Masjid Agung Palembang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 2:
|image = Palembang Grand Mosque.jpg
|caption = Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin I
|building_name = Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikramo
|location = [[Palembang]], [[Sumatra Selatan]], [[Indonesia]]
|religious_affiliation = [[Islam]]
Baris 16:
|dome_height_outer =
|dome_dia_outer =
|minaret_quantity =2
|minaret_height =20 meter dan 45 meter
}}
[[Berkas:Masjid Agung Palembang.jpg|kiri|jmpl|298x298px]]
'''Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikramo'''<ref>{{Cite news|url=http://www.mediasriwijaya.com/masjid-agung-palembang-resmi-berubah-nama|title=Masjid Agung Palembang Resmi Berubah Nama|last=|first=|date=2 Februari 2019|work=mediasriwijaya.com|access-date=}}</ref> atau biasa disebut '''Masjid Agung Palembang''' adalah sebuah masjid paling besar di [[Kota Palembang]], [[Sumatra Selatan]]. Masjid ini didirikan pada abad ke-18 oleh Sultan Mahmud Badaruddin I
== Arsitektur ==
Masjid ini dipengaruhi oleh 3 arsitektur yakni [[Indonesia]], [[China]] dan [[Eropa]].
== Sejarah ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Veel mensen op het plein voor de Moskee Palembang TMnr 60033705.jpg|kiri|jmpl|Masjid Agung Palembang di tahun 1930-an]]
Saat terjadi perang antara masyarakat Palembang dengan Belanda di tahun 1659 M, sebuah masjid terbakar. Masjid tersebut merupakan masjid yang dibangun oleh [[Kesultanan Palembang|Sultan Palembang]] kala itu, [[Ki Gede Ing Suro]], yang berlokasi di Keraton Kuto Gawang. Beberapa tahun kemudian, tepatnya di tahun 1738 M, Sultan Mahmud Badaruddin I
Pembangunan masjid yang baru memakan waktu cukup lama, hingga pada 26 Mei 1748 atau pada 28 Jumadil Awal 1151 tahun Hijriah, masjid tersebut baru diresmikan berdiri. Di awal pembangunannya, Masjid Agung Palembang disebut oleh masyarakat Palembang dengan nama Masjid Sulton. Nama tersebut merujuk pada pembangunan masjid yang diketuai dan dikelola secara langsung oleh Sultan Mahmud Badaruddin I
Ketika pertama kali dibangun,masjid ini meliputi lahan seluas 1.080 meter persegi (sekitar 0,26 hektar) dengan kapasitas 1.200 orang. Lahan kemudian diperluas oleh Sayid Umar bin Muhammad Assegaf Altoha dan Sayid Achmad bin Syech Sahab dibawah pimpinan Pangeran Nataagama Karta Mangala Mustafa Ibnu Raden Kamaluddin.<ref name=":0">{{Cite web|url=http://simas.kemenag.go.id/index.php/profil/masjid/30/|title=Masjid Agung Palembang|last=|first=|date=|website=SIMAS - SISTEM INFORMASI MASJID|access-date=}}</ref>
Awalnya masjid ini belum memiliki menara.. Pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Najamudin (masa pemerintahan 1758–1774) menara masjid dibangun. Lokasi menara masjid terpisah dari bangunan utama, dan berada di bagian barat. Pola menara masjid berbentuk segi enam setinggi 20 meter. Rupa menara masjid menyerupai menara kelenteng. Bentuk atap menara melengkung pada bagian ujungnya, dan beratap genteng. Menara masjid memiliki teras berpagar yang mengelilingi bangunan menara.<ref name=":2" />
Masjid Agung Palembang sebagai salah satu masjid tertua yang ada di nusantara sudah mengalami berbagai renovasi.
Dari 1819-1821, renovasi dilakukan oleh [[Hindia Belanda|pemerintah kolonial Belanda]]. Setelah itu, ekspansi lebih lanjut dilakukan pada tahun 1893, 1916, 1950, 1970, dan terakhir di tahun 1990-an. Selama ekspansi pada 1966-1969 oleh Yayasan Masjid Agung, lantai kedua dibangun dengan luas tanah 5.520 meter persegi dengan kapasitas 7.750 orang.<ref
Salah satu renovasi terbesar terjadi pada tahun 1999. Renovasi yang dilakukan oleh [[Gubernur Sumatera Selatan|Gubernur]] [[Rosihan Arsyad|Laksamana Muda H Rosihan Arsyad]] tidak hanya memperbaiki bagian yang rusak, tetapi juga merestorasi bangunan masjid dengan menambahkan tiga bangunan baru. Ketiga bangunan tersebut antara lain, bangunan di bagian selatan masjid, di bagian utara, dan bagian timur. Pada renovasi dan restorasi ini, kubah masjid juga mengalami perbaikan di berbagai sisinya.
Baris 42 ⟶ 44:
== Cagar Budaya ==
Mengingat Masjid Agung Palembang merupakan salah satu peninggalan sultan, maka berdasarkan Keputusan [[Kementerian Agama Republik Indonesia|Menteri Agama Republik Indonesia]] MA/233/2003 tertanggal 23 Juli 2003, masjid ini ditetapkan sebagai salah satu masjid nasional. Kemudian pada 2009, berdasarkan UU No 5 tahun 1992 tentang bangunan cagar budaya, serta Surat Peraturan Menteri No PM19/UM.101/MKP/2009, Masjid Agung Palembang
== Referensi ==
|