Macapat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Menolak 2 perubahan teks terakhir (oleh 180.253.239.250 dan 36.80.229.52) dan mengembalikan revisi 15477750 oleh Alqhaderi Aliffianiko
Baris 1:
[[Berkas:Gamelan Performance by Pasinaon Omah Kendeng 02.jpg|ka|jmpl|350px|Anak-anak dari Pasinaon Omah Kendheng membawakan macapat pada Festival Cipta Media Ekspresi di Taman Budaya Yogyakarta.]]
'''Macapat''' ({{lang-jv|ꦩꦕꦥꦠ꧀}}) adalah tembang atau puisi tradisional Jawa. Setiap bait macapat mempunyai baris kalimat yang disebut ''gatra'', dan setiap gatra mempunyai sejumlah suku kata (''guru wilangan'') tertentu, dan berakhir pada bunyi sajak akhir yang disebut ''guru lagu''.<ref>Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam jaringan</ref> Macapat dengan nama lain juga bisa ditemukan dalam kebudayaan [[Bali]]<ref>Hinzler (1994:v-vi)</ref>, [[Lombok|Sasak]]<ref name="meij170">{{Harvnb|Van der Meij|2002|p=170}}</ref>, [[Suku Madura|Madura]]<ref>Sudjarwadi et al (1980)</ref>, dan [[Sunda]] (pupuh). Selain itu macapat juga pernah ditemukan di Palembang<ref>Drewes (1977:198-217)</ref> dan Banjarmasin.<ref>Koroh et al. (1977:27-29) dikutip dari Arps (1992:7)</ref> Biasanya macapat diartikan sebagai ''maca papat-papat'' (membaca empat-empat), yaitu maksudnya cara membaca terjalin tiap empat suku kata.<ref name="arps62">{{Harvnb|Arps|1992|p=62-63}}</ref> Namun ini bukan satu-satunya arti, penafsiran lainnya ada pula.<ref name="arps62"/> Macapat diperkirakan muncul pada akhir [[Majapahit]] dan dimulainya pengaruh [[Walisanga]], tetapi hal ini hanya bisa dikatakan untuk situasi di [[Jawa Tengah]].<ref name="pigeaud20">{{Harvnb|Pigeaud|1967|p=20}}</ref> Sebab, di [[Jawa Timur]] dan [[Bali]] macapat telah dikenal sebelum datangnya Islam.<ref name="pigeaud20"/>
Karya-karya kesusastraan klasik Jawa dari masa [[Mataram Baru]], pada umumnya ditulis menggunakan metrum macapat.<ref name="ras309">{{Harvnb|Ras|1982|p=309}}</ref>. Sebuah tulisan dalam bentuk prosa atau ''gancaran'' pada umumnya tidak dianggap sebagai hasil karya sastra namun hanya semacam 'daftar isi' saja.<ref name="ras309"/> Beberapa contoh karya sastra Jawa yang ditulis dalam tembang macapat termasuk ''[[Serat Wedhatama]]''<ref>Ras 1982:313</ref>, ''[[Serat Wulangreh]]''<ref>Ras 1982:314</ref>, dan ''[[Serat Kalatidha]]''.<ref>{{cite web|url=http://www.muurgedichten.nl/ranggawarsita.html |title=Ranggawarsita , serat Kalatidha - Een duistere tijd|accessdate=2010-05-2}}</ref>
 
Puisi tradisional Jawa atau tembang biasanya dibagi menjadi tiga kategori: ''tembang cilik'', ''tembang tengahan'' dan ''tembang gedhé''.<ref name="arps14">{{Harvnb|Arps|1992|p=14-15}}</ref> Macapat digolongkan kepada kepada kategori ''tembang cilik'' dan juga ''tembang tengahan'', sementara ''tembang gedhé'' berdasarkan [[kakawin]] atau puisi tradisional Jawa Kuna, tetapi dalam penggunaannya pada masa Mataram Baru, tidak diterapkan perbedaan antara suku kata panjang ataupun pendek.<ref name="arps14"/> Di sisi lain ''tembang tengahan'' juga bisa merujuk kepada ''[[kidung]]'', puisi tradisional dalam bahasa Jawa Pertengahan.<ref>Arps (1996:51)</ref>
 
Kalau dibandingkan dengan [[kakawin]], aturan-aturan dalam macapat berbeda dan lebih mudah diterapkan menggunakan bahasa Jawa karena berbeda dengan kakawin yang didasarkan pada [[bahasa Sanskerta]], dalam macapat perbedaan antara suku kata panjang dan pendek diabaikan ngentot loh.<ref name="arps14"/>
 
== Etimologi ==