Perang dagang Jepang–Korea Selatan 2019: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
→Latar Belakang: Penjelasan informasi Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
→Latar Belakang: Fix reference Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 44:
Pada 28 Desember 2015, Jepang dan Korea Selatan sepakat untuk menandatangani perjanjian tentang penyelesaian masalah "wanita penghibur" atau yang biasa disebut ''[[Jugun Ianfu]]'' selama Perang Dunia II, yang bersifat final dan tidak dapat dibatalkan jika Jepang memenuhi tanggung jawabnya, dimana Pemerintah Jepang sepakat untuk meminta maaf dan memberikan ganti rugi kepada korban wanita penghibur asal Korsel yang dipaksa bekerja di rumah-rumah bordil tentara Jepang saat masa perang sebesar 1 miliar yen ($8.3 juta Dolar atau sekitar Rp. 113 miliar (kurs 1 Dolar per Desember 2015 Rp. 13.800)).<ref>{{Cite news|url=http://koran-sindo.com/page/news/2015-12-29/0/19|title=Korsel-Jepang Akhiri Isu Wanita Penghibur|date=28 Desember 2015|work=Koran Sindo|access-date=26 Agustus 2019}}</ref> Namun kesepakatan ini tidak disambut baik oleh para aktivis dan pegiat Jugun Ianfu karena dianggap belum menjanjikan keadilan bagi ratusan ribu korban lainnya di seluruh Asia.<ref>{{Cite news|url=https://www.merdeka.com/dunia/ganti-rugi-jepang-pada-korban-ianfu-korsel-tak-disambut-baik-pegiat.html|title=Ganti rugi Jepang pada korban Ianfu Korsel tak disambut baik pegiat|date=28 Desember 2015|last1=Radityo|first1=Muhammad|work=Merdeka.com|access-date=26 Agustus 2019}}</ref> Kemudian Pemerintah Korsel dibawah Presiden [[Moon Jae-in]], pada 21 November 2018, membatalkan perjanjian tersebut secara sepihak dan menutup yayasan yang didanai Jepang yang dibentuk pada Juli 2016 untuk membiayai penyelesaian perjanjian kontroversial tersebut.<ref>{{cite news |url=https://www.nytimes.com/2018/11/21/world/asia/south-korea-japan-sex-slaves.html|title=South Korea Signals End to ‘Final’ Deal With Japan Over Wartime Sex Slaves|work=New York Times|date=21 November 2018|access-date=22 November 2018|language=en}}</ref>
Hubungan diplomatik kedua negara kemudian semakin memburuk pada akhir 2018 setelah Mahkamah Agung Korea Selatan mengeluarkan putusan memerintahkan beberapa perusahaan Jepang, termasuk [[Mitsubishi Heavy Industries]] dan [[Nippon Steel & Sumitomo Metal]], untuk memberikan kompensasi ganti rugi kepada keluarga korban asal Korea Selatan yang diperlakukan tidak adil dan dipaksa secara ilegal untuk memasok tenaga kerja untuk kepentingan perang Jepang dalam menghadapi sekutu dalam Perang Dunia II, seperti membangun kapal dan pesawat terbang di sebuah pabrik mesin Mitsubishi di [[Nagoya]] pada tahun 1944.
Hal ini kemudian berbuntut pada tanggal 30 November 2018 dimana Pengadilan Tinggi Gwangju memerintahkan Mitsubishi Heavy Industries untuk membayar kompensasi kerja paksa Jepang kepada 28 korban asal Korea Selatan sebesar 100 juta hingga 150 juta won (US$89.000 sampai US$134.000 Dolar).<ref>{{cite news |url=https://www.bbc.com/news/business-46381207|title=Mitsubishi Heavy ordered to compensate forced S Korean war workers|work=BBC News|date=29 November 2018}}</ref> Pada 9 Januari 2019 Pengadilan Daegu menyetujui permintaan penggugat yang memerintahkan penyitaan beberapa aset Perusahaan Jepang yang bernama Nippon Steel & Sumitomo Metal yang dimana mereka memiliki 81.075 saham di POSCO-Nippon Steel RHF Joint Venture (PNR), sebuah perusahan patungan dengan [[POSCO]] yang merupakan bagian dari 2,34 juta saham Nippon Steel & Sumitomo Metal sebesar 11 miliar won ($9,78 juta atau setara dengan Rp.138 miliar) karena perusahaan tersebut menolak untuk membayar ganti rugi kepada para korban kerja paksa yang dilakukannya pada masa perang.<ref>{{cite news |title=Korsel Aset Perusahaan Jepang Terkait Kerja Paksa Masa Perang|url=https://www.voaindonesia.com/a/korsel-aset-perusahaan-jepang-terkait-kerja-paksa-masa-perang/4735324.html|work=VOA Indonesia|date=9 Januari 2019}}</ref> Keputusan Pengadilan Korsel ini kemudian diikuti oleh Keputusan yang sama terhadap Mitsubishi Heavy Industries pada 25 Maret 2019 melalui penyitaan hak paten serta ''trademark'' dari perusahaan ini oleh Pengadilan Daejeon.<ref>{{cite news |title=Court approves seizure of Mitsubishi assets|url=http://koreajoongangdaily.joins.com/news/article/article.aspx?aid=3061020|work=Korea Joongang Daily|date=25 Maret 2019}}</ref> Keputusan itu diprotes oleh Jepang karena mereka menyesalkan keputusan pengadilan negara itu dan mempertimbangkan membawa masalah ini ke [[Mahkamah Internasional]].
|