Demokrasi Terpimpin (1959–1965): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
LMMRR (bicara | kontrib)
k ←Suntingan LMMRR (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Bagas Chrisara
Tag: Pengembalian
Baris 30:
== Keterlibatan Amerika Serikat ==
Di era Demokrasi Terpimpin, antara tahun [[1959]] dan tahun [[1965]], [[Amerika Serikat]] memberikan 64 juta [[dollar]] dalam bentuk bantuan [[militer]] untuk [[jenderal]]-jenderal militer Indonesia. Menurut laporan di [[media cetak]] "[[Suara Pemuda Indonesia]]": Sebelum akhir tahun [[1960]], Amerika Serikat telah melengkapi 43 [[batalyon]] angkatan bersenjata Indonesia. Tiap tahun AS melatih perwira-perwira militer [[sayap kanan]]. Di antara tahun 1956 dan 1959, lebih dari 200 perwira tingkatan tinggi telah dilatih di AS, dan ratusan perwira angkatan rendah terlatih setiap tahun. Kepala Badan untuk Pembangunan Internasional di Amerika pernah sekali mengatakan bahwa bantuan AS, tentu saja bukan untuk mendukung Soekarno dan bahwa AS telah melatih sejumlah besar perwira-perwira angkatan bersenjata dan orang sipil yang mau membentuk kesatuan militer untuk membuat Indonesia sebuah "negara bebas".
 
== Kondisi Ekonomi ==
Pada masa Demokrasi Terpimpin, sistem perekonomian yang dijalankan adalah sistem perekonomian [[Etatisme|'''etatisme''']] sehingga seluruh kegiatan ekonomi diatur oleh pemerintah. Pada masa ini, terjadi defisit keuangan negara yang meningkat drastis karena banyak prinsip dasar ekonomi yang diabaikan. Pada Januari sampai Agustus 1965, pengeluaran negara berjumlah 11 miliar rupiah sedangkan pendapatannya hanya mencapai 3,5 miliar rupiah. Sebelum itu, 28 Maret 1963, pemerintah mengeluarkan deklarasi ekonomi dengan 14 peraturan pokok untuk memperbaiki keadaan ekonomi negara.
 
Pembentukan Dekon bertujuan untuk menciptakan perekonomian yang bersifat nasional, demokratis, dan terbebas dari pengaruh sisa-sisa imperialisme sehingga dapat mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia yang terpimpin. Namun, dalam pelaksanaannya, Dekon berakibat pada stagnasi perekonomian Indonesia sehingga kesulitan ekonomi semakin terasa. Selain itu, juga terjadi inflasi karena harga-harga barang yang mengalami kenaikan hingga 400%. Kondisi ini pun semakin diperparah dengan kondisi negara yang saat itu banyak terlibat dengan peperangan dan adanya konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat yang semakin mempercepat kemerosotan perekonomian Indonesia. Jadi, dapat disimpulkan bahwa peningkatan laju inflasi didasari oleh:
 
* Pemerosotan nilai mata uang rupiah.
* Masalah masalah negara tidak dapat diatasi dengan pinjaman dari luar negeri.
* Pemerosotan penghasilan devisa negara dan penghasilan lainnya.
* Anggaran belanja negara semakin mengalami defisit besar.
* Tidak terdapat pengaruh manajemen perusahaan serta penertiban administrasi untuk menyeimbangkan keuangan.
* Gagalnya upaya menyalurkan kredit baru dalam menyejahterakan rakyat.
* Tidak adanya keberhasilan dalam melakukan usaha likuidasi dalam pihak swasta dan pemerintahan sebagai usaha mengawasi dan menghemat anggaran belanja.
 
Karena terjadinya inflasi dan peperangan, maka Dekon yang semula dibentuk untuk memperbaiki ekonomi negara tidak memberi dampak sebagaimana seharusnya. Dapat disimpulkan bahwa kondisi ekonomi negara tetap buruk.
 
Usaha pemerintah dalam mengatasi kemerosotan ekonomi di antaranya menerapkan kebijakan dalam bidang moneter. Pada 13 Desember 1965, melalui Penetapan Presiden Nomor 27 Tahun 1965, pemerintah mengambil langkah devaluasi, yaitu kebijakan untuk menekan inflasi. Pemerintah menggunting uang senilai Rp 1.000 menjadi senilai Rp 1.
 
