta [[Gundala (pahlawan super)|Gundala]] yaitu [[Bumilangit Studios]]. Film ini berdasarkan pada cerita karakter pahlawan super Indonesia tahun 1969 Gundala yang dibuat oleh [[Harya Suraminata]]. Karakter utamanya sendiri diperankan oleh [[Abimana Aryasatya]]. Film ini akan menjadi awal dari [[Jagat Sinema Bumilangit]] (JSB).
==
Sancaka (Muzakki Ramdhan) adalah putra seorang pekerja pabrik miskin yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sancaka yang masih muda itu menunjukkan tanda-tanda kecemerlangan dalam mengutak-atik produk listrik tetapi takut dengan petir dan badai. Ayah Sancaka ([[Rio Dewanto]]) memimpin rekan-rekan buruh pabriknya dalam sebuah protes terhadap pemilik pabrik, menuntut kenaikan gaji. Kelompok itu bertemu dengan penjaga bersenjata yang disewa oleh pemilik dan berubah menjadi kekerasan. Pada protes kedua, ayah Sancaka dikhianati dan ditikam oleh rekan-rekannya yang telah disuap oleh pemilik pabrik dan meninggal di lengan Sancaka. Setahun kemudian, ibu Sancaka ([[Marissa Anita]]) pergi ke kota lain untuk mencari pekerjaan. Dia berjanji untuk kembali keesokan harinya, tetapi tidak pernah kembali.
Peristiwa ini membuat Sancaka berkeliaran sendirian di jalan-jalan Jakarta, hidup dari mengamen dan menghindari para preman jalanan sampai ia diselamatkan oleh Awang (Faris Fadjar Munggaran), seorang anak jalanan yang lebih tua darinya. Sancaka tinggal bersama Awang untuk beberapa waktu, lalu ia dilatih oleh Awang untuk membela diri dan untuk tidak ikut campur dengan urusan orang lain jika dia ingin tetap hidup aman di jalanan. Suatu malam, Sancaka dan Awang berencana untuk berangkat ke Tenggara dengan menaiki kereta yang lewat. Ketika akhirnya ada kereta lewat, Awang melompat ke atasnya, tetapi Sancaka tidak dapat mengejar keretanya, dan berakhir ditinggal sendirian lagi.
Tahun demi tahun berlalu, dan Sancaka ([[Abimana Aryasatya]]) yang sekarang sudah dewasa bekerja sebagai penjaga keamanan dan mekanik paruh waktu di sebuah pabrik percetakan. Mayoritas legislatif negara yang korup dikendalikan oleh mafia yang kejam dan cacat fisik yang dikenal sebagai Pengkor ([[Bront Palarae]]) yang memimpin pasukan anak yatim yang dibesarkan sebagai pembunuh dan memanggilnya sebagai "bapak". Pengkor mendapat perlawanan dari anggota legislatif Ridwan Bahri ([[Lukman Sardi]]). Rencana jahat Pengkor adalah meracuni persediaan beras nasional dengan serum yang menargetkan wanita hamil, mempengaruhi otak janin, membuat mereka tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mengacaukan moral mereka. Pengkor mengatur agar tindakan keracunan direkam secara video dan dirilis melalui media. Hal ini menyebabkan histeria massal di antara orang-orang, menuntut anggota legislatif untuk melepaskan penawar yang belum diuji dan diformulasikan oleh perusahaan farmasi kepada publik. Perdebatan ini membagi legislatif menjadi dua kubu: satu dipimpin oleh Ridwan dan rekan-rekan 'Rumah Perdamaian' yang ingin mengeluarkan undang-undang untuk mendistribusikan secara massal penawarnya, yang lain dikendalikan oleh Pengkor yang menentang mendistribusikannya.
Suatu hari, Sancaka membantu tetangganya, Wulan ([[Tara Basro]]) melawan beberapa preman yang menggangunya. Para preman membalas dengan menyerangnya di malam hari setelah giliran kerjanya di pabrik dan tampaknya telah membunuhnya dengan melemparkannya dari atap. Sebaliknya, sambaran petir menyambar tubuhnya, menghidupkan kembali Sancaka dan memberinya kekuatan manusia super.
Wulan memimpin sekelompok pedagang pasar pemberontak melawan para penjahat yang menggangu mereka. Pada saat satu kejadian, Sancaka kebetulan berada di sekitarnya dan akhirnya bertarung dan mengalahkan 30 dari mereka dengan kekuatannya. Wulan meminta Sancaka bergabung dengan kelompoknya untuk mempertahankan pasar, tetapi Sancaka menolak, dengan alasan bahwa ia belum yakin bahwa dia adalah pahlawan yang mereka butuhkan.
Para preman membalas dengan membakar pasar. Kesengsaraan dan keputusasaan para pedagang pasar meyakinkan Sancaka untuk bangkit membela mereka. Dengan bantuan Wulan, Tedy—adik lelaki Wulan—, dan Pak Agung (Pritt Timothy)—teman sesama penjaga keamanan—, Sancaka belajar mengendalikan kekuatannya dan menciptakan kostum darurat untuk memanfaatkan kekuatan petir di dalam dirinya. Dengan itu, Sancaka mulai bertarung dan mengalahkan para penjahat, menginspirasi orang-orang sebagai simbol harapan untuk bangkit dan berdiri bersama untuk mempertahankan diri dari serangan para penjahat.
