Kasus Mortara: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 30:
 
[[Berkas:San Domenico75.jpg|jmpl|Serambi wisma tarekat Dominikan di lingkungan [[Basilika San Domenico]], Bologna, foto tahun 2006]]
Pelayan yang didesas-desuskan melakukan pembaptisan diam-diam ini adalah Anna Morisi. Setelah mendapatkan surat izin penyidikan dari [[Kongregasi bagi Doktrin Iman|Kongregasi Suci Tertinggi Inkuisisi Roma dan Sedunia]] (disebut pula Jawatan Suci), yakni badan pemantau dan pembela [[teologi Katolik Roma|doktrin Kristen Katolik]] yang beranggotakan para [[kardinal]], Padri Pier Feletti menginterogasi Anna Morisi di [[Basilika San Domenico]], Bologna.{{sfn|Kertzer|1998|pp=83–84}} Anna mengakumenuturkan bahwa sewaktu masih menjadi pelayan keluarga Mortara, bayi keluarga itu, Edgardo, sakit berat dalam perawatannya. Karena khawatir nyawa si bayi tak terselamatkan lagi, Anna [[pembaptisan darurat|membaptisnya secara darurat]], yakni memercikkan air pada kepala si bayi seraya berkata, "aku membaptis engkau dalam Nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus". Anna tidak pernah memberitahu keluarga Mortara perihal tindakannya ini, dan kesehatan Edgardo berangsur-angsur pulih seperti sediakala. Setelah menyuruh Anna bersumpah untuk merahasiakan pernyataannya, Padri Feletti mengirim berita acara pemeriksaan Anna Morisi ke Roma bersama permohonan izin pengambilan paksa terhadap Edgardo, yang baru berumur enam tahun, dari keluarganya.{{sfn|Kertzer|1998|pp=40–41, 83, 148}}
 
Para sejarawan tidak dapat memastikan apakah Paus Pius IX ikut serta dalam pembahasan awal perihal kasus Mortara di Jawatan Suci, atau pun mengetahui perihal pemeriksaan awal yang dilakukan Padri Pier Feletti. Sri Paus adalah kepala Jawatan Suci hanya sesekali menghadiri pertemuan-pertemuannya, dan agaknya tidak diberi tahu mengenai perkara-perkara yang dianggap sebagai urusan rutin oleh para kardinal.{{sfn|Kertzer|1998|pp=83–84}} Bagi Jawatan Suci, permasalahan-permasalahan sebagaimana yang dilaporkan oleh Padri Pier Feletti menimbulkan rasa serba salah. Di satu pihak, Gereja secara resmi menentang [[perpindahan agama paksa|tindakan memaksa orang untuk berganti agama]],{{sfn|Kertzer|1998|pp=145–147}} tetapi di lain pihak, Gereja berkeyakinan bahwa sakramen pembaptisan itu sangat luhur, sehingga setiap penerimanya dipandang sebagai bagian dari umat Kristen.{{sfn|Kertzer|1998|pp=145–147}} Berdasarkan bula ''[[Postremo mense|Postremo Mense]]'' (Pada Bulan Terakhir) tahun 1747, undang-undang Negara Gereja mengharamkan tindakan pengambilan kanak-kanak dari keluarga non-Kristen tanpa sepengetahuan orang tuanya untuk dibaptis (kecuali jika kanak-kanak yang bersangkutan dalam sakratulmaut), tetapi jika kanak-kanak yang bersangkutan telanjur dibaptis maka Gereja wajib memisahkannya dari orang tua kandungnya serta memberinya pendidikan agama Kristen.{{sfn|De Mattei|2004|p=154}}{{#tag:ref|Negara-negara Katolik lain, misalnya Kekaisaran Austria, memberlakukan undang-undang yang sama.{{sfn|De Mattei|2004|p=154}}|group=lower-alpha|name="austriahungary"}} Para kardinal mengkaji berita acara yang dikirim oleh Padri Pier Feletti dan akhirnya sepakat bahwa pernyataan-pernyataan Anna Morisi dalam berita acara itu "sepenuhnya benar tanpa sedikit pun keraguan mengenai kenyataan dan validitas pembaptisan yang dilakukannya".{{sfn|Kertzer|1998|pp=148–149}} Padri Pier Feletti diperintahkan untuk mengatur pengambilan paksa atas diri Edgardo, dan mengantar kanak-kanak itu ke [[Katekumen|Wisma Katekumen]] di kota Roma, asrama sekaligus majelis taklim bagi orang-orang yang baru atau hendak memeluk agama Kristen Katolik.{{sfn|Kertzer|1998|pp=54–55, 83–84}}{{#tag:ref|Surat rekomendasi terakhir dari Jawatan Suci untuk Padri Pier Feletti terkait kasus Mortara tidak ditemukan—Kertzer menduga surat ini dibakar oleh pejabat Gereja saat daerah-daerah Negara Gereja direbut oleh Kerajaan Italia pada tahun 1859.{{sfn|Kertzer|1998|pp=54–55, 83–84}}|group=lower-alpha|name="destroyed"}}