Tindakan kebijakan moneter pemerintah yang sebenarnya bertujuan untuk menekan inflasi dalam praktiknya justru meningkatkan angka inflasi. Hal ini diperparah oleh kegiatan ekspor yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dan impor yang dibatasi karena devisa negara yang melemah. Pada 1965, untuk pertama kalinya dalam sejarah moneter Indonesia pemerintah telah menghabiskan cadangan devisa negara sebesar 3 juta dollar AS. Sebagian besar dana tersebut dihabiskan untuk kegiatan politik konfrontasi dengan negara-negara Barat dan Malaysia.
 
Pada Masa Demokrasi Terpimpin terjadi beberapa peristiwa penting. Salah satunya adalah Konfrontasi Ekonomi. Pada peristiwa itu dilakukan upaya memblokir kebutuhan Belanda di Indonesia, seperti melarang media cetak dan film berbahasa Belanda, nasionalisasi perusahaan Belanda di Indonesia, mengalihkan pusat pemasaran komoditi RI dari Rotterdam (Belanda) ke Bremen, Jerman, dll. Konfrontasi ekonomi ini dilakukan dengan tujuan mengupayakan pembebasan dan pengembalian Irian Barat.
 
Kondisi ekonomi pada masa awal Demokrasi Terpimpin sangat terpuruk akibat pemberontakan-pemberontakan yang terjadi. Untuk mengatasi keadaan ekonomi pada masa ini, sistem ekonomi berjalan dengan sistem komando, dimana alat-alat produksi dan distribusi yang vital harus dimiliki dan dikuasai negara atau minimal di bawah pengawasan negara.
 
# Pembentukan Dewan Perancang Nasional (Depernas) dan Badan Perancangan Pembangunan Nasional (Bappenas) sebagai upaya perbaikan perekonomian Indonesia pada 15 Agustus 1959 yang dipimpin Moh. Yamin dengan anggota berjumlah 50 orang. Dapernas kemudian menyusun program kerjanya berupa pola pembangunan nasional yang disebut sebagai Pola Pembangunan Semesta Berencana dengan mempertimbangkan faktor pembiayaan dan waktu pelaksanaan pembangunan. Pola Pembangunan Semesta dan Berencana terdiri atas ''Blueprint'' tripola yaitu proyek pembangunan, pola penjelasan pembangunan dan pola pembiayaan pembangunan. Pada tahun 1963, dibentuk Badan Perancangan Pembangunan Nasional yang dipimpin Presiden Soekarno sebagai pengganti Depernas. Tugas Bappenas adalah menyusun rencana pembangunan jangka panjang maupun pendek. Melalui organisasi ini penyelesaian masalah menjadi lancar dalam hal pembangunan proyek industri maupun perencanaan prasarana. Depernas pernah mengalami perubahan nama menjadi Badan Perancang Pembangunan Nasional atau Bappenas pada tahun 1963.
# Untuk membendung inflasi dan mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, pada tanggal 25 Agustus 1950 pemerintah melalui Syafrudin Prawiranegara melakukan devaluasi pengguntingan uang. Dia menggunting uang kertas bernilai Rp 5 ke atas, sehingga nilainya berkurang separuh. Tindakan ini dikenal sebagai "Gunting Syafrudin".
# Berdasarkan Perpu No. 2/1959 yang diberlakukan pada tanggal 25 Agustus 1959 merupakan dasar pemerintah dalam melakukan kebijakan sanering. Sanering tersebut memiliki beberapa tugas seperti mengurangi jumlah uang yang telah beredar dalam masyarakat, melakukan peningkatan nilai rupiah dengan tujuan memakmurkan rakyat kecil, dan melakukan pembendungan dalam hal inflasi yang tinggi. Berdasarkan upaya ini, pihak pemerintah mengumumkan hasil pemotongan nilai uang yang berupa:
## Uang kertas pecahan yang memiliki nilai Rp 500,00 diubah menjadi Rp 50,00.
## Uang kertas pecahan yang memiliki nilai Rp 1.000,00 diubah menjadi Rp 100,00.
## Membekukan seluruh simpanan bank yang berjumlah lebih dari Rp 25.000,00.
 
