Tan Liong Houw: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 7:
Berbeda dengan adiknya, Liong Houw tetap bermain bola secara sembunyi-sembunyi. Sang ayah memergokinya dan kemudian mengirimnya ke Surabaya agar tak bermain bola lagi. Namun nasib baik justru mempertemukannya dengan orang-orang dari klub [[Tjung Hwa]] (sekarang [[PS Tunas Jaya]]), perkumpulan olah raga warga keturunan Tionghoa kala itu. Orangtuanya kemudian meminta Liong Houw kembali ke Jakarta. Sang ayah akhirnya mengijinkan bermain bola setelah menyaksikan kegigihan anaknya mengasah bakat. Liong Houw kemudian dipanggil masuk ke tim nasional dan prestasinya semakin bersinar.
Tanoto, demikian Ia juga biasa dipanggil, tidak menggantungkan penghidupan dari bermain sepak bola. Bermain sepak bola baginya benar-benar karena hobi dan mengabdi kepada negara. Pada waktu itu sebagian dari pemain Tim Nasional Indonesia berasal dari keturunan Tionghoa, seperti; [[Thio Him Tjiang]], [[Kwee Kiat Sek]], [[Phoa Sian Liong]], [[Lie Kiang An]], [[Chris Ong]], dan [[Harry Tjong]]
Ketika ada tudingan bahwa para pemain keturunan Tionghoa akan bermain setengah hati dan kendur semangatnya bila Indonesia bertemu dengan pemain dari [[Cina]]. Hal ini sempat membuat Tanoto dan kawan-kawan sakit hati mendengarnya. Pada dekade itu Indonesia dua kali bertemu dengan Cina yaitu pada kualifikasi [[Olimpiade]] 1956 dan kualifikasi [[Piala Dunia]] 1958. Faktanya, Indonesia selalu sukses melewati para pemain Cina.
Tanoto dan kawan-kawan berhasil masuk perempat final Olimpiade 1956 di [[Melbourne]], [[Australia]]. Pada ajang inilah cerita legendaris itu tertoreh. Tim Merah Putih berhasil menahan [[Uni Soviet]] 0-0 sebelum akhirnya kalah 0-4 pada partai ulang hari berikutnya. Tanoto bermain dengan "keringat darah". Kaus kakinya sampai robek di tengah pertandingan karena termakan permainan keras lawan.
|