Aksara: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
k Robot: Cosmetic changes |
||
Baris 5:
''Aksara '' adalah istilah bahasa [[Sanskrta]], akshara, untuk menyebut imperishable letter, words syllable, the sacred syllable, sound letter, document, epistle, bahkan semula adalah sebutan bagi the supreme deity, a supreme creational principle, a term used equivalently to bija. Istilah lain untuk menyebut aksara adalah huruf
[[jv:Aksara]]▼
▲''Aksara '' adalah istilah bahasa [[Sanskrta]], akshara, untuk menyebut imperishable letter, words syllable, the sacred syllable, sound letter, document, epistle, bahkan semula adalah sebutan bagi the supreme deity, a supreme creational principle, a term used equivalently to bija. Istilah lain untuk menyebut aksara adalah huruf atau abjad ([[bahasa Arab]]) yang dimengerti sebagai lambang bunyi (fonem).
== Manggala ==
Gerangan tidak keliru jikalau cerdik cendekia sepakat bahwa aksara merupakan salah satu sarana yang menghantar cakrawala pengetahuan sejarah suatu bangsa
# Piktografik
#Ideografik
#Silabik
#Fonetik antara lain aksara [[Latin]], [[Yunani]], Cyrilic atau [[Rusia]] dan [[Gothik]] atau [[Jerman]].
Ada pendapat sebelum hadir [[aksara Arab]] dan [[Latin]] sekarang, tulisan yang lazim dipergunakan di kawasan [[Asia Tenggara]] (kecuali di [[Vietnam]] dan sebagian kalangan penduduk Cina Selatan)
Namun sejauh fakta yang ada, pendapat itu tidak disertai penjelasan tuntas hingga pada suatu waktu seorang ahli [[epigrafi]] yang berkebangsaan [[Prancis]] bernama Louis Charles Damais (l951--55) yang menyatakan bahwa hipotesis para ahli tersebut belum benar-benar menegaskan darimana dan bagaimana awal kehadiran serta mengalirnya arus kebudayaan [[India]] ke [[Nusantara]] kecuali diperkirakan tidak hanya berasal dari satu tempat saja, tetapi juga dari berbagai tempat lainnya.
Walaupun tidak dipungkiri bahwa aksara-aksara di Nusantara memang menampakkan aliran India selatan atau aliran India utara, namun juga cukup rumit dan sulit ditentukan darimana kepastian awalnya sebab meskipun ada pengaruh India, tetapi kebudayaan India tidaklah berperan sepenuhnya terhadap lahirnya aksara di Nusantara khususnya suku bangsa yang menghasilkan sumber tertulis dengan mempergunakan aksara-aksara nasional atau aksara daerah yang tergolong archais
Ada asumsi bahwa kebudayaan India datang ke Nusantara semata karena peran cendekiawan Nusantara sendiri yang telah turut ambil bagian ke kancah pergaulan politik internasional. Tetapi tidak berarti bahwa dikala itu bangsa Nusantara belum mengenal aksara sebagai alat melakukan interaksi sosial dengan bangsa-bangsa lain. Wujud ataupun bentuk aksara yang berperan pada periode yang disebut “klasik’ itupun sesungguh-sungguhnya merupakan hasil dayacipta cendekiawan lokal yang telah meramu secara selektif atas unsur-unsur asing dari berbagai aliran yang pada klimaksnya mencapai kesepakatan gaya jenis dan bentuk aksara sesuai kondisi wilayah budaya. Saat berlangsungnya proses inovasi, masyarakat Nusantara telah mencapai kondisi siap mental, karena itu tatkala inovasi asing (luar) tiba, khususnya dari India, masyarakat Nusantara segera dapat mencerna dan menyesuaikan diri tentu dengan melalui pengetahuan dan pengalaman kebudayaan setempat (Damais 1952; 1955).
Baris 30 ⟶ 29:
Sejumlah besar data tekstual ([[prasasti]]/document) dari masa lampau sebagian besar ditemukan pada batu atau lempeng emas, perunggu maupun tembaga dan selalu dikeluarkan oleh penguasa (raja). Oleh karena itu setiap prasasti adalah dokumen resmi pemerintah negara atau kerajaan dan benar-benar disahkan oleh raja dengan kata lain Surat Keputusan (SK) Kerajaan yang bersangkutan. Anugrah dari raja kepada seseorang yang dianggap berjasa atau memutuskan sesuatu perkara hukum (perdata). Karena itu selain digoreskan pada batu (otentik), dibuat beberapa copy atau tembusan (tinulad/tiruan otentik) prasasti yang digoreskan pada lempeng tembaga disebut tamra prasasti (Kartakusuma 2003; 2006).
