Kesultanan Buton: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan 36.75.142.115 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh LaninBot Tag: Pengembalian |
|||
Baris 34:
{{Sejarah_Indonesia}}
[[Berkas:Detik IMG 4284.JPG|jmpl|300px|Salah satu istana Sultan Buton yang masih dapat dijumpai di [[Kota Baubau]]
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De kraton van Boeton TMnr 60028794.jpg|jmpl|300px|Kraton Buton pada tahun 1910-1940]]
'''[[Kesultanan]] [[Buton]]''' terletak di Kepulauan [[Buton]] (Kepulauan Sulawesi Tenggara) [[Provinsi]] [[Sulawesi tenggara]], di bagian tenggara Pulau [[Sulawesi]] <!-- dahulu Celebes -->. Pada zaman dahulu memiliki [[kerajaan]] sendiri yang bernama [[kerajaan]] [[Buton]] dan berubah menjadi bentuk [[kesultanan]] yang dikenal dengan nama [[Kesultanan]] [[Buton]]. Nama Pulau [[Buton]] dikenal sejak zaman pemerintahan [[Majapahit]], Patih [[Gajah Mada]] dalam [[Sumpah Palapa]],
Baris 53:
== [[Raja]] [[Buton]] Masuk [[Islam]] ==
[[Kerajaan]] [[Buton]] secara resminya menjadi sebuah [[kerajaan]] [[Islam]] pada masa pemerintahan [[Raja]] [[Buton]] ke-6, iaitu Timbang Timbangan atau Lakilaponto atau [[Halu Oleo]]. Bagindalah yang diislamkan oleh [[Syeikh Abdul Wahid]] bin [[Syarif Sulaiman al-Fathani]] yang datang dari [[Johor]]. Menurut beberapa riwayat bahwa [[Syeikh Abdul Wahid]] bin [[Syarif Sulaiman al-Fathani]] sebelum sampai di [[Buton]] pernah tinggal di [[Johor]]. Selanjutnya bersama isterinya pindah ke Adonara ([[Nusa Tenggara Timur]]). Kemudian dia sekeluarga berhijrah pula ke Pulau [[Batu atas]] yang termasuk dalam pemerintahan [[Buton]].
[[Berkas:Rajaterakhir4.jpg|jmpl|300px|Sultan Buton ke 38, Muhamad Falihi Kaimuddin bersama Presiden RI Pertama [[Soekarno]]
Di Pulau [[Batu atas]], [[Buton]], [[Syeikh Abdul Wahid]] bin [[Syarif Sulaiman al-Fathani]] bertemu [[Imam Pasai]] yang kembali dari [[Maluku]] menuju [[Pasai]] ([[Aceh]]). [[Imam Pasai]] menganjurkan [[Syeikh Abdul Wahid]] bin [[Syarif Sulaiman al-Fathani]] pergi ke [[Pulau Buton]], menghadap Raja [[Buton]]. [[Syeikh Abdul Wahid]] setuju dengan anjuran yang baik itu. Setelah [[Raja]] [[Buton]] memeluk [[Islam]], Baginda langsung ditabalkan menjadi [[Sultan Buton]] oleh [[Syeikh Abdul Wahid]] pada tahun 948 H/1538 M.
Baris 66:
Maklumat lain, kertas kerja Susanto Zuhdi berjudul Kabanti Kanturuna Mohelana Sebagai Sumber Sejarah Buton, menyebut bahawa Sultan Murhum, Sultan Buton yang pertama memerintah dalam lingkungan tahun 1491 M - 1537 M. Menurut Maia Papara Putra dalam bukunya, Membangun dan Menghidupkan Kembali Falsafah Islam Hakiki Dalam Lembaga Kitabullah, bahawa ``Kesultanan Buton menegakkan syariat Islam ialah tahun 1538 Miladiyah.
[[Berkas:Kesultanan Buton.jpg|jmpl|300px
Jika kita bandingkan tahun yang saya sebutkan (1564 M), dengan tahun yang disebutkan oleh La Niampe (948 H/1541 M) dan tahun yang disebutkan oleh Susanto Zuhdi (1537 M), berarti dalam tahun 948 H/1541 M dan tahun 1564 M, Sultan Murhum tidak menjadi Sultan Buton lagi karena masa dia telah berakhir pada tahun 1537 M. Setelah meninjau pelbagai aspek, tampaknya kedatangan Syeikh Abdul Wahid di Buton dua kali (tahun 933 H/1526 M dan tahun 948 H/1541 M) yang diberikan oleh La Niampe adalah lebih meyakinkan.
Baris 78:
Semua perundangan ditulis dalam bahasa Walio menggunakan huruf Arab, yang dinamakan Buru Wolio seperti kerajaan-kerajaan Melayu menggunakan bahasa Melayu tulisan Melayu/Jawi. Huruf dan bahasa tersebut selain digunakan untuk perundangan, juga digunakan dalam penulisan salasilah kesultanan, naskhah-naskhah dan lain-lain. Tulisan tersebut mulai tidak berfungsi lagi menjelang kemerdekaan Indonesia 1945.
[[Berkas:Bangsawan Buton.jpg|jmpl|300px|Bangsawan Buton
== Pemerintahan ==
Baris 207:
31) 1871-1886: Sultan Muh. Salihi
32) 1886-1906: Sultan Muh. Umar
33) 1906-1911: Sultan Muh. Asikin
|