Kerajaan-kerajaan di Tanah Sunda: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Perubahan kosmetik tanda baca |
k Cosmetic edited |
||
Baris 4:
# [[Salakanagara]]
# [[Tarumanagara]] (beribu kota di Chandrabhaga/Bekasi & Sundapura)
# [[Kerajaan Sunda]] (disebut juga Sunda-Galuh,
# [[Kesultanan Banten]], [[Kesultanan Cirebon]] & Kerajaan Islam [[Sumedang Larang]]
Baris 10:
{{main|Salakanagara}}
[[Berkas:Prasasti tugu.jpg|jmpl|lurus|prasasti yang berumur 1600 tahun yang berasal dari zaman Purnawarman, raja Tarumanagara, yang ditemukan di Kelurahan Tugu, [[Jakarta]]]]
Menurut naskah “Pustaka Rayja-rayja I Bhumi Nusantara”, kerajaan di pulau Jawa adalah Salakanagara (artinya: negara perak). Salakanagara didirikan pada tahun 52 Saka (130/131 Masehi). Lokasi kerajaan tersebut dipercaya berada di Teluk Lada, kota [[Pandeglang]], kota yang terkenal dengan hasil logamnya (Pandeglang dalam bahasa Sunda merupakan singkatan dari kata-kata panday dan geulang yang artinya pembuat gelang). Dr. Edi S. Ekajati, sejarawan Sunda, memperkirakan bahwa letak ibu kota kerajaan tersebut adalah yang menjadi [[Pelabuhan Merak|kota Merak]] sekarang (merak dalam bahasa Sunda artinya "membuat perak"). Sebagain lagi memperkirakan bahwa kerajaan tersebut terletak di sekitar [[Gunung Salak]], berdasarkan pengucapan kata "Salaka" dan kata "Salak" yang hampir sama.
Adalah sangat mungkin bahwa [[Argyre]] atau Argyros pada ujung barat Iabadiou yang disebutkan Claudius Ptolemaeus Pelusiniensis ([[Ptolemy]]) dari Mesir (87-150
Suatu laporan dari
Kerajaan Salakanagara kemudian digantikan oleh kerajaan Tarumanagara.
Baris 21:
{{main|Tarumanagara}}
Kerajaan Tarumanagara adalah antara abad keempat dan ketujuh. Catatan sejarah dari kerajaan tersebut yang berupa prasasti bertebaran di bagian barat pulau Jawa. Pelancong dari
== Kerajaan Sunda ==
Baris 31:
{{main|Kesultanan Banten}}
Dalam tahun 1524/1798, [[Sunan Gunung Jati]] dari [[Cirebon]] bersama tentara [[Kesultanan Demak]] merebut pelabuhan Banten dari [[Kerajaan Sunda]], dan mendirikan
Selama tahun 1552-1570, [[Maulana
Kesultanan Banten mencapai masa keemasan pada awal sampai pertengahan abad ketujuh. Kesultanan Banten berlangsung selama 300 tahun (1526 – 1813
== Kesultanan Cirebon ==
Baris 45 ⟶ 44:
{{sectstub}}
=== Sejarah Sumedang Larang ===
Seorang resi keturunan dari Galuh datang ke sebuah kawasan di pinggiran [[sungai Cimanuk]], daerah Cipaku, Kecamatan Darmaraja, [[Sumedang]] sekarang. Kehadiran Resi yang bernama [[Prabu Guru Adji Putih|Prabu Guru Aji Putih]] ini, membawa perubahan-perubahan dalam tata kehidupan masyarakat setempat, yaitu telah ada dan dirintis oleh [[Kerajaan Sumedang Larang#Prabu Agung Resi Cakrabuana (950 M)|Prabu Agung Cakrabuana]] sejak abad ke delapan.
Secara perlahan-lahan dusun-dusun sekitar pinggiran
Prabu Guru Aji Putih berputra Prabu Tajimalela. Menurut perbandingan generasi, dalam kropak 410, Prabu Tajimalela sezaman dengan tokoh Rgamulya (1340 - 1350) penguasa Kawali dan tokoh Suradewata, Ayah Batara Gunung bitung Majalengka.