Pada masa dahulu cara pengawetan sesuatu bahan belum dikenal, satu-satunya upaya kearah itu disalin kembali, namun teknik penyalinan kembali lebih sering dilakukan pada sejumlah naskah pada daun tal ([[rontal]]), atau [[daluwang]] semacam lembaran kertas atau bahan yang diolah dari kulit pohon tertentu, Berbeda dengan negeri [[Cina]], aksara dituliskan dengan menggunakan kwas dengan cara disapukan setelah dicelupkan pada cairan berwarna pekat (semacam tinta). Tentu saja hasilnya jauh berbeda, betapapun hasil goresan berkesan lebih nampak jikalau dibandingkan hasil sapuan, karena aksara yang digoreskan akan menampakkan jejak-tekan berbekas dalam dan terasa manakala diraba dan tidak memerlukan pewarna (tinta) seperti yang dihasilkan oleh sapuan kwas. Menggores atau memahat aksara dengan alat memang jauh lebih rumit, memerlukan keahlian dan ketrampilan dengan ketekunan khusus, hasil latihan dan kebiasaan
Oleh karena itu di masa lampau untuk menggoreskan aksara atau memahat suatu aksara (naskah karyasastra atau prasasti) dipegang oleh
Hasil pahatan mencerminkan kualitas pengetahuan dan pengalaman empiris pendukung budaya yang mewakili individu atau kelompok masyarakat, suku bangsa, negara atau pemerintahan tertentu sesuai zaman. Karena ternyata khasanah ciri dari bentuk aksara yang berdampak pada vokalisasi atau tanda yang membunyikan aksara sehingga aksara “mati” (konsonan) hidup manakala dibubuhi tanda aksara “hidup” (vokal).
Baris 38 ⟶ 37:
Bertali kepada keberadaannya pula, sesuatu yang dipahatkan atau apa yang digoreskan pada suatu bahan yang kemudian disebut naskah dengan kategori-kategori [[prasasti]], karyasastra secara keseluruhan disebut sumber tertulis ke kategori data tekstual. Maka sesungguhnya batasan pengertian bahwa zaman Klasik semata ditandai oleh dikenalnya budaya tulis layak ditinjau kembali sebab pengertian aksara sebagai gambaran bunyi ternyata lebih luas dari yang dimengerti kalangan umum.
== Sambandha: Aksara-Aksara di Nusantara (Dwipantara) ==
Sejarah mencatat bahwa aksara tertua di Nusantara (Asia Tenggara umumnya) disebarluaskan seiring dengan menyebarnya agama [[Buddha]], jenis aksara yang semula dipergunakan untuk menulis ajaran. mantra-mantra suci atau teks-teks dengan jenis aksara yang dipakainya disebut Sidhhamatrika, disingkat Siddham. Tetapi sarjana [[Belanda]] lebih menyukai istilah Prenagari (Damais 1995; Sedyawati 1978).
Jenis aksara inilah yang kemudian berkembang di Asia Tenggara walaupun hanya terbatas atau terpatri, untuk menulis teks-teks keagamaan pada media tablet, materai atau stupika yang dibuat dari tanah liat (bakar atau terracotta) atau dijemur dan dikeringkan [[matahari]]. Objek tekstual jenis ini hampir dipastikan tidak atau jarang disertai unsur pertanggalan, karenanya sulit ditentukan periodenya secara tepat. Namun melalui analisis palaeografis yakni perbandingan kemiripan tipe, gaya, bentuk aksara dari zaman ke zaman, maka khusus aksara pada tablet, meterai atau stupika yang ditemuakan di Asia Tenggara diperkirakan dari sekitar abad
Aksara yang kemudian lebih populer di Nusantara adalah aksara
Kedua kerajaan yang cukup jauh letaknya sama-sama mengggunakan aksara [[Pallawa]]-Grantha dan bahasa [[Sanskrta]] dengan gaya khas inovasi-nya. Prasasti-prasasti masa [[Tarumanagara]] (tujuh) dipahatkan pada batu
Ragam hias yang kemudian lebih banyak ditemukan sebagai indegenous
Dasar Ucapan
Baris 213 ⟶ 212:
Sejak awal kehadirannya aksara-aksara di kawasan Asia Tenggara hadir berkembang pada periode-periode yang hampir sama menunjukkan adanya kemiripan berlangsung hingga abad VIII Masehi. Meskipun dalam beberapa hal masih memper-lihatkan pengaruh
Gaya dan jenis aksara sebagian besar mirip aksara pada sejumlah dokumen (sumber) tertulis di [[Sumatra]] dan [[Jawa]] mempergunakan jenis bahasa pengantar yang dikenal berkembang pada masing-masing daerah pendukung budaya (a.l. [[Malayu kuna]], [[Jawa kuna]], [[Sunda kuna]] dan [[Bali kuna]]).
