Farid Husain: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ben Siadari (bicara | kontrib)
menambah informasi di bawah sub judul Pertemuan Jusuf Kalla dan Damien Kingsbury
Ben Siadari (bicara | kontrib)
Menambah informasi pada sub judul baru
Baris 32:
 
== Pertemuan Jusuf Kalla dan Damien Kingsbury ==
Dalam proses perundingan antara delegasi pemerintah RI dan GAM di Helsinki, semakin jelas terlihat peran penting [[:en:Damien_Kingsbury|Damien Kingsbury.]] Associate Profesor pada The School of International and Political Studies dan merangkap Direktur  International and Community  Development [https://www.deakin.edu.au/ Deakin University], Victoria, [[Australia]] ini dikenal sebagai penasihat utama dan ''think tank'' GAM. Namun pada kenyataannya, lebih dari itu, ia juga turut dalam tim perunding GAM di Helsinki dan memiliki pengaruh yang kuat dalam merumuskan sikap perunding GAM.<ref name=":4">{{Cite book|title=Making Peace: Ahtisaari and Aceh|last=Merikallio|first=Katri|publisher=WS Bookwell Oy|year=2006|isbn=9510326674|location=Juva|pages=41-42;95;116-117|url-status=live}}</ref>
 
Pandangan tentang adanya ambivalensi peran Kingsbury datang dari pihak Indonesia, terutama karena sikap dan keberadaannya yang tidak dapat dibedakan sebagai penasihat atau anggota tim perunding GAM.<ref name=":0" /> Komentar-komentar Damien Kingsbury di media massa juga dinilai mengganggu jalannya perundingan. Dia juga dinilai menjadi salah satu faktor yang memperalot perundingan. Dia masuk dalam daftar ''black list'' untuk masuk ke Indonesia.<ref name=":4" />
 
Pada tanggal 24 Januari 2005 tulisan Damien Kingsbury yang berjudul ''Aceh's Disasters Could Herald Political Change'' terbit di harian [[The Jakarta Post,|''The Jakarta Post'',]] yang di kemudian hari mendapat perhatian serius dardari Wakil Presiden Jusuf Kalla.<ref name=":3" /> Dalam artikel ini Damien Kingsbury mengemukakan gagasan "''self governing''" bagi Aceh, yang oleh Jusuf Kalla dipandang sebagai gagasan yang perlu dikaji lebih mendalam tentang kesesuaian atau ketidaksesuaiannya dengan undang-undang yang ada di Indonesia. Perlunya pengkajian itu karena selama dalam perundingan dengan GAM, gagasan tentang ''self-governing'' berulang kali dikemukakan oleh pihak GAM.<ref name=":3" />
 
Untuk mengetahui lebih mendalam gagasan itu dari sumbernya langsung, Jusuf Kalla  berencana bertemu dengan Damien Kingsbury, sebuah keinginan yang sulit untuk diwujudkan karena banyak pihak di Indonesia tidak menyukai Damien Kingsbury.<ref name=":4" /> Oleh karena itu kedatangan Damien Kingsbury diupayakan dilakukan secara rahasia ke Jakarta dari Singapura dan 'diselundupkan' ke rumah dinas Wakil Presiden. Inisiatif menyelundupkan Damien Kingsbury datang dari Jusuf Kalla sendiri.<ref name=":3" />  Di lapangan, sebagai pelaksananya adalah Farid Husain dan Juha Christensen.<ref name=":0" />
Baris 42:
Farid Husain menjemput langsung Damien Kingsbury di Bandara Soekarno Hatta, setelah sebelumnya nama Damien Kingsbury tidak lagi tercantum dalam ''black list''.<ref name=":0" /> Damien Kingsbury melalui bagian pemeriksaan paspor tanpa kesulitan dan selanjutnya memasuki mobil yang dikemudikan sendiri oleh Farid Husain menuju kediaman Jusuf Kalla.<ref name=":0" /> Pertemuan 'diam-diam' tersebut berlangsung selama satu jam. Keesokan harinya Damien Kingsbury keluar dari Indonesia menuju Singapura melalui Bandara Soekarno Hatta dengan diantar oleh Farid Husain.<ref name=":0" />
 
Pertemuan 'diam-diam' tersebut mendatangkan kritik, antara lain dari Anggota DPR Djoko Susilo dari [[Partai Amanat Nasional]] yang menyatakan sangat menyesalkan adanya pertemuan.<ref name=":3" /> Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, [[Marty Natalegawa]], mengatakan tidak tahu-menahu atas adanya pertemuan tersebut.<ref name=":3" />   
 
<br />
 
 
== Penyelesaian Konflik Poso ==
Farid Husain ikut berperan dalam penyelesaian Konflik Poso yang menelan ratusan korban jiwa, ribuan rumah musnah terbakar dan menyebabkan sekitar 90.000 penduduk Poso mengungsi. Konflik yang diawali oleh konflik politik lokal dan konflik anak muda melebar menjadi konflik agama berhasil diselesaikan melalui [[Deklarasi Malino]] pada 20 Desember 2001. Peran Farid Husain adalah membantu menjalankan panduan  Panduan Rekonsiliasi Poso yang digagas oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Jusuf Kalla, ketika itu, selaku pejabat yang diberi tugas oleh Sidang Kabinet pada 13 Desember 2001 untuk menangani Konflik Poso.
 