Upaya ini tidak berhasil mengembangkan keadaan ekonomi dan tidak dapat mengurangi nilai kemerosotan ekonomi di Indonesia. Kemiskinan merajarela dan diakibatkan oleh:
 
o   Pengubahan kebijakan keuangan menjadi Perpu No. 6 Tahun 1959 dengan ketentuan nilai uang lembaran Rp 1000 maupun Rp 500 wajib untuk ditukarkan ke bank dengan nilai uang Rp 100 maupun Rp 50 sebelum tanggal 1 Januari 1960.
 
o   Pada tahun 1958 perusahaan dikuasai oleh Belanda dengan tidak disertai pengalaman dan manajemen tenaga kerja yang handal.
 
o   Kegiatan ekspor mengalami penurunan sehingga penghasilan negara juga berkurang. Hal ini disebabkan oleh gangguan keamanan dalam mengatasi pergolakan masing masing daerah.
 
o   Melakukan usaha pembebasan Irian Barat dengan biaya yang cukup banyak dalam menyelenggarakan Asian Games IV tahun 1962.
 
                      Pada 28 Maret 1963 dikeluarkan landasan baru bagi perbaikan ekonomi secara menyeluruh yaitu Deklarasi Ekonomi (Dekon) dengan tujuan menciptakan ekonomi yang bersifat nasional, demokrasi, dan bebas dari imperialisme. Tetapi kenyataannya Dekon tidak mampu mengatasi masalah ekonomi dan inflasi, justru mengakibatkan stagnansi dalam perekonomian Indonesia. Hal ini diakibatkan perekonomian yang diatur oleh pemerintah dan prinsip-prinsip dasar ekonomi banyak diabaikan.Dekon ditolak oleh PKI walaupun Aidit terlibat dalam penyusunannya karena ada campur tangan dari pihak politik di dalamnya. Akhirnya peraturan tersebut ditunda oleh Presiden Soekarno sampai bulan September 1963 dengan tambahan alasan untuk lebih berkonsentrasi dalam menyelesaikan konfrontasi dengan pihak Malaysia.
 
                      Pemerintah mulai memikirkan rakyat dengan melakukan usaha pembebasan irian Barat dan penyelesaian kasus di Jawa Barat dengan cara rehabilitasi ekonomi. Pemikiran tersebut mulai direalisasikan setelah keamanan nasional mulai membaik dan pulih kembali. Sebelumnya konsep ini dinamai konsep rehabilitasi ekonomi dan diketuai Menteri Pertama Ir. Djuanda. Konsep ini kemudian dilaksanakan dan diberi nama Konsep Djuanda. Karena mendapat beberapa kritikan dari PKI yang menganggap konsep Djuanda terlibat dengan negara Amerika Serikat, Yugoslavia, dan negara revisionis, konsep ini kemudian dihentikan.
 
                      Keadaan perekonomian semakin buruk karena pembengkakan biaya proyek mercusuar. proyek Mercusuar Soekarno adalah proyek pembangunan ibukota agar menarik perhatian dari luar negeri. Untuk memfasilitasi Ganefo sebagai tandingan dari Olimpiade, pemerintah membangun proyek besar seperti gedung [[CONEFO]] yang sekarang dikenal sebagai DPR, MPR, DPD, DKI Jakarta, Gelora Bung Karno, Hotel Indonesia, Jembatan Semanggi, pembangunan Monumen Nasional, dan pusat pertokoan Sarinah. Pembangunan Kompleks Olahraga di Senayan, termasuk Gelora Bung Karno merupakan proyek yang ambisius pada saat itu.
{| class="wikitable"
| colspan="3" |Susunan Kabinet Era Demokrasi Terpimpin
|-
|'''Nama Kabinet'''
|'''Tahun Pemerintahan'''
|'''Nama Pemimpin'''
|-
|Kabinet Kerja I
|10 Juli 1959 - 18 Februari 1960
|Ir. Soekarno
|-
|Kabinet Kerja II
|18 Februari 1960 - 6 Maret 1962
|Ir. Soekarno
|-
|Kabinet Kerja III
|8 Maret 1962 - 13 November 1963
|Ir. Soekarno
|-
|Kabinet Kerja IV
|13 November 1963 - 27 Agustus 1964
|Ir. Soekarno
|-
|Kabinet Dwikora I
|27 Agustus 1964 - 22 Februari 1966
|Ir. Soekarno
|-
|Kabinet Dwikora II
|24 Februari 1966 - 28 Maret 1966
|Ir. Soekarno
|}
 
== Dampak ke situasi politik ==