Beberapa pendapat menyatakan bahwa kemungkinan aksara-aksara yang hadir di Nusantara merupakan perkembangan dari aksara [[Pallawa]] namun ciri dan pertaliannya masih belum benar-benar dijelaskan, sebab difrensiasi ciri atas aksara-aksara lokal dan kaitannya kepada Pallawa
[ha]- [na]- [ca]- [ra]- [ka] </BR>
[da]-
[pa]-
[ma]-
Kemudian [[aksara Sunda]] yang kerap disebut Ca-ca-ra-kan dengan bunyi yang hampir sama tetapi terdiri dari 18 aksara
Baris 232 ⟶ 231:
Kuatnya indegenous yang menjadi ciri aksara di Nusantara adalah untuk mengatasi kesulitan tatkala penyesuaikan sistem fonetik (bunyi) bahasa-bahasa Nusantara dalam mengalihaksarakan bunyi pepet/ pepat
Pada sejumlah naskah sumber tertulis dari masa lebih tua yang umumnya menggunakan bahasa [[Sanskrta]], kesulitan itu tidaklah terasa benar karena tidak mengenal tanda-tanda bunyi seperti itu sehingga dirasa tidak perlu mencantum-kannya, kecuali tanda-tanda diakritis. Mengatasi kesulitan itu sedapat-dapatnya tidak menuliskan pepat pada akhir suku kata pertama pada pokok kata, melainkan konsonan permulaan sukukata itu dirangkap dengan konsonan permulaan dari sukukata kedua seperti dmakan, wdihan, si kbo, lmah, wdus, wkas,
Inilah kenyataan bahwa gaya dan jenis suatu aksara di Nusantara memiliki Style
== Aksara-Aksara
Selama ini berkembang asumsi pengenalan aksara selalu diasumsi sebagai yang menandai masa sejarah atau periode klasik yang diidentikan dengan pengaruh [[Hindu]]-[[Buddha]]. Secara umum pula bukti tertulis yang merupakan gambaran bunyi aksara ditemukan sebagian besar di Nusantara barat, lalu bagaimana dengan ”minimnya” atau boleh dikatakan tidak atau belum ditemukan sumber tertulis di Nusantara timur yang dapat menggiring perpsepsi bahwa dan Nusantara timur tidak mengalami masa sejarah?
Tidak berarti pula dengan ciri budaya seperti itu masyarakatnya tidak mengenal aksara dan bahasa atau gambaran bunyi yang berfungsi sebagai alat berkomunikasi.
Lukisan gambar tersebut ada yang dipahatkan secara disemprot sesuatu cairan berwarna (negatif), dicap (positif ) dan digores (dipahat). Sebagian besar tema dipilih mengandung unsur kognitif dan erat kaitannya dengan unsur-unsur kesuburan, persatuan antar sesama, keselarasan dan keseimbangan dengan alam dan Sang Cipta.
Tiada lain gambar atau lukisan adalah visualisasi verbal dalam upaya komunikasi
Nyata bahwa masyarakat yang konon “tidak mengenal budaya tulis” itu justru yang mendasari kemampuan di dalam upaya menyampaikan pengetahuan tentang realitas yang tersimpan di dalam gagasan, selanjutnya dituangkan melalui lukisan-lukisan cadas sehingga merasakan maknanya dan terbukti komunikatif melampaui kurun waktu berabad-abad.
Gambar atau lukisan tersebut digolongkan ke dalam kategori jenis pikto-grafik seperti peradaban Mesir Purba dan Tiongkok kuno berupa gambar atau lukisan konkrit dan melalui perkembangan waktu beralih kepada Ideografik berbeda hal dengan Nusantara yang mengambil bentuk Silabik
Kemampuan dasar tersebut kian terpupuk tatkala mencerna ragam hias aksara yang diindikasikan sebagai inovasi asing. Bedanya gambar atau lukisan tersebut tidak berbunyi sekalipun dapat dibaca, dimengerti dan dipahami
Barangkali lukisan cadas atau rock art dikategorikan piktografik menandai gejala paling awal melahirkan seni keahlian menggores yang berkembang di seluruh belahan dunia sesungguhnya prototipe pengetahuan aksara pada masa-masa kemudian. Motif-motif yang tetap bertahan dan diimposisi ulang sebagai motif dasar pada kain (tenun) ikat, unsur ataupun komponen bangunan, alat atau benda upacara pun alat-alat sehari-hari. Tradisi menggambarkan atau melukiskan sebagai upaya menuangkan pengalaman empiris secara lebih konkrit ditemukan pada naskah-naskah prasen masyarakat Bali dengan media daun tal isinya tentang kisah-kisah klasik sebagai puja-sastra antara lain saduran epos Mahabharata, Ramayana dan Bharatayuddha oleh para pujangga lokal atau cerita-cerita rakyat yang bertaut kepada ajaran kehidupan.