Salah satu upaya awal menyelesaikan konflik di Poso adalah mencari dan mengumpulkan tokoh-tokoh representasi kedua pihak yang berkonflik untuk saling dipertemukan. Upaya ini menghasilkan disepakatinya 20 tokoh sebagai representasi masyarakat,  10 orang dari masing-masing pihak. Mediasi kedua belah pihak dilakukan oleh Menko Kesra sendiri.<ref name=":0" />
 
Pertemuan pertama yang dilaksanakan secara tertutup dan rahasia, diadakan pada tanggal 14 Desember 2001 di Makassar. Tokoh kelompok Kristen ditempatkan di Hotel Delia, Panaikan, Makassar, sementara tokoh kelompok Muslim ditempatkan di Hotel Delta, di Jalan Hasanuddin, Makassar.<ref name=":0" /> Mengenai pengaturan tempat ini masing-masing kelompok tidak saling mengetahui. Bahkan mereka juga tidak diberitahu bahwa kelompok yang menjadi lawan mereka diundang pada pertemuan tersebut.<ref name=":0" />
 
Pada pertemuan pertama kedua kelompok tidak bertatap muka secara langsung. Masing-masing kelompok hanya dipertemukan dengan Menko Kesra Jusuf Kalla selaku wakil pemerintah, secara terpisah. Jusuf Kalla didampingi oleh Gubernur Sulawesi Selatan, Zainal Basri Palaguna dan Farid Husain. Pertemuan dengan kelompok Kristen diadakan di hotel tempat mereka menginap. Sedangkan pertemuan dengan kelompok Muslim diadakan di Rumah Sakit Faisal, Makassar. <ref name=":0" />
 
Pertemuan selanjutnya diadakan pada 19 Desember 2005 di Malino. Seperti pada pertemuan sebelumnya, kali ini Jusuf Kalla sebagai mediator menemui masing-masing kelompok secara terpisah. Baru pada pertemuan berikutnya, yaitu pada 20 Desember kedua belah pihak yang berkonflik ditempatkan dalam satu ruangan<ref name=":0" />.
 
Di sela-sela pertemuan formal, Farid Husain aktif melakukan pendekatan personal dan informal kepada masing-masing pihak agar menerima dan mendukung upaya perdamaian. Pada 20 Desember kedua belah pihak sepakat untuk saling menerima permohonan maaf dan mengakhiri konflik.<ref name=":0" />
 
== Mengakhiri Konflik Ambon ==
Upaya penyelesaian konflik Ambon diawali dengan pertemuan pendahuluan antara wakil kedua pihak yang berkonflik pada 30 Januari 2002. Pertemuan diadakan di rumah dinas Gubernur Maluku, di Mangga Dua, Ambon. Selain dihadiri oleh Menko Kesra Jusuf Kalla, juga dihadiri oleh Menko Polkam, Kapolri dan para staf.<ref name=":0" />
 
Pertemuan pertama masing-masing pihak yang berkonflik dilakukan secara terpisah. Pertemuan dengan kelompok Kristen pada pagi hari sedangkan dengan pihak Muslim pada siang hari. Pada pertemuan ini disepakati bahwa pertemuan selanjutnya akan diadakan di luar kota Ambon demi menghindari tekanan publik berupa aksi unjuk rasa. Farid Husain bertanggung jawab untuk memastikan terpilihnya representasi dari masing-masing pihak yang berkonflik, yang totalnya 30 orang. Pada pertemuan pertama masing-masing kelompok sudah dapat menetapkan representasinya.<ref name=":0" />
 
Pertemuan selanjutnya diadakan di Makassar. Pertemuan dengan kelompok Kristen diadakan di Losari Beach Hotel sedangkan pertemuan dengan kelompok Muslim diadakan di Hotel Kemari. Pertemuan ini menghasilkan 17 butir keinginan.<ref name=":0" />
 
Pertemuan selanjutnya diadakan di Hotel Sedona pada 17 Januari 2002. Kali ini masing-masing kelompok hanya mengutus empat representasinya. Para wakil kelompok ini dipertemukan dalam satu ruangan dan mereka membicarakan upaya perdamaian bersama dengan Menko Kesra Jusuf Kalla.<ref name=":0" />
 
Dalam upaya menarik dukungan terhadap upaya perdamaian, Farid Husain mengupayakan pendekatan dengan tokoh-tokoh masyarakat di Ambon. Ia antara lain merancang kunjungan Menko Kesra Jusuf Kalla ke kantong-kantong penduduk Kristen termasuk dengan mengunjungi secara mendadak kediaman uskup.<ref name=":0" />
 
Pertemuan ketiga diadakan di Makassar pada 31 Januari 2002. Dalam pertemuan dengan kedua kelompok, diadakan pembicaraan untuk merumuskan konsep penghentian konflik.<ref name=":0" />
 
Pertemuan puncak kedua belah pihak diadakan di Malino pada 11 dan 12 Februari 2002. Pada hari pertama, Jusuf Kalla sebagai mediator, menerima masukan dari masing-masing pihak secara terpisah. Pada hari kedua, pertemuan dengan kedua belah pihak diadakan dalam satu ruangan dan masing-masing pihak memberikan pendapat. Pertemuan ini menghasilkan Perjanjian Maluku di Malino yang ditandatangani oleh kedua belah pihak, diawali oleh Ustadz H. Wahab dari kelompok Muslim dan Pendeta Hendrik dari  kelompok Kristen. Pejabat pemerintah RI yang membubuhkan tanda tangannya adalah Menko Kesra Jusuf Kalla, Menko Polhukam Susilo Bambang Yudhoyono, Kapolri Da'i Bachtiar, Gubernur Sulawesi Selatan, HZB Palaguna, Gubernur Maluku, Saleh Latuconsina.<ref name=":0" />
<br />
 
== Masa Kecil dan Remaja ==