Tahu sumedang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Fery Hartono (bicara | kontrib)
menambah aksara Sunda
Tag: VisualEditor Suntingan seluler lanjutan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 17:
== Sejarah ==
=== Asal kata ===
Menurut Ong YoeJoe Kim, tokoh tahu [[Kabupaten Sumedang|Sumedang]], "tahu" berasal dari [[bahasa Mandarin]] ''dòufu'' (豆腐) dibaca tou-fu atau tāu-hū oleh orang [[Provinsi Fujian|Hokkian]].<ref name=oyk/>
 
=== Kreativitas ===
Bermula dari kreativitas yang dimiliki oleh [[imigran]] Cina, Ong Kino dan istrinya yang menjadi perintis untuk memproduksi [[tahu]] di Sumedang yang awalnya dibuat dari kedelai lurik yang mirip telur puyuh. Tahun demi tahun, Ong Kino beserta istrinya terus menggeluti [[usaha]] mereka hingga sekitar tahun [[1917]], dan [[anak]] tunggal mereka bernama [[Ong BungBoen Keng]] untuk melanjutkannya. Ong BungBoen Keng kemudian melanjutkan usaha keduaorangtuanya yang memilih kembali ke tanah kelahiran mereka di Hokkian, [[Republik Rakyat Tiongkok]].
 
Melalui generasi Ong BungBoen Keng yang terus melanjutkan usaha yang diwariskan dari kedua orang tuanya hingga akhir hayatnya di usia 92 tahun. Di balik kemasyhuran tahu Sumedang ada pula kisah seperti yang diceritakan cucucicit dari Ong Kino, Suryadi. Sekitar tahun 1928, konon suatu hari tempat usaha sang kakek buyutnya, Ong BungBoen Keng, didatangi oleh Bupati Sumedang, Pangeran Soeria Atmadja yang kebetulan tengah melintas dengan menggunakan [[dokar]] dalam perjalanan menuju [[Situraja, Sumedang]]. Kebetulan, sang pangeran melihat seorang kakek sedang menggoreng sesuatu. Pangeran Soeria Atmadja langsung turun begitu melihat bentuk makanan yang amat unik serta baunya yang harum.<ref name=oyk>{{cite web|title = Legenda "Bun Keng" Tahu Sumedang|url = http://www.sumedangkab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=188&Itemid=141|website = http://www.sumedangkab.go.id|author = Redaksi Sumedangkab.go.id|accessdate = 2015-01-23}}</ref> Sang bupati, Pangeran Soeria Atmadja kemudian bertanya kepada sang kakek, "''Maneh keur ngagoreng naon?'' (''Kamu sedang menggoreng apa?'')". Sang kakek berusaha menjawab sebisanya dan menjelaskan bahwa makanan yang ia goreng berasal dari tahu. Karena penasaran, sang bupati langsung mencicip satu. Setelah mencicipi, bupati secara spontan berkata dengan wajah puas, "''Enak benar masakan ini! Coba kalau kamu jual, pasti laris!''". Tak lama setelah kejadian ini, tahu digemari oleh penduduk Sumedang dan kemudian sampai ke seluruh Indonesia.<ref name=mtsab/>
 
== Perbedaan dengan tahu biasa ==