Suku Kubu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 10:
'''Kebiasaan Berpindah-pindah'''. Suku bangsa Anak Dalam mempunyai kebiasaan Berpindah-pindah tempat tinggal, yang mereka sebut '''melangun'''. Melangun dilakukan karena beberapa sebab, yaitu salah satu anggota keluarga meninggal, hasil hutan di lokasi tempat tinggalnya habis, terjadinya musim buah, atau ada ancaman dari luar. Kepindahan karena ada salah satu warga yang meninggal dilakukan karena tempat itu dipercaya akan mendarat sial dan mereka tidak sampai hati melihat hasil pekerjaan dan barang-barang milik almarhum di tempat lama.Di kalangan masyarakat Anak Dalam di Air Hitam, sebelum Melangun dilakukan, mayat ditempatkan di atas beli berukuran 1×2 meter, disertai peralatan miliknya.
 
Kehidupan mereka sangat mengenaskan seiring dengan hilangnya sumber daya [[hutan]] yang ada di Jambi dan Sumatra Selatan, dan proses-proses marginalisasi yang dilakukan oleh pemerintah dan suku bangsa dominan (Orang [[Melayu]]) yang ada di Jambi dan Sumatra Selatan. <ref>{{Cite book|title=Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia|last=Melalatoa|first=M.Junus|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia|year=1995|isbn=|location=Jakarta|pages=|url-status=live}}</ref>
 
Mayoritas suku kubu menganut kepercayaan animisme, tetapi ada juga beberapa puluh keluarga suku kubu yang pindah ke [[Agama Kristen]] atau [[Islam]]. Untuk suku Kubu yang tinggal menetap di daerah Sumatra Selatan terutama daerah rawas rupit dan musi lakitan, di sana banyak terdapat suku Kubu yang menggantungkan hidup di persawitan, bahkan ada di antara yang memanfaatkan lahan sawit perusahaan Lonsum untuk mereka curi dan mereka jual ke lapak lapak setempat. Mereka seperti itu karena memegang prinsip dasar apa yang tumbuh di alam adalah milik mereka bersama. Namun, banyak juga orang kubu di daerah Musi dan Rawas yang menerima modernisasi termasuk penggunaan kendaraan bermotor dan senjata api rakitan (''kecepek''). Pakaian dan fisik mereka yang agak sedikit kumal biasanya menjadi stereotipe yang membuat orang-orang sekitar bisa membedakan suku Kubu dan masyarakat sekitar.