Salah satu preman membelot dan memberi tahu Sancaka dan Wulan bahwa mereka menyaksikan seorang pemain biola terkenal, Adi Sulaiman (Rendra Bagus), di pasar pada malam pembakaran, mencurigai dia sebagai orang yang menyalakan api. Sancaka menemui Adi untuk menuntut alasan mengapa ia membakar pasar, tetapi Adi yang tampaknya lemah ternyata adalah seorang yang beringas dan menyerang Sancaka dengan busur biolanya, mengungkapkan dirinya sebagai salah satu "anak" yatim piatu Pengkor. Saat menghindari serangan Sancaka, Adi dipukul dan ditabrak oleh bus yang lewat.
Kepahlawanan Sancaka dan kematian Adi memberi tahu Pengkor dan rekannya ([[Ario Bayu]]). Pengkor melepaskan para "anak" yatim piatu nya yang ternyata menjadi agen di banyak posisi di seluruh negara, termasuk si histeris Desti Nikita ([[Asmara Abigail]]), si supermodel Mutiara Jenar ([[Kelly Tandiono]]), si perawat Cantika ([[Hannah Al Rashid]]), si orang kuat Tanto Ginanjar ([[Daniel Adnan]]), si penghipnotis kuat Kamal ([[Ari Tulang]]), dan si penari tradisional Swarabatin ([[Cecep Arief Rahman]]). Para "anak" Pengkor berhasil membunuh sejumlah anggota Rumah Perdamaian, tetapi ketika Swarabatin menyerang Ridwan, Sancaka muncul dan mengalahkannya.
Legislatif akhirnya mengesahkan RUU penawar racun beras itu yang menyenangkan orang-orang. Namun, hasil tes dari laboratorium Rumah Perdamaian mencapai Ridwan dan dia menyadari bahwa Pengkor telah menipunya selama ini; Serumnya tidak mematikan, penawar racunnya yang justru mematikan, ditambah dengan bukti bahwa perusahaan farmasi yang dinyatakan dimiliki oleh Pengkor. Ridwan mencoba menghubungi Sancaka untuk memintanya menghentikan distribusi, tetapi Pengkor dan "anak-anak"nya menyerang Sancaka di pabrik sebelum ia berhasil melakukannya.
Pertempuran dengan para "anak" Pengkor mencapai atap pabrik, tempat Pengkor menangkap Pak Agung, Wulan, dan Tedy dengan tujuan membunuh mereka di depan Sancaka, yang dihipnotis oleh Kamal. Teriakan Wulan menyadarkan Sancaka dari hipnotisme, dan ia berhasil melepaskan kekuatan petirnya dari dalam, mengalahkan sebagian besar "anak-anak" Pengkor, menyelamatkan Wulan dan Tedy, tetapi Pak Agung terbunuh oleh salah satu "anak" Pengkor. Ketika Pengkor hendak menyerang Sancaka dari belakang, Ridwan datang dan menembak Pengkor. Dengan napas sekarat, Pengkor menyatakan bahwa dialah satu-satunya yang berhasil menyatukan rakyat dan legislatif.
Sancaka bergegas menghentikan distribusi obat penawar itu. Sancaka menyusul konvoi distribusi itu dan mencoba menghentikan mereka tetapi ditembak oleh salah satu pengemudi. Konvoi itu secara supernatural dihentikan oleh seorang wanita misterius ([[Pevita Pearce]]), dan sambil memegang botol obat penawar, Sancaka menggunakan kekuatan petirnya untuk memecahkan semua botol obat penawar racun di kota.
Sementara itu, rekan Pengkor membongkar sebuah makam kuno yang terkubur di dalam dinding-dinding museum kota sambil membawa sebuah wadah tersegel berisi kepala terpenggal tua. Menggunakan darah Sancaka yang ia ambil sebelumnya dari salah satu perkelahian, ia menggabungkan tubuh dan kepala itu dalam wadah segel tersebut, membangkitkan Ki Wilawuk ([[Sujiwo Tejo]]), iblis yang kuat dari zaman kuno. Rekan Pengkor tersebut mengungkapkan dirinya sebagai Ghazul dan mengatakan kepada Ki Wilawuk bahwa musuh telah datang, Ghazul memanggil musuhnya itu sebagai "[[Gundala]]" ('Guntur' dalam bahasa Jawa kuno). Ki Wilawuk memerintahkan Ghazul untuk mengumpulkan tentaranya, karena perang besar akan datang.
Dalam adegan ''mid-credit'', Gundala bertemu Ridwan di atap dan mengucapkan terima kasih atas kostum pemberiannya yang telah di-''upgrade'' dan lebih canggih, yang mana Ridwan mengatakan bahwa kostum baru itu "dari rakyat". Dari kejauhan, wanita misterius yang menghentikan konvoi sebelumnya mengamati mereka, dan dinyatakan sebagai pahlawan super [[Sri Asih]].
== Pemeran ==
|