Prabu Tajimalela naik
Pada masa kekuasaan pernah terjadi pemberontakan disekitar [[Gunung Cakrabuana]] yang dilakukan oleh [[Gagak Sangkur]]. Terjadilah perang sengit antara wadia balad Gagak Sangkur dengan Prabu Tajimalela dengan kemenangan di pihak Prabu Tajimalela dan Gagak Sangkur dapat
Gagak Sangkur menyatakan ingin mengabdi kepada Prabu Tajimalela. Kemudian dilantik menjadi patih. Setelah itu, untuk menyempurnakan ilmunya Prabu Tajimalela meninggalkan [[Keraton]] untuk melakukan [[Tirakat#Bertapa (Tapabrata)|tapabrata]], untuk memperoleh petunjuk dan kukatan dari Yang Gaib, yang dikiaskan dalam ungkapan: ''Sideku sinuku tunggal mapat pancadria, diamparan boeh rarang, lelembutan ngajorang alam awang-awang, ngungsi angkeuhan nu can katimu.''
Pada saat itulah kemudian ia tiba-tiba mengucapkan kata: ''Insun Medal Mandangan'' yang kemudian menjadi populer dengan sebutan [[Sumedang]].
Sunan Guling digantikan putranya Tirta Kusumah yang dikenal dengan nama Sunan Patuakan. Kemudian digantikan oleh adiknya Sintawati atau lebih dikenal dengan Nyi Mas Patuakan. Ratu Sintawati berjodoh dengan Sunan Gorenda, Raja Talaga putra Ratu Simbar Kecana dari Kusumalaya, putra Dea Biskala. Dengan demikian ia menjadi cucu menantu penguasa Galuh.
Baris 66 ⟶ 65:
Dari perkawinan dengan Pangeran Santri, Ratu Pucuk Umum atau dikenal dengan nama Ratu Intan Dewata dikaruniai 6 (enam) orang putra, salah satunya Raden Angkawijaya, yang kemudian hari bergelar Prabu Guesan Ulun.
Pada 14 Syafar Tahun Jim Akhir [[Pakuan Pajajaran|kerajaan Padjajaran]] runtag (runtuh) akibat serangan laskar gabungan Islam Banten, Pangkungwati dan Angka. Runtuhnya Kerajaan Padjajaran waktu itu tidak lantas menyeret Sumedang Larang ikut runtuh pula, karena sebagai masyarakat Sumedang pada waktu itu sudah memeluk [[Islam]]. Dengan berakhirnya Kerajaan Sumedang, justru Sumedang Larang makin berkembang menjadi kerajaan yang berdaulat penuh.
Sebelum Prabu Siliwangi meninggalkan Padjajaran mengutus empat orang Kandagalante: Jayaperkosa, Sanghyang Hawu, Terong Peot, dan Nagganan untuk menyerahkan amanat kepada [[Prabu Geusan Ulun]], yaitu pada dasarnya Kerajaan Sumedang Larang supaya menjadi penerus [[Binokasih Sanghyang Pake|Kerajaan Padjajaran Mahkota]] dan atribut Kerajaan Padjajaran dibawa oleh [[Senapati Jayaperkosa]] dan diserahkan kepada [[Prabu Geusan Ulun]] yang merupakan legalitas kebesaran Kerajaan Sumedang Larang sebagai penerus Padjajaran.
[[Prabu Geusan Ulun]] yang dinobatkan pada 22 April [[1578]] adalah Raja Sumedang Larang terakhir, karena setelah itu Sumedang Larang berada di bawah naungan [[kerajaan Mataram]]. Pangeran Ariasuradiwangsa dari Sumedang Larang sebagai penerus Geusan Ulun (putra dari Ratu Harisbaya) [[1620]] berangkat ke Mataram, untuk menyerahkan Sumedang Larang berada dibawah naungan Mataram. Dengan demikian sejak itulah Sumeang Larang terkenal dengan nama "''Priangan''" artinya ''berserah dengan hati yang suci''. Kedudukan penguasa Sumedang Larang menjadi Bupati [[Wedana]].
== Tatar Pasundan pada masa Pemerintahan Hindia Belanda ==
Tahun [[1681]] Bupati Wedana Sumedang yaitu Pangeran Rangga Gempol III Kusumahdinata yang dikenal dengan sebutan Pangeran Panembahan adalah Bupati Pertama yang berani menentang pemerintahan [[VOC]], agar kembali dari merdeka dan berdaulat untuk kemudian mempersatukan kembali daerah-daerah sebagian yang pernah dikuasai oleh [[Pakuan
Tahun [[1811]] Bupati Wedana [[Pangeran Kornel|Pangeran Kusumahdinata IX]] atau dikenal dengan [[Pangeran Kornel]] dengan tegas menentang
Tahun [[1888]] Bupati Pangeran Aria Suriaatmaja atau dikenal juga sebagai Pangeran Mekah mengungkapkan kepada [[Belanda]], bahwa Belanda harus memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia/Nusantara. Hal ini dapat diketahui melalui literatur yang ditulisnya dalam buku ''Ditiung memeh Hujan''.
|