Selo Soemardjan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika |
|||
Baris 11:
Ia orang yang tidak suka memerintah, tetapi memberi teladan. Hidupnya lurus, bersih, dan sederhana. Ia tokoh yang memerintah dengan teladan, sebagaimana diungkapkan pengusaha sukses [[Soedarpo Sastrosatomo]]. Menurut Soedarpo, integritas itu pula yang membuat mendiang [[Sultan Hamengku Buwono IX]] berpesan kepada putranya, Sultan Hamengku Buwono X agar selalu mendengarkan dan meminta nasihat kepada Selo kalau menyangkut persoalan sosial kemasyarakatan. Ia orang yang tidak pernah berhenti berpikir dan bertindak.
Ia seorang dari sedikit orang yang sangat pantas menyerukan hentikan praktik [[korupsi]], [[kolusi]], dan [[nepotisme]] (KKN). Pantas karena ia bukan tipe maling teriak maling. Ia
Selama hidupnya, Selo pernah berkarier sebagai pegawai Kesultanan/Pemerintah [[Daerah Istimewa Yogyakarta]], Kepala Staf Sipil Gubernur Militer [[Jakarta|Jakarta Raya]], dan Kepala Sekretariat Staf Keamanan Kabinet Perdana Menteri, Kepala Biro III Sekretariat Negara merangkap Sekretaris Umum Badan Pemeriksa Keuangan, Sekretaris Wakil Presiden RI Sultan Hamengku Buwono IX (1973
Ia dikenal sebagai Bapak Sosiologi Indonesia setelah tahun
Pendiri FISIP UI ini, memperoleh gelar [[profesor]] dari Fakultas Ekonomi UI dan sampai akhir hayatnya
Ia dibesarkan di lingkungan abdi dalem Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat. Kakeknya, Kanjeng Raden Tumenggung Padmonegoro, adalah pejabat tinggi di kantor Kasultanan Yogyakarta. Berkat jasa sang kakek, Soemardjan- begitu nama aslinya-mendapat pendidikan Belanda.
Nama Selo dia peroleh setelah menjadi camat di [[Kabupaten Kulonprogo]]. Ini memang cara khusus Sultan Yogyakarta membedakan nama pejabat sesuai daerahnya masing-masing. Saat menjabat camat inilah ia merasa mengawali kariernya sebagai sosiolog. "Saya adalah camat yang mengalami penjajahan [[Belanda]], masuknya [[Jepang]], dilanjutkan dengan zaman revolusi. Masalahnya banyak sekali," tuturnya suatu ketika sebagaimana ditulis ''Kompas''.
Pengalamannya sebagai camat membuat Selo menjadi peneliti yang mampu menyodorkan alternatif pemecahan berbagai persoalan sosial secara jitu. Ini pula yang membedakan Selo dengan peneliti lain.
Mendiang [[Baharuddin Lopa]] dalam salah satu tulisannya di ''Kompas'' (1993) menulis, "Pak Selo menggali ilmu langsung dari kehidupan nyata. Setelah diolah, dia menyampaikan kembali kepada masyarakat untuk dimanfaatkan guna kesejahteraan bersama." Lopa menilai Selo sebagai dosen yang mampu mendorong mahasiswanya berpikir realistis dan mengerti serta menghayati apa yang diajarkannya. "Pendekatan realistis dan turun ke bawah untuk mengetahui keadaan sosial yang sesungguhnya inilah yang dicontohkan juga oleh para nabi dan kalifah," tulis Lopa.
Meski lebih dikenal sebagai guru besar, Selo jauh dari kesan orang yang suka "mengerutkan kening". Di lingkungan keluarga dan kampus, dia justru dikenal sebagai orang yang suka melucu dan kaya imajinasi, terutama untuk mengantar mahasiswanya pada istilah-istilah ilmu yang diajarkannya. "Kalau menjelaskan ilmu ekonomi mudah dimengerti karena selalu disertai contoh-contoh yang diambil dari kehidupan nyata masyarakat," kenang Baharuddin Lopa.
Baris 37:
== Pendidikan ==
* HIS, Yogyakarta (1921
* MULO, Yogyakarta (1928
* MOSVIA, Magelang (1931
* Universitas Cornell, Ithaca, New York, AS (Sarjana, 1959 Doktor, 1959)
== Karier ==
* Pegawai Kesultanan/Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (1935
* Kepala Staf Sipil Gubernur Militer Jakarta Raya (1949
* Kepala Sekretariat Staf Keamanan Kabinet Perdana Menteri (1950
* Sekretaris Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara (1959
* Kepala Biro III Sekretariat Negara merangkap Sekretaris Umum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
* Sekretaris Menteri Negara Ekonomi, Keuangan, dan Industri (1966
* Sekretaris Wakil Presiden RI (1973
* Asisten Wakil Presiden Urusan Kesejahteraan Rakyat (1978
* Staf Ahli Presiden RI (1983
* Guru Besar Universitas Indonesia
|