Disesalkan bahwa sampai kini kita masih belum ditemukan bukti-bukti adanya gaya aksara yang termasuk kategori
Namun sejarah mencatat pula bahwa mereka datang lebih banyak bertujuan keagamaan bagi pengetahuan mereka sendiri, yakni mencatat dan menterjemahkan teks-teks agama Buddha yang terdapat di Nusantara. Setelah selesai mengerja-kannya naskah itu dibawa pulang kembali ke negerinya. Itukah sebabnya aksara Tiongkok kuna maupun aksara Cina kuna tidak memasyarakat di Nusantara seperti aksara pengaruh India. Betapapun aksara Cina tidak lagi melukis sesuatu benda konkrit seperti pada awalnya namun berlandaskan kepada kategori silabik seperti halnya aksara Katakana, Hiragana di Jepang, India dan sebagian Asia Tenggara daratan
Sejak awal kehadirannya pada sekitar abad II Masehi di Nusantara jenis aksara dengan katagori silabik
Pada pertengahan abad VIII Masehi ditemukan beberapa teks-teks yang mencantumkan pertanggalan dengan menggunakan bahasa Jawa Kuna, kekhasan itu nampak pada gaya aksara yang cenderung agak membulat dan miring ke kanan 15°.
Gaya pahatan aksara-persegi ini selanjutnya mendasari gaya aksara-aksara di Jawa Timur (abad XI-Masehi) dengan berbagai variasinya juga, baik yang dipahatkan
Gaya ini kemudian menjadi dasar menuju perkembangan aksara abad IX Masehi
Aksara adalah seni yang merupakan bagian dari sejarah kesenian bahwa seni adalah kegiatan yang terjadi oleh proses “cipta-rasa-karsa” tidak sama tetapi tidak seluruhnya berbeda dengan science dan teknologi, maka cipta dalam bidang kesenian mengandung pengertian terpadu antara kreativitas (invention) dan inovasi yang sangat dipengaruhi oleh rasa (emotion, feeling) (Bandem 1981; Sedyawati 1994) Namun logika, daya nalar, mengimbangi emosi dari waktu ke waktu dan terkadang dalam kadar cukup tinggi; rasa, timbul karena dorongan kehendak naluri yang disebut karsa; tetapi karsa bersifat personal atau kolektif, tergantung dari lingkungan.
Baris 272 ⟶ 271:
Kesenian berkaitan dengan bahasa, organisasi sosial, sistem ekonomi, sistem teknologi, sistem kepercayaan dan sistem pengetahuan. Penampilan ekspresif kesenian yang berhubungan erat dengan kebudayaan adalah aksara yang di masa lalu dinyatakan melalui alat gores, alat pahat atau dengan gambaran-gambaran tertentu. Aksara sebagai salah sebuah karyaseni berkembang selaras kreativitas zaman, sehingga tiap-tiap jenis dan gaya aksara tampak memiliki keunikan zaman dimana individu/kelompok masyarakat pemangku budaya itu hidup.
== Lihat pula ==
* [[Aksara Sunda]]
* [[Aksara Bali]]
Baris 278 ⟶ 277:
* [[Aksara Nusantara]]
== Pranala keluar ==
== Rujukan ==
#Bandem, I Made, 1981 “Ethnomusicology Penyelamat Musik Bangsa”,
#Kartakusuma, Richadiana, 2003, “Peran dan Fungsi Epigrafis sebagai Bidang Studi Sumber Tertulis dan Permasalahannya”
#Kartakusuma, Richadiana, 2006, “The Influence of Hindu-Buddhism on Javanese Culture and Socciety (Some Historical Notes From Selected Sources)”,
#de Casparis, J.G., 1975 Indonesian Palaeography (A History of Writing in Indonesia from the Beginning
#Damais, L-Ch, 1952 “Etudes
#1955, Epigrafi dan Sejarah Nusantara (Pilihan Karangan). Seri Terjemahan Arkeologi No.3. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional bekerjasama dengan EFEO
#Sircar , D.C. , 1965, Indian Epigraphy. Delhi-Varanasi-Patna: Motilal Banarsidass.
#Sedyawati , Edi, 1978, “Tarumanagara Penafsiran Budaya” Diskusi Panel Menggali Kembali Sejarah Tarumanagara. Jakarta: Universitas Tarumanagara.
[[Kategori:Linguistik]]
[[Kategori:Aksara|*]]
▲[[jv:Aksara]]
|