Farid Husain: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Ben Siadari (bicara | kontrib) Menambah informasi pada sub judul baru |
Ben Siadari (bicara | kontrib) Menambah sub judul baru dan isinya |
||
Baris 28:
Dalam upaya menjalin kontak dengan sebanyak mungkin tokoh GAM, Farid Husain beberapa kali menemukan kesulitan. Di antaranya karena keengganan tokoh untuk bertemu atau karena keliru dalam menilai ketokohannya.<ref name=":2" />
== Pertemuan Jusuf Kalla dan Damien Kingsbury ==
Baris 74 ⟶ 72:
Pertemuan puncak kedua belah pihak diadakan di Malino pada 11 dan 12 Februari 2002. Pada hari pertama, Jusuf Kalla sebagai mediator, menerima masukan dari masing-masing pihak secara terpisah. Pada hari kedua, pertemuan dengan kedua belah pihak diadakan dalam satu ruangan dan masing-masing pihak memberikan pendapat. Pertemuan ini menghasilkan Perjanjian Maluku di Malino yang ditandatangani oleh kedua belah pihak, diawali oleh Ustadz H. Wahab dari kelompok Muslim dan Pendeta Hendrik dari kelompok Kristen. Pejabat pemerintah RI yang membubuhkan tanda tangannya adalah Menko Kesra Jusuf Kalla, Menko Polhukam Susilo Bambang Yudhoyono, Kapolri Da'i Bachtiar, Gubernur Sulawesi Selatan, HZB Palaguna, Gubernur Maluku, Saleh Latuconsina.<ref name=":0" />
<br />
== Utusan Khusus untuk Papua ==
Pada bulan Desember 2010, Presiden [[Susilo Bambang Yudhoyono]] memberi tugas kepada Farid Husain sebagai utusan khusus Presiden untuk dialog Papua.<ref>{{Cite news|url=|title=Menuju Dialog Papua|last=Husain|first=Farid|date=12 September 2019|work=Kompas|access-date=}}</ref> Farid Husain menjadi bagian dari sebuah tim yang diberi nama Tim Penyelesaian Konflik Papua yang selain diisi oleh Farid Husain, juga Velix Wanggai, Staf Khusus Presiden untuk Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, dan Letjen Bambang Dharmono yang di kemudian hari menjadi kepala Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B). Tim ini diminta membantu Presiden SBY menyelesaikan konflik Papua melalui penjajagan dialog. Model dialog di Aceh dipandang dapat dijajaki.
Walaupun kelompok-kelompok di Papua yang berseberangan dengan Jakarta tidak memiliki satu komando seperti yang ada pada Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Farid memandang kelompok-kelompok Nasionalis Papua memiliki satu kesamaan yaitu semua pihak membuka diri untuk mengadakan dialog. Hal ini juga ia temukan di kalangan faksi-faksi GAM . Walaupun memiliki kekecewaan yang tinggi terhadap Jakarta, kemungkinan dialog selalu terbuka bagi mereka.<ref>{{Cite news|url=|title=Menuju Dialog Papua|last=Husain|first=Farid|date=12 September 2019|work=Kompas|access-date=}}</ref>
Dalam kapasitas sebagai utusan khusus pemerintah untuk Papua, Farid Husain secara maraton menemui tokoh-tokoh Papua selama tiga bulan (Mei-Juli 2011) untuk berbicara dengan sebanyak mungkin representasi rakyat Papua. Dalam upaya ini, Farid Husain telah berbicara dengan para tokoh-tokoh gereja Papua yang berasal dari berbagai sinode dan denominasi, bertemu dengan mahasiswa aktivis Papua yang belajar di berbagai kota, khususnya Yogyakarta, menjumpai sejumlah pentolan Tentara Pembebasan Nasional TPN-OPM, termasuk Kolonel Jonah Wenda, juru bicara TPN-OPM dan orang-orang kepercayaan Brigen Richard Hans Howeni, yang merupakan salah satu sosok yang dihormati di kalangan OPM.<ref name=":1" />
Dalam menangani konflik baik di Aceh maupun di Papua, Farid Husain menggunakan latar belakang profesi sebagai dokter untuk memahami apa yang terjadi. Ia tidak pernah langsung percaya dari hanya membaca suatu diagnosis. Juga tak bisa mengambil keputusan hanya dari mendengar keluhan pasien. Dokter harus melihat langsung dan memeriksa kondisi pasien. Dalam menangani konflik, untuk menemukan solusi, harus didahului dengan mendengar dan melihat langsung persoalan, menemui dan berbicara langsung dengan pihak-pihak yang berkonflik.<ref name=":0" />
Dari hasil dialog yang telah ia lakukan, Farid Husain menyimpulkan perlu upaya memfasilitasi faksi-faksi nasionalis Papua agar dapat menemukan representasi mereka dalam dialog dengan Jakarta yang direncanakan. Informasi yang dia himpun mengatakan pertemuan sesama faksi-faksi itu diharapkan dilaksanakan di luar Indonesia dengan alasan keamanan. Vanimo di Papua Nugini atau kota di Vanuatu pernah terlontar sebagai lokasi pertemuan. Farid Husain menilai diperlukan ''political will'' yang kuat dari semua pihak untuk mengetuk palu bagi berlangsungnya dialog dengan Papua.
== Masa Kecil dan Remaja ==
|